Mohon tunggu...
Dismas Kwirinus
Dismas Kwirinus Mohon Tunggu... Penulis - -Laetus sum laudari me abs te, a laudato viro-

Tumbuh sebagai seorang anak petani yang sederhana, aku mulai menggantungkan mimpi untuk bisa membaca buku sebanyak mungkin. Dari hobi membaca inilah, lalu tumbuh kegemaran menulis.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menyingkap Makna Simbolis di Balik Tradisi Lisan Suku Dayak

28 Desember 2020   08:34 Diperbarui: 28 Desember 2020   08:57 331
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
indonesia-tourism.com

Salah satu kebanggaan Bangsa Indonesia terletak pada kenyataan pluralitas masyarakatnya yang terdiri dari beraneka ragam ras, suku, budaya dan agama. Setiap kebudayaan di Indonesia tentu memiliki tradisi lisan. Tradisi lisan yang hendak saya bagikan dalam tulisan ini ialah berkaitan dengan makna simbolis yang terdapat pada tradisi lisan suku Dayak.

Dalam ziarah hidup manusia dan interaksinya dengan sesama dan alam tentu terdapat apa yang disebut dengan simbol-simbol. Tidak semua manusia mengerti dan memahami apa makna yang hendak disampaikan oleh simbol tersebut. Simbol atau lambang biasanya hanya dimengerti oleh orang-orang tertentu atau masyarakat setempat.

Simbol menurut masyarakat Dayak menyingkapkan dua hal yang berlawanan, yaitu antara yang dapat dilakukan (dunia terang) dan yang tidak dapat dilakukan (dunia gelap atau hitam), namun keduanya mengandung pesan positif. 

Simbol kegelapan bertujuan untuk memperingatkan masyarakat agar tidak mengerjakannya, sehingga orang terlepas dari hal-hal yang tidak dikehendaki. Lambang dunia terang bertujuan untuk menyadarkan orang agar menaatinya atau mematuhinya, dengan demikian orang terhindar dari bala atau sampar.

Dari mana datangnya simbol atau lambang itu? Simbol atau lambang dapat datang dari alam atau dari mimpi yang melukiskan atau menggambarkan sesuatu atau dari aturan masyarakat setempat. Tentunya aturan yang lahir dari kebiasaan setempat. Simbol atau lambang yang telah lama dipahami masyarakat dari suatu peristiwa biasanya bersifat tetap dan mutlak.

Di sini kita dapat mengatakan bahwa simbol-simbol yang bermakna tetap misalnya batu babi (Dayak Kayong) adalah pesan moral yang disampaikan kepada orang banyak atau masyarakat setempat bahwa di mana kesewenang-wenangan serta ketidakpatuhan terhadap norma dan aturan yang masyarakat jalankan berakibat fatal bagi orang yang melanggar. 

Batu babi merupakan simbol di mana orang yang menjadi batu bersama dengan binatang buruannya seekor babi yang besar dan tujuh ekor anjingnya adalah buah dari pelanggaran terhadap larangan masyarakat. Pelanggaran-pelanggaran yang ia lakukan tersebut menyebabkan ia menerima kutukan. Orang tidak boleh melakukan pelanggaran menurut tata hukum adat, di tanah yang dikeramatkan orang hanya boleh melakukan pengurbanan. 

Orang yang bersalah dan melanggar aturan yang berlaku dalam masyarakat tidak diperbolehkan melintasi kawasan itu. Kawasan itu sifatnya suci. Suci karena hanya tempat pertemuan manusia dengan Yang Tertinggi. Jika orang tersebut masih dipandang salah terhadap aturan dan norma dalam masyarakat, maka orang yang perkaranya belum tuntas harus menghindari kawasan itu. Hal ini bertujuan untuk menghindari kesusahan atau kesulitan hidup bagi orang yang melanggar aturan.

Selanjutnya simbol batu ayam, menurut cerita, pada zaman dulu di sebuah kampung diadakan gawai atau pesta, namun seorang nenek sebatang kara luput dari perhatian atau bisa saja tidak dihiraukan. Nenek tersebut berada dalam kemiskinan dan kesulitan hidup. 

Di tengah situasi itu hadirin dalam pesta tersebut tanpa menyadari kesewenangan dan kelalaian mereka, akibatnya para dewa tidak merasa senang dengan sikap itu. Lewat kilat dan petir yang menyambar berubahlah rumah dan segala yang ada di kawasan tempat pesta itu menjadi batu. 

Batu tersebut sampai saat ini masih diyakini oleh masyarakat sebagai peringatan yang menyimbolkan ketidaksenangan para dewa terhadap tindakan sewenangan-wenang dan ketidakpedulian manusia. Ini merupakan beberapa contoh apabila kita hendak menyingkap makna simbolis dibalik tradisi lisan pada suku Dayak.

Tradisi lisan pada suku Dayak telah memberi banyak kontribusi bagi orang Dayak zaman ini. Secara tidak langsung orang Dayak telah menghidupi apa yang tersingkap dibalik tradisi lisan. Tradisi lisan itu berperan juga membentuk tatanan sosial-kultural pada suku Dayak. Apa yang terbentuk pada orang Dayak adalah sikap yang sangat menghargai alam dan sesama. 

Lewat kedua cerita lisan di atas saya dapat memberi suatu kesimpulan bahwa orang akan sangat menghargai sesama dan alam. Hal ini terlihat dalam usaha orang Dayak untuk melestarikan alam dan membantu sesama dalam semangat gotong-royong. Dengan demikian orang Dayak akan menghindari tindakan sewenang-wenang terhadap alam dan ketidakpedulian terhadap sesama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun