Syarat Sah Perjanjian Menurut KUH Perdata: Apa yang Perlu Diperhatikan?
Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering membuat perjanjian, baik secara lisan maupun tertulis. Mulai dari transaksi jual beli, sewa rumah, hingga kerja sama bisnis, semuanya melibatkan perjanjian. Tapi, tahukah kamu bahwa tidak semua perjanjian dianggap sah di mata hukum?
Menurut Pasal 1320 KUH Perdata, ada empat syarat utama agar sebuah perjanjian bisa dianggap sah. Apa saja yang perlu diperhatikan? Yuk, kita bahas satu per satu!
Baca Juga: Peran KPK Dalam Pemberantasan Korupsi: Masih Kuat atau Melemah?
1. Ada Kesepakatan dari Kedua Belah Pihak
Syarat pertama, semua pihak yang terlibat dalam perjanjian harus sepakat secara sukarela. Artinya, tidak boleh ada unsur paksaan, penipuan, atau kesalahpahaman. Jika seseorang menandatangani perjanjian karena terpaksa atau tertipu, perjanjian itu bisa dibatalkan.
2. Pihak yang Membuat Perjanjian Harus Cakap Hukum
Tidak semua orang bisa membuat perjanjian yang sah. Dalam hukum, ada batasan mengenai siapa saja yang dianggap cakap untuk berkontrak, misalnya:
- Sudah berusia 21 tahun atau lebih, atau sudah menikah.
- Tidak dalam kondisi yang membuatnya tidak mampu bertindak secara hukum, seperti mengalami gangguan mental.
- Tidak sedang dinyatakan pailit, terutama jika perjanjian berkaitan dengan keuangan.
Kalau salah satu pihak tidak memenuhi syarat ini, perjanjian bisa dianggap tidak sah atau bisa dibatalkan.
3. Harus Ada Objek yang Jelas