Mohon tunggu...
Dizzman
Dizzman Mohon Tunggu... Freelancer - Public Policy and Infrastructure Analyst

"Uang tak dibawa mati, jadi bawalah jalan-jalan" -- Dizzman Penulis Buku - Manusia Bandara email: dizzman@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Nature

Refleksi Hari Tata Ruang, Dilupakan Ketika Jaya, Diributkan Ketika Bencana

8 November 2018   15:51 Diperbarui: 23 November 2018   14:38 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Harmoni Gedung Tinggi dan Ruang Hijau (Dokpri)

Mungkin tidak banyak orang menyadari bahwa hari ini diperingati sebagai hari Tata Ruang Nasional yang diputuskan oleh Presiden SBY melalui Keppres Nomor 28 Tahun 2013. 

Namun sejarah tata ruang di negeri ini sebenarnya sudah cukup panjang, ketika Thomas Karsten beserta konsultannya diminta untuk merencanakan kota Semarang, Bandung, dan beberapa kota besar lainnya di Indonesia pada masa penjajahan Belanda sekitar seratus tahun lalu. Pendidikan tata ruang sendiri di negeri ini sebenarnya telah berlangsung sejak tahun 1959 ketika ITB membuka jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota untuk pertama kalinya. 

Dalam perjalanannya, tata ruang mengalami pasang surut hingga keluar Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang yang diperbaharui dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007. Keberadaan tata ruang sangat diperlukan untuk mengontrol pembangunan ruang khususnya perkotaan yang semakin pesat tumbuh terutama sejak zaman orde baru dimana kemajuan ekonomi semakin meningkatkan urbanisasi alias perpindahan masyarakat dari desa ke kota.

Sayangnya, pesatnya pertumbuhan kota membuat pembangunan menjadi semakin tidak terkontrol. Rencana tata ruang tinggal menjadi hiasan di dinding kantor dinas, sementara dokumen rencananya tersimpan rapi di lemari besi yang tidak boleh dilihat sembarang orang. Sebuah ironi manakala rencana tersebut seharusnya dapat dilihat masyarakat untuk mengetahui ke arah mana pembangunan kota ke depan akan dilaksanakan. Pemerintah takut rencana tersebut jadi ajang spekulasi tuan tanah yang akan menimbun lahan-lahan potensial yang akan dikembangkan di kemudian hari.

Bencana Palu membuka mata kita bahwa rencana tata ruang bukanlah sekedar hiasan. Kalau memang penyusunan rencana sesuai kaidah tata ruang, seharusnya daerah likuifaksi tidak boleh dibangun. Namun karena desakan ruang yang semakin padat di tengah kota membuat orang bergeser ke pinggiran, dan tidak peduli lagi apakah tanah tersebut berbahaya atau tidak. Sepanjang bisa ditempati ya sudah, dibangunlah rumah-rumah dan dilegalkan dalam rencana tata ruang.

Demikian pula dengan kasus Meikarta, lahan produktif berupa sawah lambat laun beralih fungsi menjadi permukiman dengan dalih sesuai dengan rencana tata ruang. Produksi padi dikorbankan dan berdampak pada berkurangnya pasokan beras, akibatnya kita harus impor pangan dari negara lain untuk menambal kebutuhan tersebut. Tata ruang dikorbankan hanya untuk memperoleh kenikmatan sesaat beberapa oknum pejabat tanpa peduli dampak yang ditimbulkan di kemudian hari.

Kasus Meikarta dan bencana Palu seperti sebuah gunung es betapa carut marutnya penataan ruang di negeri ini. Sebenarnya masih banyak kasus-kasus sejenis, namun karena belum tersingkap atau tidak ada kejadian alam luar biasa membuat tata ruang seperti terabaikan pada kondisi normal. 

Baru ketika ada kejadian bencana, semua orang ramai membicarakan mengapa pembangunan di kota tersebut tidak mengindahkan kaidah tata ruang. Tata ruang hanya dibicarakan ketika terjadi bencana atau kasus OTT seperti Meikarta, setelah itu kembali surut dan orang kembali lupa akan pentingnya penataan ruang.

Kita hanya bisa berharap, kedua kasus tersebut dapat menjadi pelajaran betapa pentingnya rencana tata ruang sebagai alat kontrol pembangunan khususnya di perkotaan. Semoga dengan ditetapkannya hari tata ruang nasional masyarakat dan pemerintah menjadi lebih perhatian terhadap pentingnya penataan ruang. Jangan sampai tata ruang kembali terlupakan saat sedang jaya, namun baru diingat setelah ada kejadian bencana atau kasus-kasus tertentu.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun