Mohon tunggu...
Dita Utami
Dita Utami Mohon Tunggu... Administrasi - ibu rumah tangga

ibu rumah tangga yang peduli

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Bangsa Kita yang Kaya Warna

4 Juni 2022   10:33 Diperbarui: 4 Juni 2022   10:57 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Kelonggaran pengajaran ideologi Pancasila di masyarakat baik di kalangan pendidikan maupun pada Aparatur Negara (ASN) pada periode 2000 -- 2018 dan penetrasi teknologi dan media sosial rupanya harus dibayar mahal oleh bangsa kita.

Kenapa ?

Rupanya kelonggaran itu dimanfaatkan oleh para pemuja faham radikal --terorisme untuk masuk di berbagai bidang dalam masyarakat, termasuk bidang pendidikan dan birokrasi seperti yang saya kemukakan di atas. Selain itu juga masuk pada relung hati para wanita dan mereka membawa anak-nak mereka pada faham radikal yang kerap mereka dapatkan di pengajian-pengajian eksklusif.

Pada saat ini banyak sekali komponen masyarakat yang terpapar atau terpapar sebagian oleh ideologi radikal meski mereka sering tidak paham (jika radikal). Karena itu di medsos sering kita temukan perbantahan dan klaim yang dilakukan oleh anggota masyarakat.

Salah satu bukti soal di atas adalah peristiwa yang kita bisa lihat pada sepekan terakhir. Ada dua isu besar terkait radikalisme dan terorisme di ruang publik kita. Pertama adalah penangkapan seorang mahasiswa jurusan Hubungan Internasional Fisip universitas Brawijaya Malang --jawa Timur. Mahasiswa yang dikenal sebagai anak pintar dan menguasai isu-isu luar negeri khususnya Timur Tengah ini ditangkap karena diketahui menyebarkan narasi-narasi pro ideologi ISIS di media sosial dan aktif menggalang dana dan merencanakan aksi teror yang menyasar kantor aparat dan masyarakat umum.

Peristiwa kedua adalah beredarnya video konvoi khilafah di sejumlah wilayah di Jawa mulai dari Brebes, Tegal hingga Jakarta Timur. Konvoi khilafah itu bukan membawa bendera Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) atau Front Pembela Islam (FPI) melainkan organisasi radikal yang mungkin baru di kuping kita yaitu Khilaful  Muslimin . Terlihat di video bahwa mereka beratribut hijau-hijau, membawa bendera tauhid, serta poster-poster propaganda khilafahisme.

Meski tidak membawa bendera HTI atau FPI kita bisa pahami bahwa itu bentuk lain dari ideologi trnasnasional dan bersifat radikal yang tidak cocok dengan kebangsaan kita yang pluralis. Bangsa kita yang punya umat Islam,  Kristiani, Hindu, Budha , Khong Hu Cu dan beberapa Aliran Kepercayaan juga berbegai etnis turut membentuk dan memperkuat bangsa ini. Indonesia tidak hanya milik satu umat saja, atau satu etnis saja tapi berbagai macam umat dan golongan seperti saat pada pembentukan Indonesia.

Memang tidak mudah untuk bersatu, tapi cita-cita untuk membuat bangsa ini satu warna dalam satu agama tertentu, sangat tidak mungkin. Bagaimana dengan masyarakat yang berada di Bali dan jadi salah satu daerah yang kita bangggakan. Bagaimana dengan etnis keturunan China yang mendiami sebagian Sumatera, sebagian kalimantan , Jawa bahkan Sulawesi. Nenek moyang mereka juga berjuang demi kemerdekaan Indonesia dengan berbagai cara.

Karena itu berhentilah untuk menjadikan bangsa ini menjadi "satu warna bahkan satu ideologi yang tidak cocok dengan kebangsaan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun