Proklamator kita yaitu Bung Karno pernah berkata bahwa kolonialisme (di Indonesia) memang sudah berakhir, namun revolusi masih ada dan terus akan ada. Kata-kata itu abadi sampai saat ini karena berbagai ancaman memang menghadang kesatuan negeri ini
Sehingga kata-kata itu masih relevan untuk zaman kini. Penjajah memang sudah berakhir, namun rintangan lain sampai saat ini masih ada. Apa itu ?
Rintangan atau ancaman ini sudah bermetamorphosa menjadi faham yang berasal dari luar Indonesia, nyaris tak terlihat karena berkedok agama dan sifatnya menolak paham kebangsaan (anti nasionalisme). Faham ini sering disebut faham transnasional -- dan ini berasal dari luar Indonesia. Menurut mereka urusan agama terpisah dari urusan negara. Sehingga sesuatu yang untuk negara sering mereka tentang.
Konsep negara yang mereka dukung adalah negara Islam dengan system khilafah -- seperti kekhilafahan Utsmani Turki yang pernah dominan di tingkat global. Support kepada konsep negara seperti ini nyata ketika ISIS berusaha menguasai Suriah dan ingin menggantinya dengan system negara Islam.Â
Dalam konsep kekhilafahan, seringkali para pendukung konsep ini meniadakan kearifan lokal atau nilai-nilai budaya lokal yang dimiliki sebuah negara. Mereka yakin bahwa budaya lokal atau kearifan lokal pasti bertentangan dengan ajaran Islam. Inilah rintangan itu -- revolusi yang menurut Bung Karno tidak akan pernah berakhir.Â
Konsep mereka itu sangat tidak relevan dengan masyarakat Indonesia yang punya budaya dan kearifan lokal yang sangat kaya. Burung Garuda sebagai Lambang negara membawa panji Pancasila dan tulisan Bhinneka Tunggal Ika yang merupakan potret riel dari Indonesia. Ratusan bahkan ribuan perbedaan di Nusantara membawa satu spirit untuk bersatu menjadi sebuah Nation. Sehingga bisa disimpulkan bahwa kekhilafahan bertentangan dengan spirit negara bangsa (nation state) yang menjadi dasar Indonesia.Â
Kita ingat apa yang dilakukan oleh KH Hasyim Asyari saat musuh menyerang Indonesia yang sudah memproklamirkan kemerdekaannya. Beliau mengeluarkan fatwa jihad untuk mengimbau para laki-laki muslim untuk melawan niat musuh tersebut. Perlawanan itu nyata karena kemudian seorang Jenderal Inggris tewas di Surabaya. Itu yang kemudian memicu pertempuran 10 November 1945 yang dahsyat itu.Â
Relevan dengan zaman sekarang yang berhadapan dengan tantangan yang kini kita hadapi berupa faham yang alih-alih berkedok agama, jihad yang harus kita lakukan sekaang adalah jihad melawan faham transnasional yang sangat tidak sesuai dengan Indonesia.Â
Karena itu kita harus mampu membumikan Islam moderat, cinta damai dan plural. Hanya itu jawaban kita melawan musuh yang tak kelihatan itu.