Mohon tunggu...
Dizzman
Dizzman Mohon Tunggu... Freelancer - Public Policy and Infrastructure Analyst

"Uang tak dibawa mati, jadi bawalah jalan-jalan" -- Dizzman Penulis Buku - Manusia Bandara email: dizzman@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Bekas Tambang Sawahlunto Jadi Situs Warisan Dunia UNESCO, Terima Kasih Mbah Soero!

8 Juli 2019   10:55 Diperbarui: 19 Mei 2023   18:52 1100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lubang Tambang Mbah Soero, Saksi Hidup Penambangan Batubara di Ombilin (Dokpri)

Sekitar akhir abad ke-19, mbah Soero dan ratusan tahanan lainnya dari Pulau Jawa diangkut menuju sebuah daerah yang kaya akan tambang di pelosok Sumatera Barat. 

Dengan menggunakan kapal hingga pelabuhan Teluk Bayur, Mbah Soero diangkut menuju lubang tambang di Sawahlunto dalam gerbong kereta yang pengap. Beberapa di antaranya pingsan bahkan meninggal dunia setiba di Stasiun Sawahlunto karena tak tahan panasnya udara dalam gerbong.

Galeri Museum Loebang Tambang Mbah Soero (Dokpri)
Galeri Museum Loebang Tambang Mbah Soero (Dokpri)
Mbah Soeropun langsung digelandang dengan kaki dan tangan terikat rantai untuk menggali tambang batubara yang akan diekspor ke Eropa untuk memenuhi kebutuhan energi dan panas ketika musim dingin tiba. 

Penjajah Belanda memang mempekerjakan para tahanan dan pembangkang dari pulau lain untuk menghemat biaya sekaligus membuang mereka dari tanah kelahirannya, serta mendatangkan tenaga murah asal negeri Tiongkok.

Mereka hanya diberi jatah makan seadanya yang dimasak di Goedang Ransoem. Setiap hari dapur tersebut memasak untuk sekitar 3000 orang pekerja tambang yang tak tentu jam kerjanya. Pecut selalu menanti pekerja yang tampak mulai kelelahan memaksa mereka bangun kembali hingga tubuh tak sanggup lagi berdiri. 

Sampai akhir hayatnya, Mbah Soero tak pernah lagi melihat tanah kelahirannya. Tinggallah lubang tambang tersisa sebagai saksi hidup perjuangan beliau mengore-orek Bumi Minang demi kepuasan sang penjajah.

* * * *

Batas Kota Sawahlunto (Dokpri)
Batas Kota Sawahlunto (Dokpri)
Sabtu kemarin (06-07-2019) menjadi hari bersejarah bagi Kota Sawahlunto karena pada hari itulah kota tersebut ditetapkan menjadi situs warisan dunia (World Heritage Sites) oleh UNESCO, sebuah badan tertinggi dunia yang bergerak di bidang pendidikan, kebudayaan, dan ilmu pengetahuan. 

Dikutip dari situs resminya, UNESCO pada sidang Komite Warisan Dunia yang diselenggarakan di Azerbaijan pada sesi ke-43 memutuskan bekas tambang batubara Ombilin di Sawahlunto sebagai cagar budaya warisan dunia bersama enam lokasi lainnya di dunia ((1) dan (2)).

Papan Petunjuk Nominasi World Heritage Sites (Dokpri)
Papan Petunjuk Nominasi World Heritage Sites (Dokpri)
Hal ini tentu menjadi kebanggaan tersendiri karena telah diperjuangkan dan masuk daftar nominasi sejak tahun 2015 lalu. Penantian selama 4 tahun tidaklah sia-sia karena keseriusan Pemerintah Kota Sawahlunto dalam mengelola situs bersejarah tersebut patut mendapat apresiasi. 

Pemerintah benar-benar mendandani kota tersebut dengan baik dan menjaga situs-situs bersejarah yang terkait dengan penambangan batubara agar tidak dijarah oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab.

Gedung Pusat Kebudayaan (Dokpri)
Gedung Pusat Kebudayaan (Dokpri)
Sejarah panjang penambangan batubara di Sawahlunto sendiri dimulai sejak ditemukannya cadangan batubara terbesar di Sumatera tersebut tahun 1867 melalui penelitian yang dilakukan oleh De Greeve dan dimulainya pertambangan tahun 1892. Untuk mempermudah transportasi batubara, dibangunlah jaringan rel kereta api dari Sawahlunto ke Kota Padang melalui Padang Panjang serta menyisir Danau Singkarak yang indah itu.

Kantor Pusat PT. Bukit Asam (Dokpri)
Kantor Pusat PT. Bukit Asam (Dokpri)
Saat ini masih tersisa beberapa peninggalan utama situs penambangan terbesar di Sumatera Barat tersebut, mulai dari Stasiun Kereta Api Sawahlunto, Lubang Tambang Mbah Soero, dan Goedang Ransoem sebagai saksi sejarah dimulainya industri besar di tengah hutan rimba Sumatera, disamping gedung kantor pusat PT Bukit Asam dan Gedung Pusat Kebudayaan yang masih digunakan hingga saat ini.

Suasana Pusat Kota Tua Sawahlunto (Dokpri)
Suasana Pusat Kota Tua Sawahlunto (Dokpri)
Di luar industri tambang batubara, kota ini termasuk unik karena terletak di lembah sempit pegunungan Bukit Barisan yang memanjang dari Aceh hingga Lampung. 

Di tengah sempitnya lembah yang mengapit sungai Ombilin dan Sungai Lunto didirikan sebuah kota yang menjadi pusat penambangan batu bara terbesar pada masanya tersebut. Kondisi kotanya mengingatkan saya pada kota-kota di negeri jiran yang masih mereservasi bangunan tuanya sehingga keasliannya tetap terjaga.

Museum Stasiun Kereta Api Sawahlunto (Dokpri)
Museum Stasiun Kereta Api Sawahlunto (Dokpri)
Ketika saya berkunjung bulan November tahun lalu, kondisinya sudah tidak terlalu ramai lagi karena kegiatan penambangan sudah nyaris berhenti disebabkan oleh menipisnya cadangan batubara. Namun kotanya tetap tertata rapi, bangunan-bangunan peninggalan masa kejayaan batubara masih berdiri tegak dan terawat dengan baik.

Replika Loko Mak Itam yang Legendaris (Dokpri)
Replika Loko Mak Itam yang Legendaris (Dokpri)
Saya sendiri sempat mampir ke museum kereta api untuk melihat jejak perjalanan batubara dari tambang hingga dikapalkan ke luar pulau. Di sana tersimpan replika lokomotif Mak Itam yang menjadi legenda terhubungnya daerah pedalaman tanah Minangkabau dengan pantai. 

Dulu lokomotif ini menghela batubara sampai ke pelabuhan, sebelum akhirnya jalur kereta tersebut ditutup total dari Sawahlunto hingga Padangpanjang tahun 2009 karena gempa bumi dan longsornya tanah di lembah Anai, menyisakan jalur Padangpanjang - Padang yang masih beroperasi hingga kini.

Di dalam museum juga terdapat benda-benda peninggalan terkait jalur kereta api yang masih tersisa, dan video mini yang menceritakan sejarah perkembangan kereta api dan batubara di Sawahlunto. 

Pemandu yang juga merupakan pegawai pemda setempat dengan sigap menjelaskan berbagai jenis barang peninggalan yang ada di museum termasuk cerita sejarah singkat pertambangan batubara di Sawahlunto.

Galeri Museum Loebang Tambang Mbah Soero (Dokpri)
Galeri Museum Loebang Tambang Mbah Soero (Dokpri)
Selepas itu, kunjungan dilanjutkan ke Museum Loebang Tambang Mbah Soero yang sangat melegenda di kalangan para petambang saat itu. Mbah Soero merupakan simbol para tahanan yang dipaksa bekerja di areal tambang bawah tanah tertutup dengan kaki dan tangan dirantai agar tidak lari dari tambang. 

Konon lubang tambangnya sendiri panjangnya puluhan kilometer, mirip seperti lubang Cu Chi yang dipakai tentara Viet Cong saat melawan tentara Amerika pada perang Vietnam dulu. Namun hanya dibuka sekitar 123 meter saja untuk kepentingan wisata, karena tanahnya labil dan dikhawatirkan ambruk sewaktu-waktu.

Rantai Tangan dan Kaki yang Dipakai Mbah Soero (Dokpri)
Rantai Tangan dan Kaki yang Dipakai Mbah Soero (Dokpri)
Di sebelah lubang tambang terdapat gedung galeri yang berisi barang-barang yang digunakan mbah Soero dulu untuk menambang batubara, seperti linggis, martil, dan tak lupa rantai tangan dan kaki yang membelenggunya. Cerita menyedihkan para penambang tersaji lengkap di galeri berlantai dua tersebut, diiringi pemandu yang bercerita panjang lebar di setiap momen foto yang terpajang pada diorama yang menempel di dinding gedung.

Museum Goedang Ransoem (Dokpri)
Museum Goedang Ransoem (Dokpri)
Terakhir, saya mengunjungi Goedang Ransoem atau dapur umum yang menyediakan makanan bagi para pekerja tambang. Di dalamnya terdapat tungku besar untuk menanak nasi sekitar 4 ton beras setiap harinya. 

Gudang ini menyiapkan makan siang dan makan malam bagi para pekerja tambang, para pengawas dan pegawai serta keluarganya. Menu makanannya terpampang dalam diorama yang dipajang dalam lemari di dalam gedung besar tersebut.

Gedung Utama Tempat Memasak (Dokpri)
Gedung Utama Tempat Memasak (Dokpri)
Selain bangunan utama yang berisi tungku besar, terdapat bangunan lain seperti rumah potong hewan, gudang persediaan, dan pabrik es. Di dalam museum juga disimpan peralatan dapur serta tumbukan padi dan kuali besar, serta berbagai foto-foto kegiatan para petambang hingga makamnya yang tak bernama, hanya diberi nomor saja. Suasananya cukup angker apalagi saat sepi pengunjung walau mentari masih terang benderang.

* * * *

Museum Tambang Batubara (Dokpri)
Museum Tambang Batubara (Dokpri)
Sebenarnya masih ada beberapa museum lagi yang bisa dikunjungi, tetapi karena hari itu pas hari Senin sebagian besar tutup termasuk museum tambang batubara yang terletak di depan kantor PT Bukit Asam. Namun tidak semua museum terkait dengan sejarah pertambangan, seperti museum musik, museum tari, dan museum etnografi kayu yang memanjang benda-benda seni dan budaya milik para kolektor di Sumbar. 

Museum-museum tersebut menggunakan rumah bekas mes para pegawai Belanda yang tidak lagi digunakan setelah era penambangan usai. Keberadaan museum ini sebenarnya untuk melengkapi persyaratan menjadi Situs Warisan Budaya UNESCO yang akhirnya berhasil diraih tahun ini.

Bangunan Tua yang Masih Terpelihara (Dokpri)
Bangunan Tua yang Masih Terpelihara (Dokpri)
Kota Sawahlunto sendiri menjadi Situs Warisan Budaya yang kesembilan di Indonesia serta kelima di bidang budaya, setelah Candi Borobudur dan Candi Prambanan tahun 1991, Situs Manusia Purba Sangiran di Sragen tahun 1999, dan Sistem Pertanian Subak di Bali tahun 2012 (3).

Situs ini juga menjadi yang kedua di Sumatera setelah Hutan Hujan Tropis Sumatera yang ditetapkan tahun 2004. Sayangnya hutan hujan tropis ini kurang dikelola dengan baik sehingga diberi catatan khusus oleh UNESCO untuk diperhatikan lebih lanjut oleh pemerintah.

* * * *

Di dalam kuburnya, Mbah Soero tersenyum lebar, bangga kalau warisan hasil keringat dan darahnya menjadi situs warisan dunia yang diakui oleh UNESCO. 

Jerih payah dan pengorbanannya tak sia-sia demi kemajuan pariwisata Indonesia yang sedang mengejar ketertinggalannya dari negeri jiran. Keramahan penduduk dan para pemandu wisatanya dapat menjadi contoh baik di tengah buruknya layanan wisata di tempat lain. 

Jujur saya merasa nyaman berwisata di sini tanpa gangguan sama sekali. Sawahlunto layak untuk bersaing dengan 10 Bali baru yang sedang dikembangkan pemerintah Indonesia.

Sumber (1),(2), dan (3)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun