Mohon tunggu...
Dismas Kwirinus
Dismas Kwirinus Mohon Tunggu... Penulis - -Laetus sum laudari me abs te, a laudato viro-

Tumbuh sebagai seorang anak petani yang sederhana, aku mulai menggantungkan mimpi untuk bisa membaca buku sebanyak mungkin. Dari hobi membaca inilah, lalu tumbuh kegemaran menulis.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Politik dan Moralitas dalam Perspektif Niccolo Machiavelli

30 September 2020   10:33 Diperbarui: 30 September 2020   10:48 1211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tahun 2020 dicanangkan sebagai tahun politik. Pada tahun ini di seluruh daerah Indonesia serentak menyelenggarakan Pemilihan Kepala Daerah. Untuk dapat merebut simpati rakyat para calon menyiapkan berbagai strategi. Terkadang strategi yang disiapkan tak luput dari janji-janji manis tapi nihil dalam realitas. 

Lebih parah lagi fanatisme maszhab muncul dari pendukung pasangan calon yang membela dan membenarkan pimpinannya agar dapat berkuasa. Tulisan singkat ini mengulas pemikiran Niccolo Machiavelli tentang politik dan moralitas. Bagaimanakah kedua hal ini dibedakan dengan tegas olehnya?

Niccolo Machiavelli adalah seorang filsuf politik, menulis Il Principe (The Prince = Para pemimpin) simbol menjadi salah satu kekhasan bahasa Italia. Bahasa yang dipakai pada saat itu ialah bahasa Latin. Buku Il Principe sangat revolusioner dan ditulis dengan bahasa yang belum dikenal. Seperti Thomas Hobbes menulis buku filsafat sekaligus menciptakan bahasa. Machiavelli "menciptakan" bahasa Italia, sehingga tulisan aslinya agak sulit untuk dipahami karena tercampur baur dengan bahasa Latin.

Machiavelli adalah pioner politik modern, filsuf revolusioner yang mengubah metodologi filsafat politik. Dia disebut revolusioner karena dia berangkat bukan dari apa yang ideal tentang kodrat manusia, tetapi berangkat dari apa yang menjadi interes politik itu, yaitu perebutan kekuasaan. Karena itu, logika Machiavellian adalah logika realisme. Realisme berarti filsafat politik difondasikan pada konsep tentang realitas, bahwa realitas politik tidak berhubungan pertama-tama dengan virtus (keutamaan) tetapi pada kekuasaan.

Latar belakang filsafat politik Machiavelli dibayang-bayangi atas desakan keadaan dan tuntutan situasi yang memperihatinkan di Florenze. Situasi kacau di Florenze melahirkan kemungkinan besar suatu ketidakstabilan kekuasaan. Karena itu tujuan utama berpolitik adalah mengamankan kekuasaan yang ada dalam gengaman seorang penguasa. 

Kekuasaan yang diutamakan bukan soal legitimasi moral, tapi bagaimana kekuasaan yang tidak stabil itu menjadi normal dan terkendali. Machiavelli dengan tegas membuat distingsi antara politik dan moralitas. Machiavelli disebut revolusioner dalam filsafat politik karena dia memisahkan tata politik dan moralitas. Tata politik terpisah dari moralitas. Mengapa? Karena menjadi politikus yang baik sekaligus menjadi orang yang jujur, tulus, murah hati, berkeutamaan, menurut Machiavelli tidaklah gampang, tidak semudah membalik telapak tangan.

Pemisahan tegas antara prinsip moral, etika dan prinsip ketatanegaraan didsarkan pada adanya perbedaan antara ketiganya. Moral dan etika merupakan sutu kemungkinan yang diharapkan, sedangkan ketatanegaraan adalah fakta yang harus dialami dalam hidup sehari-hari. Machiavelli mengatakan bahwa suatu kenyataan harus dibedakan dengan suatu kemungkinan. 

Di dalam politik tidak perlu membedakan bidang moral, karena tujuan politik jauh lebih nyata dari tujuan moral. Machiavelli menegaskan bahwa jika ingin mempertahankan kesatuan dan kedamaian, maka negara harus mengejar tujuan-tujuan nyata (Aprianto, 2013:226). Pemisahan antara etika dan moral dari politik bukan berarti Machiavelli menempatkan etika dan nilai moral pada tempat yang paling bawah atau tidak dibutuhkan manusia. 

Marchiavelli justru ingin menunjukkan bahwa pemishan politik dan etika menempatkan kedua-duanya menjadi independen, bebas, mandiri dan tidak saling terkait. Pemisahan politik dengan nilai moral bagi Marchiavelli menginginkan tindakan para penguasa yang bersifat kriminal, amoral, kotor, jahat dan licik hanya dapat dibenarkan dalam keadaan darurat dan demi kepentingan negara semata-mata. Kejahatan tidak boleh menjadi tujuan dari segala tindakan dan perbuatan segala penguasa.

Seluruh pemikiran Machiavelli bermuara kepada keselamatan, kebebasan, kedaulatan dan kejayaan negara. Dalam Il Principe keselamatan, kebebasan, kedaulatan dan kejayaan negara terjadi ketika negara mempunyai kekuatan militer yang kuat dan tangguh. Sedangakan di dalam Discorsi ia menambahkan suara reformasi di bidang agama adalah semata-mata untuk keselamatan, kebebasan, kedaulatan, dan kejayaan negara juga.

Machiavelli menegaskan bahwa keselamatan, kebebasan, kedaulatan dan kejayaan negara baik dalam Il Principe dan Discorsi hanya terjadi bila politik dipisahkan dari nilai religi. Pemisahan etika dan religi dari politik, tidak berarti para penguasa lepas dari nilai moral. Para penguasa harus memiliki ukuran moralitas yang berbeda dengan yang dimiliki oleh rakyatnya, karena para penguasa dapat berperan sebagai manusia atau pun sebagai binatang, sementara itu rakyatnya tidak (Rapar, 2000:107). 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun