Mohon tunggu...
Diyanah Sidin
Diyanah Sidin Mohon Tunggu... Administrasi - Karyawan swasta

Anak Humas di UPI YAI. InsyaAllah akan jadi HUMAS, kalo udah wisuda. Jadi Humas beneran....wkwk

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

"Ride Sharing": 2 kata untuk Mengurangi Kemacetan DKI Jakarta

6 November 2017   01:31 Diperbarui: 6 November 2017   08:13 868
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Tiada hari tanpa macet, itulah stigma tentang Jakarta. Pagi, siang, sore bahkan malam pun macet tetap ada di jalan-jalan Jakarta. Tidak ada seorang pun warga yang tinggal dan bekerja di Jakarta tidak mengalami hal macet. Entah macet karena sehabis hujan, jalan tergenang air alias banjir, masuk/keluar pintu tol, palang pintu kereta api, ada kecelakaan kendaraan di jalan, bahkan di daerah yang jauh dari jalan raya pun macet.

Sebernarnya macet di Jakarta adalah rantai permasalahan yg berkesinambungan. Kenapa selain pengendara lebih memilih satu kendaraan satu pengendara demi eksistensi di era Milenial dan Reputasi pribadi atas keberhasilan kerja, jalan yang tidak memadai dan infrastuktur moda transportasi yang tidak menampung kebutuhan warga Jakarta.

Kendaraan di Jakarta, data tahun 2014 adalah 17.523.967, unit yang didominasi oleh kendaraan roda dua dengan jumlah 13.084.372 unit. Diikuti dengan mobil pribadi sebanyak 3.226.009 unit, mobil barang 673.661 unit, bus 362.066 unit, dan kendaraan khusus 137.859 unit, naik 12% tiap tahunnya. jumlah kendaraan bermotor di Jakarta dan sekitarnya bertambah sebanyak 5.500 hingga 6.000 unit kendaraan per hari. Ditambahlagi diimbang pertumbuhan jalan, hanya 0,01%. Info dari Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Polisi Martinus Sitompul.

Bagaimana dengan tahun 2017?

"kemacetan di Jakarta ada 2 masalah, pertama jumlah kendaraan yang melebihi kapasitas jalan dan kedua dalam waktu bersamaan di Jakarta sedang dibangun LRT, MRT, Jalan Layang dan Underpass." Menurut pengamat Transportasi Darmatyas.

Pertanyaannya, bagaimana jika akan terus seperti ini jika permasalah macet tidak terpecahkan bahkan menjadi masalah alot yg tidak akan ada jalan keluarnya. Akan kah Jakarta menjadi kota yg tidak bisa bergerak. Ada 2 sudut pandangan mengatasi macet untuk Jakarta.

Dari sudut pengendara, pengendara yang baik harus bijak dalam mengendara untuk mencapai suatu tempat tujuan entah kerja bahkan pergi hangout.Bukan mencari pamor/eksistensi menggunakan kendaraan pribadi untuk penumpang satu orang satu tapi harus berfikir efesiensi waktu dan efisiensi biaya. Jika pengendara tetap memilih satu kendaraan satu orang, bagaimana volume kendaraan dijalan pasti akan macet, belum lagi BBM yang dikeluarkan saat macet saat lebih banyak dari normal, satu lagi karena makin banyak kendaraan sudah cari tempat parkir ditambah lagi biaya parkir perjam cukup mahal untuk kendaraan bermotor itu 2.000/perjam dan mobil 4.000/jam.

Kenapa tidak berfikir simple dan legowo, maksudnya berfikir simple adalah jika ada teman yang satu kerjaan kan bisa ride sharing (berkendara bersama). Toh lebih seru juga, jika pergi ke tempat kerja ada temannya selain ada teman ngobrol untuk sekadar bahas hal ringan tidak seperti pergi sendiri membisu di jalan dan untungnya bisa irit biaya. Atau ga, ride sharing bareng teman-tema satu gangan naik angkutan umum atau moda transportasi yg sudah disediakan Pemkob Jakarta. Efeknya dahsyat adalah mengurangi jumlah kendaraan dijalan. Berfikit legowo maksudnya adalah jangan mengejar eksistensi dan reputasi bela-belain bawa kendaraan pribadi. Tapi berfikir bagaimana jika ke tempat kerja bisa tepat waktu tanpa diselimuti rasa macet yang hinggap di kepala.

Dengan berfirkir seperti ini, kemungkinan besar jalan akan lancar tidak ada macet. Karena macet adalah hal rugi bagi pengendara. Bagaimana tidak menurut Survei perusahaan penyedia transportasi online, Uber, menemukan beberapa fakta tentang dampak kemacetan dan parkir di Jakarta. Consumer Communications Lead Uber Chatrine Siswoyo dalam keterangannya, Kamis (26/10/2017) menyebutkan, survei melibatkan sekitar lebih dari 1.000 responden di Jakarta. Diantara nya :

1. Pemilik mobil di Jakarta mengaku kerepotan karena tiga hal ini, yakni kemacetan, kesulitan mencari parkir, dan biaya parkir.

Survei tertinggi yang dikeluhkan masyarakat terkait kemacetan (84 persen). Baru kemudian diikuti kesulitan mencari parkir (60 persen) dan biaya parkir yang tinggi (45 persen).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun