Mohon tunggu...
Dizzman
Dizzman Mohon Tunggu... Freelancer - Public Policy and Infrastructure Analyst

"Uang tak dibawa mati, jadi bawalah jalan-jalan" -- Dizzman Penulis Buku - Manusia Bandara email: dizzman@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Aktivitas Hari Raya, Safari Lebaran

14 Juni 2018   05:06 Diperbarui: 14 Juni 2018   05:24 1011
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suasana Sholat Iedul Fitri di Lapangan (Dokpri)

Zaman Orde Baru dulu, Menteri Penerangan Harmoko rajin melakukan safari Ramadhan, berkeliling ke seluruh Nusantara untuk bersilaturahmi dengan berbagai kalangan. Kalau Pak Harmoko bersafari di bulan Ramadhan, maka saya biasanya melakukan safari lebaran alias berkeliling ke sanak saudara dan travelling saat hari lebaran dan setelahnya.

Sewaktu kecil saya pasti merayakan lebaran di kampung halaman bersama orang tua. Mudik menjadi ritual tak tergantikan oleh telpon atau surat menyurat saat itu, kecuali saat saya ujian Ebtanas SMP terpaksa kami tak pulang kampung. Saat hari raya tiba, kami bersama-sama sholat Ied di lapangan dekat rumah kakek. Setelah selesai sholat dan kembali ke rumah, acara dilanjutkan dengan sarapan ketupat opor ayam dan sambel goreng, kemudian dilanjutkan bersalaman dan saling bermaaf-maafan dengan orang tua, kakek nenek, dan sanak saudara yang hadir di rumah kakek.

Siangnya, acara safari lebaran dimulai. Sebagai anak bungsu, orang tua wajib keliling ke rumah kakak-kakaknya yang lebih tua biarpun sebagian sudah bertemu di lapangan. Jumlahnya lumayan juga, ada sekitar belasan pakde dan bude yang harus disambangi karena masih tinggal sekampung dengan kakek. Belum lagi adik dan kakak dari kakek dan nenek yang juga tinggal di kampung yang sama. Seharian waktu dihabiskan untuk berkunjung dari satu rumah ke rumah yang lain.

Repotnya, ada satu kakak dari kakek yang tinggal di luar kota dan jaraknya lumayan jauh dari kampung halaman. Karena memegang teguh tradisi, kakek dan nenek kami harus menyambangi kakak mereka, dan kamilah yang mengantar ke rumah pakde buyut sekalian travelling esok harinya. Baru ketika pasangan kakak dari kakek kami meninggal, kami tidak pernah lagi berkunjung ke rumahnya. Sebagai gantinya, putra mereka berkunjung ke rumah kakek yang menjadi paman mereka.

Tradisi ini masih tetap berlanjut hingga beberapa tahun setelah kakek dan nenek tiada. Setelah semua saudara kakek dan nenek meninggal, tradisi ini dilanjutkan oleh cucu-cucunya, tapi tak lagi di kampung melainkan di Jakarta karena semua anak-anaknya merantau. Hanya situasinya sudah tak seramai dulu karena masing-masing sudah berkeluarga sendiri-sendiri dan juga harus bergantian berkunjung ke rumah keluarga pasangannya termasuk saya.

Setelah saya berkeluarga, tradisi ini ditularkan ke keluarga pada anak-anak. Setelah mengunjungi orang tua di Jakarta, kami berangkat ke Bandung untuk berkunjung ke rumah neneknya bocah sekaligus bersilaturahmi dengan pakde bude dan paman bibi. Setelah itu kami travelling ke Jawa Tengah untuk bersilaturahmi dengan keluarga ortu yang masih ada. Sisa waktu libur dimanfaatkan untuk keliling Jawa atau ke kota-kota lain yang jarang dikunjungi.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun