Mohon tunggu...
Dita Utami
Dita Utami Mohon Tunggu... Administrasi - ibu rumah tangga

ibu rumah tangga yang peduli

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Jangan Biarkan Si Radikal Tumbuh

29 Januari 2021   23:53 Diperbarui: 30 Januari 2021   00:13 225
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sekitar seminggu lalu kita mendengar berita mengejutkan dari Aceh. Berita itu adalah tim Densus 88 menangkap lima orang terduga terkait teroris di Aceh, satu diantaranya adalah ASN yang bertugas di Pemda Aceh Timur. Sedang empat yang lain diketahui sebagai non ASN.

Dari mereka, tim dari Densus 88 dapat mengumpulkan transkrip pembicaraan di handphone dan media sosial, sejumlah alat untuk menyerang seperti tombak, busur, panah dan senjata lain serta sejumlah data di flash disk. Dari temuan itu didapat bahwa mereka berencana akan ke Afganistan dan bergabung dengan kelompok teroris di sana.

Berita itu mengejutkan kita, terlebih karena ada keterlibatan ASN dalam kegiatan seperti itu, meski itu bukan kali pertama diketahui terkait dengan kelompok-kelompok radikal. Terlebih dia adalah pegawai Pemda sehingga memiliki akses yang lebih banyak dari masyarakat kebanyakan.

Pemerintah dan sebagian masyakarat memang sudah tahu bahwa sebagian dari ASN memang terkait dengan kelompok-kelompok radikal. Fenomena keterlibatan mereka setidaknya terbantu oleh dua hal yaitu keterbukaan informasi bagi dan dari masyarakat. Kedua adalah presiden terpilih setelah era Gusdur-Megawati cenderung melakukan pembiaran terhadap kelompok radikal dan perasaan terdiskriminasi dari kelompok minoritas.

Pembiaran kelompok radikal itu berlangsung cukup lama yaitu sekitar sepuluh tahun dan menimbulkan dampak ideologis yang cukup dalam. Kelompok-kelompok itu menyusup ke banyak bidang seperti pendidikan, sosial bahkan pemerintahan. Mereka juga menyusup ke kelompok-kelopok agama informal seperti pengajian lokal. Situasi seperti itu tidak heran menimbulkan dampak yang besar, seperti eksklusifitas agama di banyak bidang seperti pendidikan, pemerintahan dan sosial.

Saking menariknya, kelompok-kelompok ini berhasil merekrut banyak orang untuk kembali mempengaruhi banyak orang lagi, sehingga membesar dan tersebar di banyak daerah seperti sekarang ini. Yang paling menyedihkan bahwa kaum ini juga ada di pemerintahan; yang notabene punya akses dan dana yang lumayan banyak. Mereka realtif tidak perlu mengemis atau bekerja keras untuk mendapat dana karena mereka punya akses ke jejaring yang diyakini punya banyak dana.

Begitu juga dengan pengajian-pengajian informal yang diadakan oleh masyakat. Mereka seringkali lebih radikal dari seorang ulama dalam menilai sesuatu karena seringkali mereka memakai pendakatan teks dibanding konteks, sehingga terjadi pemahaman yang kaku.

Kesalahan-kesalahan ini sudah sepatutnya untuk diperbaiki bersama. Kita harus bergotong royong untuk mengembalikan ini semua ke rel seharusnya, karena negara dan bangsa ini berdasarkan Pancasila yang mendasarkan pada keberagaman dan tidak ada supremasi atau dominasi satu agama atau satu faham terhadap faham yang lain.

Dengan bekerja memberantas faham-faham intoleransi dan radikalisme secara bersama-sama ini kita harap Indonesia bisa lebih padu dan menyatu. Memberantas daham-faham itu artinya kita menghargai dan menghormati kelompok yang berbeda dengan kita. Semoga.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun