Mohon tunggu...
Ditta Atmawijaya
Ditta Atmawijaya Mohon Tunggu... Editor

Pencinta tulisan renyah nan inspiratif

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Rumah Subsidi, Tetapi Tak Cukup untuk Tinggal

20 Juni 2025   07:30 Diperbarui: 20 Juni 2025   09:22 70
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Image by Kolibrik (Pixabay)

Rumah subsidi selalu terdengar seperti harapan: harganya lebih ringan, cicilannya lebih bersahabat. Namun, benarkah itu sudah cukup?

Sebagai ibu rumah tangga, aku belajar bahwa rumah bukan cuma tempat tinggal. Ia adalah tempat hidup berlangsung, hari demi hari. Dari situlah aku mulai bertanya, apa arti "layak huni" bagi keluarga kecil seperti kami?

 

Dari Cicilan Ringan ke Kenyataan Berat
Wulan, temanku, pernah menyambut harapan itu dengan semangat. Ia dan suaminya adalah pasangan muda yang sama seperti banyak orang lain: bekerja di Jakarta dengan penghasilan pas-pasan, sambil menabung sedikit demi sedikit demi bisa punya rumah sendiri.

Ketika mendengar tentang program rumah subsidi di wilayah timur Jakarta, mereka langsung antusias. Uang muka ringan, cicilan tak sampai satu juta; rasanya seperti mimpi yang jadi nyata. Sebuah pencapaian, pikir mereka, di usia muda sudah punya rumah sendiri.

Namun, kebahagiaan itu hanya bertahan sebentar.

Rumah yang mereka miliki ternyata berjarak lebih dari dua jam dari tempat kerja. Tak ada stasiun, tak ada angkutan umum, bahkan jalan utama masih berbatu dan sering tergenang. Biaya transportasi melonjak, energi terkuras, waktu untuk anak hampir tak ada. Lelah di jalan, stres di rumah.

"Aku punya rumah, tapi seperti tinggal di halte," katanya.

Kini rumah itu kosong. Mereka kembali menyewa kamar di dekat tempat kerja. Setiap awal bulan, cicilan rumah tetap harus dibayar, meski rumah itu tidak mereka tinggali.

Rumah Kecil Bukan Masalah—Kalau Manusiawi
Aku mendengar, pemerintah berencana mengurangi ukuran rumah subsidi menjadi hanya 18 meter persegi. Katanya, agar cicilannya lebih ringan.

Sebagai ibu rumah tangga, aku memahami dan menyambut gembira niat baik itu. Namun, langsung terlintas berbagai gambaran dalam pikiranku.

Di ruang sekecil itu,
di mana anakku bisa belajar dengan tenang?
Di mana aku bisa memasak dengan aman jika anak suka berlari ke sana-sini?
Di mana suami bisa beristirahat tanpa terganggu suara dapur?
Di mana ada udara cukup untuk membantu pulih saat kami sakit?

Bagaimana mungkin ruang sekecil itu cukup untuk hidup yang utuh?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun