Mohon tunggu...
Dizzman
Dizzman Mohon Tunggu... Freelancer - Public Policy and Infrastructure Analyst

"Uang tak dibawa mati, jadi bawalah jalan-jalan" -- Dizzman Penulis Buku - Manusia Bandara email: dizzman@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Pulau Seram Tak Seseram Namanya

7 April 2016   08:12 Diperbarui: 7 April 2016   13:03 618
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Penanda Kota Masohi di Kaki Bukit (Dokpri)"][/caption]Pulau Seram merupakan pulau terbesar di Provinsi Maluku dan terletak di sebelah utara Pulau Ambon. Dari Pelabuhan Tulehu yang terletak sekitar 20 KM utara Kota Ambon, saya naik kapal cepat menuju Kota Masohi yang merupakan ibukota Kabupaten Maluku Tengah. Perjalanan memakan waktu kurang lebih satu setengah jam melintasi selat antara pulau-pulau Haruku dan Saparua dengan Seram.

Kapal mendarat di pelabuhan Amahai yang terletak sekitar 5 Km dari Masohi. Dari Amahai saya naik angkutan perdesaan menuju Masohi dan diantar langsung ke depan hotel yang berada di belakang pasar.

[caption caption="Kapal Cepat Tujuan Ambon - Masohi Siap Berangkat (Dokpri)"]

[/caption]Awalnya saya menganggap pulau Seram itu memang benar-benar seram. Namun setelah menginjakkan kaki disana, tak terasa sedikitpun rasa seram, malah justru kesunyian menghampiri. Sepanjang perjalanan ke Masohi boleh dikatakan jarang sekali berpapasan dengan kendaraan lain. 

Bahkan ketika tiba di kota Masohi, tidak terlalu tampak keramaian baik kendaraan maupun manusia. Hanya di pasar saja tampak keramaian, itupun di pagi hari kala saya baru saja membuka jendela kamar hotel. Selebihnya kembali sepi, hanya tampak satu dua orang saja melintas, atau nongkrong di warung.

[caption caption="Tukang Bakso Berjualan di Jalan Sepi (Dokpri)"]

[/caption]Setelah menghabiskan waktu satu hari untuk urusan dinas dan jalan-jalan keliling kota, esok paginya saya harus menuju Pulau Haruku. Karena tak ada kapal langsung dari Amahai, menurut supir angkot yang kami sewa, kita harus menuju arah Kairatu di Seram Bagian Barat untuk menyeberang dengan speedboat. Saya setuju saja dan kami langsung bersiap-siap berangkat menuju Kairatu yang berjarak sekitar 125 Km dari Masohi melintasi Trans Seram yang merupakan satu-satunya jalan penghubung di pulau tersebut.

[caption caption="Jalan Nan Sunyi Membelah Perkebunan Kelapa dan Kakao (Dokpri)"]

[/caption]Kondisi jalan yang relatif mulus dan sepi membuat supir mengendarai mobil dengan kecepatan seperti di jalan tol. Beberapa kali kami hampir terbang di tikungan akibat kecepatan tinggi saat berbelok. Saking sepinya, di beberapa ruas tertentu justru sering terjadi kecelakaan.

Saat kami lewat di sebuah jembatan, baru saja terjadi kecelakaan antara mobil dengan motor dari arah yang berlawanan karena sama-sama ngebut dan tidak bisa mengendalikan kemudi saat menuruni jembatan yang cukup tinggi. Jadi walaupun jalan relatif kosong, bukan berarti kita bisa ngebut seenaknya karena bisa saja tiba-tiba ada orang atau motor menyeberangi jalan.

[caption caption="Perkampungan Penduduk di Sisi Trans Seram (Dokpri)"]

[/caption]Selepas kota Masohi, rumah-rumah penduduk mulai jarang terlihat hingga pertigaan Negeri (desa) Bunei. Kami ambil lurus ke arah barat ke Kairatu, sementara bila belok kanan menuju Sawai dan Kabupaten Seram Bagian Timur. Sepanjang perjalanan kami melintasi perkebunan coklat dan kelapa milik PTPN XIV dan permukiman para transmigran. 

Menurut supir, para transmigran tersebut berasal dari Jawa, sementara itu suku lain di luar orang Maluku adalah Bugis yang mendiami pulau ini. Pantas saja, ketika malam hari saya cari makan, cukup banyak pedagang Soto Lamongan atau Pecel Lele mangkal di depan pasar.

[caption caption="Pantai Seram Selatan yang Masih Perawan (Dokpri)"]

[/caption]Di tengah perjalanan, tampak sekelompok orang memanggul durian, sepertinya habis panen dan entah hendak dibawa kemana. Saya langsung meminta supir untuk berhenti sejenak dan membeli durian yang mereka bawa. Rupanya durian tersebut baru saja diambil dari kebun mereka dan hendak dijual, namun karena tempat jualannya agak jauh dan sulit angkutan, maka durian tersebut dipanggul dengan berjalan kaki. 

Rasanya cukup manis walaupun tidak terlalu tebal, dan buahnya juga tidak terlalu besar. Tak terasa hampir separuh bawaan mereka ludes dimakan di tempat dan uang limapuluh ribu melayang sebagai penggantinya. Cukup murah untuk sekitar lima buah durian ukuran sedang dengan rasa manis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun