Mohon tunggu...
Dita Utami
Dita Utami Mohon Tunggu... Administrasi - ibu rumah tangga

ibu rumah tangga yang peduli

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Agama dan Relasi Sosial

20 Maret 2021   11:47 Diperbarui: 20 Maret 2021   11:53 126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
hai bunda, sumber: istockphoto.com

Kita tahu bersama bahwa pelajaran agama memang sangat penting bagi kita karena itu adalah dasar dari kehidupan sebagai mahluk Tuhan. Orientasi pendidikan agama menyangkut banyak hal dan bersifat luas, seperti upacara, ritual, symbol-simbol dan sejumlah kewajiban formal sebagai umat beragama.

Selain itu makna beragama sejatinya adalah bagaimana mengimplementasikan itu dalam kehidupan sehari-hari ; melakukan salat dengan rajin dan khusuk, menjalankan perintahnya seperti bersedekah dan jika mampu melakukan ibadah haji, namun yang jauh lebih penting adalah agama dapat membuat kita punya sifat toleran, inklusif dan humanistis.

Ini memang menjadi tantangan kita semua karena tidak semua pihak dapat mewujudkannya. Kita bisa meliat banyak pihak yang salah dalam menafsirkan perintah dan teks dalam kitab suci sehingga terkesan agama kita itu penuh amarah kepada pihak lain. Kenapa ?

Itu karena tak lain karena pelajaran agama selalu menekankan hal-hal dangkal seperti halal-haram, kafir-seiman dan simbolik-simbolik yang sering menjadi perdebatan banyak kalangan. Memaknai agama lebih dari sekadar halal haram dan kafir seiman yaitu harmoni dengan sesama, rukun dan saling menghargai menjadi hal yang sangat sulit karena bertahun-tahun sang anak atau bahkan kita dicekoki dengan pemaknaan-pemaknaan dangkal seperti itu.

Sebaliknya kita bisa memperbaikinya dengan cara memberikan ruang bagi pengenalan agama secara lebih dalam. Murid didorong untuk memahami konteks perintah dalam kitab suci -- jadi tidak sekadar teks. Dengan memahami konteks maka kita akan terbiasa berfikir secara holistic, memperhatikan agama tidak sekadar transedental (vertical saja) namun juga akan berhubungan dengan relasi-relasi sosial yang melingkupi manusia.

Cara berfikir ini juga yang dilakukan oleh para wali yang menyebarkan agama islam di tanah jawa pada masa abad pertengahan. Mereka mengajarkan tanpa kekerasan dan tidak selalu melarang cara-cara lama soal cara menyembah Tuhan, namun justru memakai itu untuk menyembah Tuhan. Sehingga saat itu Islam menjadi begitu dicintai dan akhirnya dipeluk oleh banyak pihak.

Dengan cara berfikir holistic, maka kita akan meninggalkan cara berfikir yang sempit dan kaku karena kita tidak akan mengabaikan aspek-aspek sosial, entah itu soal toleransi, keberagaman dan lain sebagainya. Tentu saja ini dengan tidak meninggalkan moral dan akhlak yang baik. Dengan tidak abai soal toleransi maka kita akan menjadi manusia yang taat beragama dengan relasi sosial yang juga baik.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun