Tulisan ini sebenarnya ingin menanggapi keluhan hilangnya akun K beberapa rekan kami, juga akun-akun lain di media sosial termasuk akun saya sendiri yang juga pernah mengalami hal yang sama.
Kemajuan teknologi terutama teknologi digital di satu sisi sangat membantu manusia memecahkan masalah, namun di sisi lain justru sebenarnya malah menimbulkan masalah baru yang tidak kalah pelik dari masalah saat masih bersifat analog, seperti kasus hilangnya/dihapuskannya akun-akun yang dianggap bermasalah.
Berkembangnya teknolog digital tak lepas dari angka '0' dan '1', yang berarti hanya ada kata 'ya' dan 'tidak', atau 'hitam' dan 'putih'. Tidak ada toleransi 1/2 atau 1/4, atau tenggang rasa karena suatu alasan tertentu, pokoknya ya hanya '0' dan '1'.
Ketika kita dianggap melanggar tata tertib yang dibuat manusia di era digital, maka keberadaan kita langsung di nol kan tanpa penjelasan kecuali hanya FAQ saja, walau katanya sudah memiliki akun selama 3 tahun lebih tanpa masalah.
Para admin tidak peduli apakah umur akun Anda baru sehari atau setahun atau bahkan seabad, kalau melanggar terms and condition yang berlaku, hukumannya langsung hapus akun tanpa ampun.
Saya sendiri pernah mengalami ketika akun Instagram saya tiba-tiba diblokir. Ketika saya tanya alasannya, hanya mesin yang menjawab dengan jawaban FAQ saja tanpa menyebut secara spesifik jenis kesalahannya apa. Padahal saya sudah klarifikasi melalui email termasuk berfoto seperti tahanan dengan papan nama akun kita, tetap saja tidak dianggap oleh admin. Mereka sudah menganggap kita salah dan layak untuk dibumihanguskan akunnya, tak peduli usianya sudah lebih dari tiga tahun tanpa masalah.
Saya menyadari mungkin bisa saja tiap hari ada ribuan akun baru dibuat untuk mengacaukan medsos dengan mengirim berita-berita hoax atau komentar-komentar tanpa etika. Adminpun juga mungkin pusing memilah ribuan akun tersebut, mana akun baru mana yang sudah karatan.
Jadi ketika dianggap melanggar ketentuan langsung hajar tanpa klarifikasi lagi. Lagipula mungkin sang admin capek kalau harus satu persatu diklarifikasi karena jumlahnya bisa ribuan dalam sehari.
Itu baru kasus di medsos, belum lagi kasus-kasus lain menyangkut teknologi digital, seperti kesalahan ketik satu huruf, bahkan satu capslock saja membuat seseorang tidak bisa memasuki suatu negara karena nama di paspor berbeda dengan visa, atau ID Card yang lain karena kealpaan mencek kembali dokumen.
Demikian pula denda hutang kartu kredit, begitu lewat satu detik saja dari tanggal jatuh tempo, tanpa ampun langsung dikenakan denda besar, padahal bisa saja debitur lupa atau telat sepersekian detik di ATM terdekat, atau bisa saja ATM nya mati sehingga tidak bisa bayar.
Hidup di era teknologi informasi membuat manusia jadi saling curiga satu sama lain bahkan akhirnya saling 'membunuh' di antara mereka. Tak ada lagi ruang klarifikasi atau pembelaan, padahal secara hukum seharusnya ada praduga tak bersalah sebelum divonis dengan kekuatan hukum tetap.