Mohon tunggu...
Dizzman
Dizzman Mohon Tunggu... Freelancer - Public Policy and Infrastructure Analyst

"Uang tak dibawa mati, jadi bawalah jalan-jalan" -- Dizzman Penulis Buku - Manusia Bandara email: dizzman@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

Pengalaman Menegangkan Saat Berada di Dalam Pesawat

29 Oktober 2018   13:44 Diperbarui: 29 Oktober 2018   16:43 2331
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mendarat dengan Selamat di Tengah Awan Hitam (Dokpri)

Sebelum memulai tulisan ini, izinkanlah saya mengucapkan belasungkawa atas terjadinya kecelakaan yang menimpa pesawat Lion Air tujuan Jakarta-Pangkalpinang di perairan lepas pantai Karawang. 

Mendengar berita tersebut serasa mengingatkan penulis bahwa ketika kita sudah berada di dalam pesawat, hidup dan mati itu sepenuhnya diserahkan pada Tuhan Yang Maha Kuasa.

Sejatinya manajemen pesawat terbang harus benar-benar menerpakan zero tolerance terhadap teknis pesawat termasuk kesiapan para awaknya, para penumpang dengan barang bawaannya, serta cuaca yang akan dihadapi selama perjalanan. 

Sedikit saja toleransi maka kemungkinan untuk terjadinya kecelakaan sangatlah tinggi. Berbeda bila kejadiannya di darat atau di laut dimana kendaraan/kapal bisa berhenti sejenak untuk menghindarkan kecelakaan atau sekedar mencek situasi yang tidak wajar, maka di dalam pesawat hal tersebut tidak mungkin dilakukan kecuali bila keburu mendarat darurat di bandara terdekat.

Mulai Menembus Awan (Dokpri)
Mulai Menembus Awan (Dokpri)
Beberapa kali penerbangan saya ditunda atau dibatalkan karena cuaca, kabut asap, atau kendala teknis pesawat dan itu sudah sering dialami. Namun ketegangan sebenarnya dimulai saat pintu pesawat sudah ditutup rapat, dilanjutkan dengan persiapan terbang sambil mengantri di taxi way. 

Kadang-kadang di Soetta atau bandara besar lainnya, waktu tempuh dari garbarata hingga landas pacu bisa memakan waktu 30 menit hingga 1 jam, tergantung antrian. Kadang saya sudah tertidurpun ketika bangun masih berada di ujung landasan.

Saat lepas landas ketengangan terjadi ketika pesawat mencoba menstabilkan diri selepas ban meninggalkan landasan. Kalau tujuannya pas lurus dengan jalur take 0ff biasanya tidak menimbulkan masalah. 

Namun bila harus berbalik arah seperti dilakukan pesawat yang jatuh tadi pagi, saya sering berdoa semoga pesawatnya mempunyai kekuatan untuk berbelok dengan ketinggian yang belum maksimal agar tidak terjadi stall atau amblas karena berkurangnya daya dorong pesawat akibat berbelok. Sampai hari ini, alhamdulillah belum pernah mengalami stall saat lepas landas.

Awan Putih Menutupi Pandangan (Dokpri)
Awan Putih Menutupi Pandangan (Dokpri)
Namun saat mulai mengangkasa di ketinggian yang ditetapkan Airnav di darat, goncangan mulai terasa ketika harus menembus awan putih. Pandangan benar-benar blank dan pilot hanya bisa mengandalkan radar karena tak tampak sama sekali pemandangan di depannya. 

Biasanya jalur ke Yogya ketika melewati Gunung Slamet atau antara Sindoro-Sumbing goncangan terjadi. Kalau ke arah Sumatera goncangan biasanya terjadi di atas Pekanbaru atau Palembang, kadang sampai terasa seperti gempa terhempas ke bawah, lalu pilot berusaha menstabilkan lagi ke ketinggian semula setelah pesawat berjalan lurus. Saat terhempas itulah perasaan antara hidup dan mati timbul, beberapa penumpang mulai membaca shalawat dan doa.

Kalau ke arah timur, sampai Makassar relatif aman walau sesekali juga ada goncangan, karena melintas di atas Laut Jawa yang tenang. Kalau ke arah Kalimantan biasanya menjelang Balikpapan ada sedikit goncangan namun tetap aman. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun