Mohon tunggu...
Dizzman
Dizzman Mohon Tunggu... Freelancer - Public Policy and Infrastructure Analyst

"Uang tak dibawa mati, jadi bawalah jalan-jalan" -- Dizzman Penulis Buku - Manusia Bandara email: dizzman@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Sudahkah Kita Berempati pada Pak Prabowo?

4 Juni 2019   13:47 Diperbarui: 4 Juni 2019   13:56 1745
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Prabowo Melayat ke Rumah SBY (Sumber: suara.com)

Baru saja pulang dari Eropa demi melayat keluarga sahabatnya satu angkatan di Akmil dulu, beliau kembali menerima hujatan dari netizen akibat keceplosan mengungkap pilihan bu Ani pada pilpres lalu.  Bahkan ada yang sampai berani mengatakan kalau tingkat kecerdasan emosional beliau rendah karena tidak mampu mengendalikan diri saat berada dalam tekanan.

Betul bahwa dalam beberapa pernyataannya selama ini cenderung menunjukkan sisi emosional beliau yang lebih kental. Namun tidakkah kita mencoba berempati barang sedetik saja, mengapa beliau sampai keceplosan berkata seperti itu? 

Bisa jadi seperti kata K'ers Yupiter Gulo bahwa jetlag bisa saja membuat orang menjadi slip of tongue. Bisa jadi pula karena kekepoan wartawan yang memancing untuk mendengar pernyataan sejauh mana kesan ibu Ani di mata beliau. Beliau memang mengenal ibu Ani sejak muda karena saat menjadi taruna ayahandanya adalah Gubernur Akmil. Namun karena faktor jetlag, ingatan yang terpendeklah yang mungkin bisa diingat pak Prabowo saat ditanya kesan yang paling mendalam.

Jangan lupa, duka bukan hanya disebabkan oleh kematian. Kekalahan, apalagi hingga tiga kali berturut-turut, tentu sangatlah memukul batin seseorang dan sangat mudah untuk meningkatkan kadar emosinya. Di tengah kedukaan yang mendalam karena kekalahan tersebut, dukungan ibu Ani saat pilpres lalu tentu menjadi air dingin penyejuk hati yang sedang panas, apalagi ditambah narasi kecurangan yang diglorifikasi para pendukungnya. Amat sangat wajar bila beliau, ditengah ingatan pendeknya akibat kelelahan setelah perjalanan jauh, tentu lebih cepat mengingat kesan tersebut daripada harus mengingat kembali kesan yang terjadi puluhan tahun silam.

Saya yakin beliau tidak menyadari dampak dari ucapannya tersebut walau gesture pak SBY tampak kurang senang di belakang beliau. Mungkin beliau baru sadar ketika pak SBY mengklarifikasi pernyataan tadi untuk tidak disebarluaskan dan dikait-kaitkan dengan kondisi politik saat ini. Niat pak Prabowo mungkin sekedar mengapresiasi pilihan bu Ani yang menunjukkan dukungan tulus terhadap pencalonan beliau sebagai presiden, namun pikiran jorok kita yang terlalu overthinking sampai menganggap beliau tidak empati, mencampuradukkan urusan politik, hingga diduga memiliki kecerdasan emosional rendah.

Cobalah kita sedikit merenung, bila kita berada pada posisi pak Prabowo. Kalah tiga kali berturut-turut tentu sangat menyesakkan dada, apalagi sudah banyak modal yang keluar untuk memenangkan pertarungan tersebut. SBY memang sedang berduka karena kehilangan orang yang sangat dicintainya, namun pak Prabowo juga mengalami duka yang sama karena kehilangan kesempatan untuk menjadi pemimpin bangsa untuk kedua kalinya.

Bagi orang yang terbiasa spontan, hal ini tentu akan sangat mudah membakar emosinya. Apalagi dorongan sebagian pendukungnya yang belum menerima kekalahan dengan lapang dada, semakin membuatnya mudah tersengat harga dirinya. Oleh karena itu diperlukan orang-orang yang mampu meredam sekaligus berempati terhadap kemasygulan beliau yang sedang berada pada titik terendah.

Harus ada orang di sekeliling beliau yang mampu menaikkan moral beliau ke arah yang positif, mengingatkan beliau ke jalan yang lurus. Bukan malah memanas-manasi suasana hingga sampai timbul ide referendum atau pemisahan diri dari NKRI, sesuatu yang beliau sendiri tidak suka bahkan akan melawan segala bentuk pemisahan diri.

Kita sebagai masyarakat seharusnya juga bisa berempati pada pak Prabowo. Jangan terus-terusan disalahkan apalagi sampai dihujat, karena orang yang terlalu sering dihujat akan kebal bahkan melawan balik para penghujatnya. Kalau ini terjadi jangan heran bila bangsa ini diambang perpecahan karena tidak ada pihak yang mau mengalah atau tepo seliro dengan sesama anak bangsa yang berbeda pilihan.

Angkatlah moral beliau, sadarkan bahwa semua sudah diproses secara hukum. Biarlah nanti MK yang memutuskan dan KPU menetapkan apa yang telah menjadi putusan MK. Jangan lagi mengkorek-korek kesalahan beliau atau mengompori beliau jalan yang salah, tapi bimbinglah ke jalan yang benar sesuai konstitusi.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun