Mohon tunggu...
Milisi Nasional
Milisi Nasional Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Akun twitter @milisinasional adalah reinkarnasi baru dari akun twitter @distriknasional yang jadi korban totalitarianisme firaun anti kritik.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Rencana Monopoli Ekspor Budak Indonesia ke Arab

14 Januari 2019   12:23 Diperbarui: 14 Januari 2019   12:35 380
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: merdeka.com

Pemerintah, Desember 2018 kemarin mengeluarkan keputusan untuk membatalkan moratorium pengiriman Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ke Arab Saudi.

Permenaker no 291 tahun 2018 tersebut lahir meskipun dalam beberapa saat lalu, seorang buruh migran Indonesia dieksekusi mati oleh otoritas Arab Saudi tanpa pemberitahuan lebih dahulu.

Peraturan menteri tersebut menjadi pertanyaan besar dalam benak masyarakat.

Sudahkah pemerintah Indonesia menyelesaikan PR besar dalam negeri terutama ketersediaan tenaga kerja dalam negeri.

Selain itu sudahkah pemerintah menyelesaikan perjanjian bilateral dengan Kerajaan Arab Saudi terkait dengan kerjasama tenaga kerja?

Apabila kedua PR tersebut belum dijalankan, maka mencabut moratorium TKI ke Arab Saudi sama saja membuka keran pengiriman budak modern.

Sehingga patut dipertanyakan lebih lanjut, apakah ada motivasi monopoli dibalik penerbitan permen tersebut.   

Insiden Tuti kemarin melengkapi berbagai cerita kelam yang dialami oleh pahlawan devisa di Arab Saudi.

Hukuman pancung, gantung, kasus perkosaan, dan hukuman mati, begitu banyak kasus ironis menyertai nama pahlawan devisa menandakan pemerintah tidak memiliki perhatian yang cukup kepada mereka.

Di sisi lain bobroknya sistem ketenagakerjaan yang seharusnya melindungi TKI di luar negeri lebih bersifat komersil dan hanya profit oriented.

Sehingga akhirnya sering kita mendengar betapa menyedihkannya pahlawan devisa di luar sana, berjuang sendirian tanpa bantuan berarti dari pemerintah.

Wakil pemerintah bahkan kehilangan taring ketika menghadapi otoritas Arab Saudi dalam melindungi WNI yang terlibat masalah.

Padahal jangankan pemerintah Indonesia, Wakil Ketua PBNU saja mampu mengganti Dubes Arab Saudi untuk Indonesia ketika salah berkicau mengenai reuni 212 tahun 2018.

Harus berapa nyawa lagi yang dikorbankan?

Kementerian Tenaga Kerja dan BNP2TKI yang saat ini banyak dijabat oleh kader PKB dan PBNU seharusnya mampu berpikir lebih kreatif daripada hanya mengeluarkan kebijakan satu kanal untuk menyalurkan TKI di Arab Saudi.

Apalagi kebijakan satu kanal lebih bersifat monopolistik dan sarat dengan kolusi di tubuh kementerian. 

Kemenaker sepertinya harus dibersihkan dari anasir-anasir politis dalam menjalankan tugas Negara agar kinerjanya lebih profesional.

Dan keluarga besar PBNU juga seharusnya berkaca malu dengan Arab Saudi setelah anggota banser sempat terlibat insiden pembakaran bendera tauhid, dimana simbol bendera tersebut sama dengan bendera Kerajaan Arab Saudi, namun kini mereka justru menjilat ludah sendiri dengan mencabut moratorium penyaluran TKI kembali.

Dicabutnya moratorium pengiriman TKI seolah-olah mengakui kegagalan pemerintah dalam menyediakan lapangan pekerjaan di dalam negeri.

Padahal secara statistik yang dilansir dari laporan BPS, pemerintah melalui Kemenaker berhasil menurunkan angka pengangguran sampai single digit

Lalu ketika berhasil menekan angka pengangguran, apa motivasi Kemenaker harus mencabut kembali moratorium tersebut?

Bukankah komisi VIII DPR RI sudah memutuskan untuk memperpanjang moratorium pengiriman TKI ke Arab Saudi?

Di sini terlihat jelas bahwa motivasi kemenaker mencabut moratorium TKI lebih bersifat ekonomis.

Apalagi penyaluran dilakukan menggunakan satu kanal saja, dimana Kemenaker sebagai regulator dapat secara kolutif menunjuk perusahaan penyalur TKI.

Kebijakan satu kanal justru akan menghilangkan aspek transparansi dan kompetisi, sehingga akan menciptakan monopoli yang dilahirkan oleh pemerintah.

Kita bisa berkaca pada problem BNP2TKI, Lembaga tersebut banyak tersandung masalah dalam persoalan penempatan TKI dan absennya lembaga tersebut dalam melindungi hak-hak tenaga kerja yang mereka salurkan. Jangan sampai kebijakan ini justru mengulang kesalahan yang sama.

Bagi pemerintah Arab Saudi kebijakan ini berdampak positif, sebab negaranya tidak akan dibanjiri dengan orang-orang yang bermukim di negaranya secara ilegal, juga dengan mudah membeli hamba-hamba sahaya yang dapat dipekerjakan secara murah.

Tapi bagi pemerintah Indonesia, jelas hal ini adalah suatu yang memalukan.

Jangankan membangun lapangan kerja yang cukup, mengatur tenaga kerjanya saja pemerintah Indonesia tak sanggup.

Pemerintahan Jokowi lebih peduli pada tenaga kerja China bekerja di Indonesia dan di sisi lain tenaga kerja Indonesia justru dikirim ke Arab Saudi sebagai "budak" di era modern.

Selain itu aroma politis juga tercium pekat dalam keputusan TKI Satu Kanal ke Arab Saudi.

Sebagaimana yang kita ketahui Kemenaker dalam formasinya banyak diisi oleh orang-orang dekat pemerintah dan partai pendukung, sebut saja PKB dan PPP.

Juga sangat dekat dengan ormas terbesar yang saat ini pemimpinnya dipinang pemerintah untuk dijadikan wakil yaitu PBNU.

Seharusnya pemerintah lebih jernih melihat segudang permasalahan yang berpotensi menjadi masalah dikemudian hari.

Pemerintah seharusnya tidak tersandera oleh kepentingan politis dan lobi-lobi partai, atau organisasi keagamaan.

Dan jangan sampai pula persoalan TKI ini tercampur baur oleh permasalahan agama.

Memang betul PBNU adalah organisasi muslim terbesar di Indonesia, namun jangan sampai kepentingan orang-orang PBNU yang berada di partai menyetir kebijakan pemerintah, sampai berani mengirimkan orang-orang yang dapat diperbudak di Arab Saudi.

Seharusnya pemerintah dapat mengedepankan aspek profesionalitas dalam mengurai masalah TKI agar tidak terjerembak sampai seperti perbudakan, bukan lobi politis atau titipan kepentingan PBNU.

Kemelut polemik TKI adalah tantangan kemampuan menejerial pemerintah dalam mengatur tenaga kerjanya, juga bagaimana hukum dapat melindungi warga negara dimana pun dirinya berada, dan yang terpenting adalah perkara profesionalitas yang terlepas dari kepentingan segelintir golongan.

Jelas kita semua tidak ingin pekatnya aroma politis dan kepentingan ormas nantinya membungkus kebusukan perbudakan modern yang bernama penyaluran TKI Satu Kanal.

Sumber:

https://nusantara.rmol.co/read/2019/01/05/373864/Rencana-Penempatan-TKI-Satu-Kanal-Bisa-Timbulkan-Monopoli-

http://www.tribunnews.com/nasional/2019/01/05/rencana-penempatan-tki-ke-saudi-melalui-satu-kanal-berpotensi-monopoli

https://www.benarnews.org/indonesian/berita/pemerintah-tetap-kirim-tki-saudi-11022018122151.html

http://www.tribunnews.com/nasional/2019/01/05/rencana-penempatan-tki-ke-saudi-melalui-satu-kanal-berpotensi-monopoli

http://www.teropongsenayan.com/94299-komisi-i-minta-moratorium-tki-ke-timur-tengah-tak-dicabut

https://www.liputan6.com/news/read/3110108/pbnu-pertanyakan-rencana-bnp2tki-cabut-moratorium-tki

https://www.republika.co.id/berita/nasional/politik/18/12/03/pj5tr8430-pbnu-sesalkan-pernyataan-dubes-saudi-soal-organisasi-sesat

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun