Mohon tunggu...
Dita Magdalena
Dita Magdalena Mohon Tunggu... Lainnya - Yang terasa singkat semoga lebih bermakna

@ditamagdalena_

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Andai Saja...

6 Agustus 2020   19:28 Diperbarui: 6 Agustus 2020   19:25 214
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi : pexels.com

Tepat pukul delapan malam dihari itu, kau datang kepadaku. Jujur saja, aku sedikit terkejut dengan kehadiranmu, setelah berberapa waktu terakhir  kita tidak pernah bertemu. Namun saat melihat sorot matamu, aku tau bahwa kau ingin menceritakan sesuatu.

Dan benar saja, tanpa basa-basi kau menarik tanganku, dan mengajakku ke tempat biasa kita menghabiskan waktu. Ditemani dinginnya angin malam dan huru-hara kendaraan, kau pun mulai bercerita dan aku tanpa ragu mendengarkan.

Banyak sekali hal-hal yang kau ceritakan. Baik itu rutinitas pagi hingga malammu, tentang kehidupan kuliahmu, cita-citamu yang masih saja sama tidak pernah berubah sejak kita masih sekolah dulu, hingga cerita tentang sahabatmu yang namanya masih saja aku ingat satu persatu.

Disini, aku hanya bisa terdiam mendengar berbagai ceritamu, tak jarang aku ikut tersenyum tatkala melihat wajahmu yang sesekali tertawa lepas. Bahkan disetiap sela-sela ceritamu, kau masih menyempatkan diri untuk menatap kedua mataku.

Mendekati akhir ceritamu, kau terdiam sejenak. Aku menatapmu namun tatapanmu tidak lagi mengarah kepadaku. Tidak ada lagi senyum yang keluar dari wajahmu, dan hanya helaan nafas yang terdengar oleh telingaku. Jika sudah begini, aku langsung tau apa yang akan kau ceritakan selanjutnya.

"Andai saja aku dan dia....."

Lagi dan lagi, apapun arah pembicaraan kita, entah itu tentang perjalanan liburanmu, berbagai pengalaman seru saat kita masih sekolah dulu, dan cerita-cerita lainnya, selalu saja akan diakhiri dengan topik yang sama. Kau akan bercerita tentang dia yang selalu kau puja-puja, yang berhasil masuk dan memenuhi isi kepalamu, namun nyatanya kehadiranmu hanya mampu hingga zona pertemanan. Yang kini membuatmu bersandar pada harapan dan menumpuk banyak angan-angan.

"Mungkin, kau tak akan mengerti rasanya"

Aku tidak lagi memandang ke arahmu, hanya sibuk memainkan jari-jemari dan mengayunkan kedua kakiku. Mengiyakan setiap ucapan yang keluar dari mulutmu. Karena entah sejak kapan setiap kali kita sampai diakhir ceritamu aku tak tau harus berkata apa, lidahku selalu saja kelu untuk berbicara.

Hingga pada akhirnya, waktu kita untuk pulang pun telah tiba. Tidak ada lagi pembicaraan hangat selain suasana hening yang mengiringi perjalanan. Kau yang mungkin tengah fokus dengan jalanan, dan aku yang kini fokus memandangi punggungmu yang tegak.

Ketika sampai di depan rumah, kau menolak untuk mampir sebentar, sekedar melepas dahaga setelah bercerita panjang. Namun kau masih belum beranjak pulang, menatap ke arahku sambil menampilkan senyum manis andalanmu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun