Mohon tunggu...
Money

Perkembangan Fintech dalam Usaha Mikro di Indonesia

8 Mei 2019   21:53 Diperbarui: 9 Mei 2019   08:43 736
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

3. Komponen Pendukung Mikro Fintech

Perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) memberikan dampak yang baik bagi masyarakat di era informasi ini. Masyarakat telah dimudahkan untuk mencari berbagai macam informasi dengan adanya Teknologi Informasi dan Komunikasi (Porter, 2001). Salah satu contohnya yaitu Platform Online. Platform Online merupakan salah satu komponen pendukung suksesnya mikro fintek. Pembuatan Platform online untuk orang-orang yang tidak memiliki akun bank merupakan salah satu upaya untuk mendukung mikro fintek ini terus berjalan. Dengan membuat platform online diharapkan mikro fintek ini dapat dimanfaatkan oleh semua kalangan, mulai dari kalangan bawah hingga kalangan atas.

            Pembuatan platform online dibuat berdasarkan kebutuhan masyarakat. Ada 3 komponen penting yang mendasari keberjalanan suatu usaha mikro fintek, diantaranya yaitu jejak sosial, teknologi, dan skala keberlanjutan. Jejak sosial menjadi komponen penting dalam pembuatan platform online, karena dengan mengetahui latar belakang konsumen mikro fintek, pembuatan platform online dapat menyesuaikan. Ke-tiga komponen diatas memiliki keterkaitan satu sama lain yang tidak bisa dipisahkan. Teknologi menjadi dasar dalam mengetahui jejak sosial dan keberlanjutan yang diinginkan akan diperoleh.

4. Kelebihan dan Kelemahan Microlending Berbasis Microfintech

Usaha microlending yang berbasis mikro fintech memiliki lebih banyak kelebihan dibanding kelemahan. Kelebihan dari konsep ini adalah masyarakat menengah kebawah yang membutuhkan modal untuk UKMnya masing-masing bisa mendapatkan akses terhadap permodalan secara mudah. Kemudahan ini berbanding terbalik dengan konsep permodalan konservatif yang selama ini diterapkan, dimana jumlahnya ditentukan dalam jumlah dan juga jaminan yang diperlukan biasanya cukup besar nilainya. Dengan adanya microlending yang berbasis mikro fintech ini, para pengusaha menengah kebawah dapat meminjam modal dalam jumlah yang terjangkau. Sementara dari sisi microfintechnya, kelebihannya adalah kepraktisan akses. Ketika akses mudah, maka masyarakat akan semakin termotivasi untuk bekerja mengembangkan usahanya (Muchlis, 2018).

Namun bukan berarti konsep ini tidak memiliki kelemahan. Mayoritas sasaran dari microlending berbasis mikro fintech ini adalah pengusaha-pengusaha kecil di desa-desa yang selama ini kurang terexpose terhadap teknologi digital. Sehingga untuk memperkenalkan teknis dari micro fintech ini sendiri dibutuhkan usaha yang cukup serius, seperti cara mengoperasikan gawai untuk mengakses micro fintech ini. Namun dengan usaha yang optimal serta antusiasme masyarakat, pada akhirnya hal ini seharusnya tidak menjadi halangan yang besar (Muchlis, 2018).

5. Standar Halal Usaha Fintech

            Fintech yang dibahas dalam makalah ini berupa microfintech dengan fokus microlending. Sistem yang dijalankan adalah Peer-to-peer lending (P2P lending), yaitu wadah basis online yang mempertemukan banyak orang yang sedang butuh pinjaman (sebagai borrower) dengan banyak orang lainnya yang bersedia memberikan pinjaman (investor) (Sarwono, 2015).  Sistem P2P lending yang berjalan sepenuhnya berbasis online membuat perusahaan perusahaan penyedia jasa P2P Lending dapat berjalan dengan biaya operasional yang murah dan menawarkan jasa mereka dengan biaya yang jauh lebih murah dibandingkan dengan perusahaan perbankan biasa. Sebagai hasilnya, pemberi pinjaman dapat keuntungan lebih besar dibanding di lembaga keuangan biasa. Tidak hanya pemberi pinjaman, pihak peminjam juga dapat merasakan keuntungan jika mereka melakukan pinjam meminjam uang melalui P2P Lending. Para peminjam dapat meminjam uang dengan suku bunga yang rendah, bahkan setelah perusahaan penyedia jasa P2P Lending sudah memotong biaya layanan jasa mereka, seperti biaya platform dan pemeriksaan kondisi keuangan sang peminjam (Ghazali & Yasuoka, 2018).

            Kemajuan teknologi membuat proses peminjaman modal usaha berkembang karena terjadinya permintaan masyarakat akan kemudahan dalam segala hal termasuk di sektor teknologi finansial. Meningkatnya fintech di pasar global juga menuntut sektor keuangan islam untuk berinovasi Penerapan fintech tidak bertentangan dengan hukum Islam, selama transaksi jual beli dilakukan dengan proses ijab kabul atau dengan prinsip ketertarikan antara penjual dan pembeli. Fungsi fintech yang ditujukan dalam memudahkan kegiatan keuangan manusia dapat diterapkan dalam ekonomi islam karena fintech syariah dimaksudkan dalam membantu UMKM dalam mendapatkan modal dan sertifikat halal bagi produk yang dijual. Penerapan fintech Syariah memiliki potensi yang bagus karena penduduk Indonesia 85% mayoritas muslim. Namun, jumlah dari fintech syariah di Indonesia masih sangat kecil. Fintech didominasi oleh bisnis finansial konvensional (Rumondang, 2018).

Startup fintech di Indonesia masih kurang. Namun, tahun 2015 beberapa perusahaan mulai mendirikan fintech Syariah seperti Paytren dan SyarQ. Paytren adalah fintech local syariah terbesar di Indonesia yang menerapkan hukum Syariah. Keuntungan dari fintech Syariah harus diukur secara kuantitatif. Keuntungan ini diterima dari pengguna fintech Syariah berdasarkan pengalaman dan kepuasan pengguna karena dapat merasakan positif dari produk yang digunakan (Ganesan, 1994).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun