Mohon tunggu...
Ditha Aditya P
Ditha Aditya P Mohon Tunggu... Lainnya - Be different be you are

Be different be you are

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kesenjangan Komunikasi antara Orangtua dan Anak

23 Februari 2021   11:19 Diperbarui: 24 Februari 2021   12:43 610
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Apa yang kalian pikirkan ketika mendengar kata "keluarga"? Sebagian orang menganggap keluarga itu merupakan prioritas yang paling utama. (Friedman 1998) mendefinisikan  keluarga itu sekumpulan orang yang dihubungkan oleh perkawinan, adopsi dan kelahiran yang bertujuan menciptakan dan mempertahankan budaya yang umum, meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional dan social dari individu-individu yang ada di dalamnya  yang terlihat dari pola interaksi yang saling ketergantungan untuk mencapai tujuan bersama.

Peran orangtua di dalam lingkungan keluarga terhadap anaknya memegang peranan yang sangat penting. Orangtua bertanggung jawab atas proses pembentukan perilaku anak, sehingga diharapkan orangtua dapat memberikan arahan dalam hal positif, mengawasi, dan membimbing perkembangan anak yang melibatkan interaksi antara orangtua dan anak di lingkungan keluarga.  Keluarga merupakan lingkungan pendidikan pertama dan utama bagi anak, karena disini anak jadi mengetahui segala sesuatu.

Menurut Yusuf (dalam Gunawan 2013 : 226) pola komunikasi orangtua dikategorikan menjadi 3, yaitu :

A. Pola Komunikasi Membebaskan (Permissive)

Pola komunikasi permisif ditandai dengan adanya kebebasan tanpa batas kepada anak untuk berbuat dan berperilaku sesuai dengan keinginan anak. Pola komunikasi permisif atau dikenal pula dengan pola komunikasi serba membiarkan adalah orangtua yang bersikap mengalah, menuruti semua keinginan, melindungi secara berlebihan, serta memberikan atau memenuhi semua keinginan anak secara berlebihan. Dalam banyak hal juga anak terlalu diberi kebebasan untuk mengambil suatu keputusan. Jadi anak tidak merasa dipedulikan oleh orangtuanya, bahkan ketika anak melakukan suatu kesalahan orangtua tidak menanggapi sehingga anak tidak mengetahui dimana letak kesalahan yang telah ia perbuat atau hal-hal  yang semestinya tidak terjadi dapat terulang berkali- kali.

B. Pola Komunikasi Otoriter (Authoritarian)

Pola komunikasi otoriter ditandai dengan orangtua yang melarang anaknya dengan mengorbankan otonomi anak. Pola komunikasi otoriter mempunyai aturan-aturan yang kaku dari orangtua. Dalam pola komunikasi ini, sikap penerimaan rendah, namun kontrolnya tinggi, suka menghukum, bersikap mengkomando, mengharuskan anak untuk melakukan sesuatu tanpa kompromi, bersikap kaku, cenderung emosional dan bersikap menolak.

Dalam pola ini, orangtua berpendapat bahwa  anak memang harus mengikuti aturan yang diterapkan. Sebab apapun peraturan yang ditetapkan orangtua semata-mata demi kebaikan anak. Orangtua tak mau repot- repot  berpikir bahwa peraturan yang kaku seperti itu justru akan menimbulkan serangkaian efek. 

C. Pola Komunikasi Demokratis (Authoritative)

Pola komunikasi orangtua dengan demokratis pada umumnya ditandai dengan adanya sikap terbuka antara orangtua dengan anak. Mereka membuat semacam aturan- aturan yang disepakati bersama. Orangtua yang demokratis ini yaitu orangtua yang mencoba menghargai kemampuan anak secara langsung. Orangtua dengan pola komunikasi ini akan mementingkan kepentingan anak, tetapi tidak ragu mengendalikan mereka. Orangtua yang menerapkan pola komunikasi demokratis akan bersikap akan bersikap rasional, selalu mendasari tindakannya pada rasio atau pemikiran-pemikiran dan orangtua bersikap realistis terhadap kemampuan anak, memberikan kebebasan pada anak untuk memilih dan melakukan suatu tindakan dan pendekatan pada anak bersifat hangat. Orangtua mendorong anak-anak agar mampu bersikap mandiri meski tetap menetapkan batasan yang jelas terhadap pengendalian atas tindakan anak-anak mereka, komunikasi terjadi secara dua arah, sikap orangtua yang mencerminkan kehangatan dan penuh kasih sayang.

Berdasarkan pola komunikasi di atas, dapat kita simpulkan bahwa  pola komunikasi demokrasi adalah bagian dari pola asuh orangtua yang pada dasarnya menginginkan yang terbaik bagi anak-anak mereka. Penerapan pola asuh yang salah memiliki dampak bagi psikologis anak, karena yang diterapkan pola asuh  otoriter itu tipe pola asuh yang membatasi anaknya dan menghukum. Orangtua dengan pola ini sangat ketat dalam memberikan batasan dan kendali yang tegas terhadap anak-anak, serta komunikasi verbal yang terjadi juga lebih satu arah. Orangtua tipe otoriter umumnya menilai anak sebagai objek yang harus dibentuk oleh orangtua yang merasa "lebih tahu" mana yang terbaik bagi anak-anaknya. Anak yang diasuh dengan pola otoriter sering kali terlihat kurang bahagia, ketakutan dalam melakukan sesuatu karena takut salah, minder, dan memiliki kemampuan komunikasi yang lemah. Dampaknya orangtua yang bersikap otoriter yaitu  anak takut berkomunikasi dengan orangtua, anak merasa diremehkan dan tidak dianggap oleh orangtua,  anak mengalami aturan yang terlalu berat, dan mereka tidak memiliki waktu belajar dan bermain, dan anak tidak menghargai atau menghormati orangtua.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun