Mohon tunggu...
Dizzman
Dizzman Mohon Tunggu... Freelancer - Public Policy and Infrastructure Analyst

"Uang tak dibawa mati, jadi bawalah jalan-jalan" -- Dizzman Penulis Buku - Manusia Bandara email: dizzman@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Orang Indonesia Memang Lelet

23 April 2018   16:18 Diperbarui: 23 April 2018   16:27 252
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

"Panggilan terakhir buat penumpang pesawat tujuan Yogyakarta, agar segera naik ke pesawat udara karena pesawat akan segera diberangkatkan," gema pengeras suara mengingatkan penumpang yang masih tertinggal untuk segera naik. Saya mencatat setidaknya tiga kali pengumuman tersebut disampaikan dalam selang sekitar tiga-empat menit. Baru pas panggilan terakhir nampak tiga orang tergopoh-gopoh membawa tas koper besar untuk boarding ke dalam pesawat.

Beberapa kali saya tertidur saat sudah duduk di dalam pesawat, dan pas bangun ternyata belum juga berangkat. Rupanya ada penumpang yang terlambat naik ke pesawat dan tampak seperti pejabat penting negeri ini. Pesawat terlambat setengah jam gara-gara nunggu orang penting, sementara para penumpang sudah gelisah karena berbagai keperluan setelah mendarat nanti. Jadi yang namanya delay tidak melulu karena keselamatan pesawat, tapi karena 'menyelamatkan' orang penting agar bisa terbang.

Itulah yang namanya bos, maskapai seperti milik nenek moyangnya sendiri. Datang menjelang pintu pesawat ditutup, masih mending kalau pemeriksaan ga ngantri. Saya paling malas menemani bos terbang, mending dia terbang dulu atau saya duluan, karena ga enak kalau doi ditinggalin sementara kita sudah cemas takut ketinggalan pesawat. Pernah satu kali doi terlambat dan akhirnya ditinggal pesawat karena kelamaan menunggu dan toa di bandara sudah lelah memanggil nama beliau.

Saya tidak mengerti kenapa masih banyak orang, bahkan yang sudah sering naik pesawat sekalipun, masih saja menganggap bandara seperti terminal bis atau stasiun kereta api. Mereka datang selalu mepet dengan waktu keberangkatan dengan alasan malas menunggu terlalu lama di bandara. Padahal lalu lintas ke bandara apalagi di kota besar seperti Jakarta dan Surabaya sulit diprediksi. Keberadaan kereta bandara memang sedikit membantu, tapi percuma kalau jalan ke stasiun juga macet.

Itu baru naik pesawat, coba perhatikan pas naik MRT di luar negeri seperti Singapura atau Hong Kong misalnya. Ketika orang lain berlarian naik MRT, orang kita tampa jalan santai bahkan sampai menutup eskalator, padahal jelas sudah diatur bahwa sisi kanan hanya untuk mendahului, kalau mau diam berdirilah di sisi kiri. Pas menyeberang jalan juga begitu, ketika orang ramai-ramai menyeberang dengan cepat, orang kita leletnya minta ampun.

Lelet sepertinya sudah menjadi budaya yang sulit untuk diberantas. Jangan ditanya lagi kalau jadwal rapat nyaris tidak pernah tepat waktu. Macet selalu jadi kambing hitam untuk menyalahkan leletnya sebuah acara. Sudah itu mikirnya juga lemot jadi sering tidak nyambung pas diskusi rapat. So. mulai sekarang biasakan untuk tidak lelet karena dampaknya bukan hanya kepada pribadi, tapi juga orang lain yang menunggu dengan cemas kapan pesawat diberangkatkan. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun