Mohon tunggu...
Dizzman
Dizzman Mohon Tunggu... Freelancer - Public Policy and Infrastructure Analyst

"Uang tak dibawa mati, jadi bawalah jalan-jalan" -- Dizzman Penulis Buku - Manusia Bandara email: dizzman@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Perjuangan "Solo Driving" Seribu Kilometer Demi Menghadiri ICD

10 Agustus 2018   11:01 Diperbarui: 10 Agustus 2018   11:32 670
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menghadiri acara ICD 2018 yang bertempat di Kota Malang menjadi perjuangan tersendiri yang melelahkan sekaligus memerlukan tekad yang kuat untuk tetap bertahan mengikuti ajang tersebut. Awalnya saya dan mbak Gana hanya sekedar iseng saja mendaftarkan Koteka untuk ikut ICD karena pada gelaran pertama di Yogyakarta kami absen sehingga tidak terlalu berharap bakal ikut kali ini.

ICD 2018 Malang (Dokpri)
ICD 2018 Malang (Dokpri)
Kemudian Bang Kevin menawarkan para admin untuk ikut berpartisipasi dalam ICD 2018 dengan menggunakan kereta api bersama-sama berangkat dari Jakarta. Sayapun bersedia untuk mendampingi teman-teman yang ikut dalam kereta karena mbak Tamita selaku admin posisinya jauh di Madiun sana. 

Namun di tengah jalan mendadak diumumkan kalau tiket Matarmaja habis sehingga saya terpaksa membatalkan keberangkatan bersama teman-teman admin lainnya. Belakangan ternyata diganti kereta Majapahit sehingga hanya sekitar 13 orang berangkat dari rencana 25 orang.

Saya sempat berpikir untuk membatalkan kehadiran di ICD karena malas juga kalau harus beli tiket sendiri, dan belum ada pengumuman komunitas mana yang berhak ikut ICD. Apalagi kalau harus bawa mobil sendiri, dengan penyakit kembung yang setiap saat bisa kambuh. 

Baru setelah diumumkan kalau Koteka dapat jatah booth, saya mulai kelimpungan karena bingung apa yang harus ditampilkan dalam booth. Untunglah ada beberapa koleksi foto hasil jepretan pribadi, ditambah beberapa dari Mas Nanang yang bisa saya cetak untuk dipamerkan.

Tolak Angin Selalu Siap di Tas Kamera (Dokpri)
Tolak Angin Selalu Siap di Tas Kamera (Dokpri)
Kebetulan, anak saya juga diterima di Universitas Brawijaya Malang, sehingga saya putuskan untuk menggunakan mobil sekalian pindahan anak ke Malang. Saya yang belum left grup mencoba mengajak teman admin yang ketinggalan kereta untuk menemani dengan syarat bisa menyetir, tapi tidak ada respon sehingga akhirnya saya putuskan mengemudikan sendiri mobil hingga ke Malang, ditemani salah satu staf di kantor walau tidak bisa mengemudi, paling tidak ada teman ngobrol di jalan.

Hari Jumat siang saya nyaris tidak berangkat karena ada acara besar di kantor. Untung suasana sedang riuh sehingga saya bisa 'melarikan diri' bersama teman untuk mengambil mobil di rumah. Setiba di rumah, ternyata anak tengah yang ingin ikut belum pulang sekolah, terpaksa harus menunggu hingga menjelang asar baru sampai. 

Setelah sholat Asar, kami berangkat untuk menghindari kemacetan parah di tol mengingat hari Jumat sore merupakan harinya rendezvouz bagi orang Jakarta untuk hang out ke Bandung dan sekitarnya yang membuat macet jalan tol yang sedang dalam pembangunan jalan bertingkat.

Padatnya Kendaraan di Gerbang Tol Cikarut (Dokpri)
Padatnya Kendaraan di Gerbang Tol Cikarut (Dokpri)
Kami berangkat berlima, tiga dewasa dan dua anak kecil, satunya malah baru masuk PAUD karena masih berusia empat tahun dan memaksa ikut menemani perjalanan jauh ini. Di jok belakang sudah hampir penuh barang, hanya tersisa sedikit untuk satu kursi, sementara di tengah diisi dua orang yang bisa digunakan tidur bergantian. Di depan saya mengemudi sendiri bersama teman kantor yang menemani senda gurau sepanjang perjalanan.

Jalan Alternatif Menuju Karawang (Dokpri)
Jalan Alternatif Menuju Karawang (Dokpri)
Memasuki jalan tol lingkar luar, kondisi mulai padat merayap walau masih bisa jalan hingga ke simpang susun Cikunir. Dari Bekasi Timur jalan mulai lambat hingga gerbang Cikarang Utama, selepas itu malah macet total karena ada pekerjaan sehingga saya putuskan keluar tol lewat jalan menyusuri Kalimalang hingga ke Karawang. Selepas Karawang kami kembali masuk jalan tol dan kondisinya sudah sangat lancar, jauh berbeda dari keadaan sebelumnya.

Indahnya Masjid di Rest Area KM 102 (Dokpri)
Indahnya Masjid di Rest Area KM 102 (Dokpri)
Sekitar pukul setengah tujuh kami beristirahat sejenak di rest area KM 102 untuk sholat, setelah itu perjalanan dilanjutkan hingga memasuki kota Cirebon kenbali keluar jalan tol untuk cari makan malam. Di sini kami menikmati empal gentong terkenal khas Cirebon dengan kuah panasnya yang khas. 

Panasnya kuah membuat perut mengeluarkan angin, pertanda saya harus ke toilet untuk mengeluarkan isi perut yang telah berubah bentuk. Maklum, saya punya penyakit kembung sehingga gampang sekali masuk angin. Setelah minum Tolak Angin, saya langsung menuju toilet untuk BAB sekaligus mengeluarkan angin barang sejenak.

Sekitar setengah jam istirahat, perjalanan lanjut menuju kota Solo sebagai tempat persinggahan pertama. Sebenarnya bisa saja lanjut hingga ke Malang, namun karena faktor usia terpaksa saya harus transit untuk menghemat tenaga. Perjalanan cukup lancar mulai dari tol Cirebon hingga ke Brexit, dilanjutkan dengan jalur pantura yang ramai dengan truk dan bus. 

Sampai di Semarang, kami kembali masuk jalan tol hingga keluar Salatiga. Sayang karena sudah larut malam gunung Merapi yang jadi latar belakang gerbang tol Salatiga tak nampak berganti awan hitam kelam menyelimuti gunung. 

Tak ada halangan berarti hingga tiba di Solo pukul dua malam. Sebelum tidur, saya kembali mengkonsumsi Tolak Angin agar tidur pulas dan angin cepat berlalu dari tubuh.

Tol Solo-Sragen (Dokpri)
Tol Solo-Sragen (Dokpri)
Esoknya setelah sarapan, kami pamit pada tuan rumah yang juga kakak ipar untuk melanjutkan perjalanan. Sekitar pukul 7.40 perjalanan dimulai lewat jalan tol Solo hingga keluar Sragen. 

Jalan tol ini tampak sepi, jarang sekali pengguna, mungkin karena baru sepotong sehingga orang malas membuang uang 20 Ribu Rupiah hanya untuk menghemat setengah jam saja. 

Setelah keluar Sragen jalan menyempit hingga Ngawi melalui hutan jati Mantingan yang terkenal sebagai tempat hilangnya gubernur Suryo pada masa perang kemerdekaan lalu.

Memasuki Gerbang Jawa Timur (Dokpri)
Memasuki Gerbang Jawa Timur (Dokpri)
Setiba di Ngawi, saya sempat ragu apakah pintu tol sudah dibuka atau belum. Karena ragu, perjalanan dilanjutkan lewat jalan biasa hingga ke caruban yang sudah terbuka pintu tolnya hingga ke Wilangan. 

Setelah itu lagi-lagi kembali ke jalan biasa melalui Nganjuk hingga Kertosono sebelum kembali masuk jalan tol di daerah Bandar. Seperti di jalur Solo-Sragen, jalan tol Kertosono-Surabaya juga tampak sepi, jarang sekali kendaraan lewat, mungkin karena mahal dan belum terlalu penting untuk mengejar selisih waktu sehingga orang malas lewat jalan tol.

Rest Area KM 725 (Dokpri)
Rest Area KM 725 (Dokpri)
Rasa kantuk mulai terasa karena kondisi jalan tol yang panas, lurus, dan membosankan membuat saya harus berhenti di rest area KM 725 untuk beristirahat sejenak sambil sholat Zhuhur. 

Suasana rest area juga sepi, hanya ada satu toko serba ada dan satu restoran yang buka, selebihnya masih tutup. Hanya ada dua mobil saja yang istirahat selain kami. Jalan tol sepertinya belum menjadi kebutuhan pengendara roda empat di Jatim kecuali saat lebaran saja.

Berputar di Gerbang Tol Gunungsari (Dokpri)
Berputar di Gerbang Tol Gunungsari (Dokpri)
Setiba di Surabaya saya agak bingung saat keluar tol hendak menuju Malang. Saya coba ambil pintu keluar kiri, ternyata jalan menuju Sidoarjo masih ditutup sehingga saya harus berputar keluar tol dulu di Gunung Sari sebelum kembali masuk tol ke arah Waru. 

Di sini jalan tol baru terasa padat dan macet di beberapa titik hingga keluar tol dekat Lapindo. Kami masuk tol di Japanan dekat perempatan Porong arah ke Gempol, lalu perjalanan diteruskan hingga keluar di Pandaan.

Keluar Tol Pandaan (Dokpri)
Keluar Tol Pandaan (Dokpri)
Dari Pandaan hingga kebun raya Purwodadi jalan cukup lancar, setelah itu mulai padat merayap hingga ke depan stasiun Lawang. Penyebabnya sepele, hanya menghindari pertigaan kendaraan yang belok kanan di depan stasiun saja. 

Selanjutnya lancar hingga Singosari kembali padat merayap karena ada kegiatan pasar yang membuat angkot ngantri penumpang di depannya. Lepas pasar arus lalin lancar hingga masuk kota Malang sekitar pukul setengah empat sore.

Tiba di Gerbang Kota Malang (Dokpri)
Tiba di Gerbang Kota Malang (Dokpri)
Total sekitar 940 Km saya tempuh mengemudi sendirian dari Jakarta hingga ke Malang, dengan waktu tempuh etape pertama Jakarta - Solo sekitar delapan jam, ditambah Solo - Malang juga delapan jam perjalanan termasuk istirahat. Cukup melelahkan juga namun terbayar dengan keikutsertaan di acara ICD 2018. 

Namun drama belum berakhir karena ternyata boothnya tanpa sekat sehingga saya bingung hendak menempatkan gambar tanpa ada pegangan. Untunglah ada mas Teguh Hariawan yang berbaik hati meminjamkan tenda lipat yang disulap jadi papan templok buat gambar walau harus mengambil sendiri di Prigen, sekitar satu jam perjalanan dari Malang.

938 Km dari Jakarta ke Malang (Dokpri)
938 Km dari Jakarta ke Malang (Dokpri)
Walau masih sangat lelah setelah menempuh perjalanan jauh, saya terpaksa harus mengambil barang tersebut malam hari karena esok hari tidakb boleh lagi ada kegiatan besar di booth. 

Sekitar jam sepuluh malam saya tiba di rumah pak Teguh untuk mengambil tenda lipat, dan jam setengah 12 malam tiba kembali di Taman Krida Budaya untuk memasang tenda sebagai pijakan gambar yang akan dipamerkan.

Pengunjung Antusias Memandang Foto (Dokpri)
Pengunjung Antusias Memandang Foto (Dokpri)
Esoknya, walau masih kurang tidur, saya harus memasang foto satu persatu sebelum acara dibuka pukul delapan pagi. Untunglah saya membawa teman yang membantu memasang foto, karena teman-teman komunitas sebagian belum hadir, sebagian juga sibuk mengurus boothnya sendiri. Tepat pukul delapan selesai sudah pemasangan foto dan kami siap tampil di ICD 2018 Malang.

Kenang-Kenangan dari Koteka untuk Bolang (Dokpri)
Kenang-Kenangan dari Koteka untuk Bolang (Dokpri)
Alhamdulillah, cukup banyak peserta yang tertarik mendatangi booth kami. Karena niatnya bukan jualan, saya hanya membagikan stiker dan kartu pos edisi khusus ICD bagi yang mampu menebak tepat gambar yang dipamerkan. 

Ada sekitar 15 orang yang dapat door prize tersebut, disamping lomba tweet/insta story terhadap foto yang dipamerkan. Kelelahan mengemudi dari Jakarta hingga Malang terbayar sudah dengan ramainya pengunjung, total sekitar 70 orang yang mengisi buku tamu walau harus berbagi dengan komunitas Kutubuku yang dikomandani pak Thamrin Sonata.

Tolak Angin Selalu Tersedia di Dashboard Mobil (Dokpri)
Tolak Angin Selalu Tersedia di Dashboard Mobil (Dokpri)
Malam hari sekitar jam tujuh kami bereskan booth dan kembali ke hotel karena penyakit kembung mulai melanda. Maklum angin kencang di siang hari membuat perut mulai goyang terisi angin. Lagi-lagi Tolak Angin menjadi penyelamat yang memperlancar proses BAB dan membuat perut kembali menjadi lega. Karena terlalu lelah, saya harus melewatkan acara live music penutupan ICD di Taman Krida Budaya malam hari dan memilih tidur nyenyak agar esok menjadi lebih segar.

Tugu Simpang Lima Gumul Kediri (Dokpri)
Tugu Simpang Lima Gumul Kediri (Dokpri)
Dalam perjalanan pulang drama belum juga berakhir. Mbak Tamita yang ikut pulang ke Madiun terpaksa harus berangkat ke Solo karena hapenya tertinggal di mobil. Untung saya masih istirahat sambil pijat di Solo setelah minum Tolak Angin. 

Sorenya kami berangkat menuju Jakarta dengan harapan tiba sekitar pukul satu malam. Ternyata di Semarang macet total karena ada kecelakaan sehingga harus menunggu tiga jam hingga selesai evakuasi korban dan truk penabraknya. 

Akhirnya kami tiba di Jakarta pukul empat pagi setelah menempuh perjalanan sejauh 2036 Km selama empat hari. Terima kasih Tolak Angin yang selalu setia menemani perjalanan saya dan membuat perut saya lega sepanjang perjalanan hingga kembali ke Jakarta.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun