Mohon tunggu...
Dani Iskandar
Dani Iskandar Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis itu berbagi pengalaman dan menginspirasi http://menulismenulislah.blogspot.co.id

Menulis itu berbagi pengalaman dan menginspirasi http://menulismenulislah.blogspot.co.id

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Indonesia Bernuansa Negatif

15 April 2016   11:07 Diperbarui: 15 April 2016   11:15 22
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Kini setiap saat kita disuguhi berita koran, tayangan tv, status media sosial, perbincangan yang membuat prilaku kita semakin jauh dari hal-hal positif, kreatif dan bersemangat. Gelora untuk hidup yang lebih sehat, pikiran yang positif, bersemangat dalam menjalani kehidupan seperti di tahun-tahun awal Indonesia membangun kini mulai menjauh. Kita baca berita di koran, tabloid, majalah setiap saat tak jauh dari berita korupsi, penggelapan, penipuan, kekerasan, pemerkosaan, pertikaian. Tayangan televisi menyuguhkan konflik, pertikaian, korupsi, penipuan, penculikan, penindasan, kekerasan, bahkan akhir-akhir ini ditampilkan secara vulgar dan gamblang. 

Ditampilkan lokasi korbannya, ditampakkan proses pembuatannya, seakan-akan mengajari penonton untuk membuat produk palsu tersebut. Semua gamblang, terang-terangan tanpa sensor, tanpa pemilihan kata yang halus, tanpa tata krama, tanpa etika dan sopan santun. Semua memiliki energi buruk, nuansa negatif yang secara perlahan tapi pasti mempengaruhi pola pikir, sikap, ucapan dan prilaku anak bangsa ini menjadi manusia yang tidak mampu lagi berpikir baik, berpikir positif, bergelora, semangat dan optimis dalam menjalani hidup ini. Semakin hari semakin pekat negeri ini diselimuti energi negatif.

Setiap kejadian, masalah, urusan ditanggapi dengan pikiran negatif, tanggapan buruk, suudhzon. Emosi mendahului logika. Tanpa mencerna lagi segala sesuatu langsung ditanggapi dengan sudut pandang negatif. Tanpa mencari tahu apa, mengapa, dan bagaimana sesuatu berita dan suguhan itu disampaikan, seseorang dengan negative thinking-nya langsung men-judge, menuduh, menyatakan bahwa itu salah, tidak benar, sesuai persepsinya sendiri. Semua bebas bicara, seperti tukang becak di warung kopi, artis bicara politik, ulama bicara ekonomi, politisi bicara agama, semua terbolak balik dan anehnya semua dikutip, semua dipublikasikan, yang bahayanya jika statemen/pernyataan yang dilontarkan itu diberitakan tidak utuh atau dipelintir. Termakan lah semua pembaca, penonton yang memang sudah tidak bisa berpikir positif itu dengan isu yang disebarkan media tersebut. Tercuci dan terbentuk lah opini buruk di benak masyarakat kita.

 

Suguhan Konflik

Media massa merupakan saluran dari berbagai macam ide, gagasan, konsep, bahkan ideologi yang menimbulkan berbagai macam efek bagi masyarakat. Pesan-pesan yang disampaikan oleh media massa bisa membawa perubahan perilaku akibat terpaan dari pesan-pesan tersebut pada khalayak, (Schram dan Robert, 1977 dalam Rakhmat, 2007:218). Disamping itu Mc Luhan menyatakan, selain isi pesan yang terkandung dalam media, media itu sendiri juga termasuk dalam pesan. Artinya, apa yang mempengaruhi kita bukan hanya apa yang disampaikan media, tetapi juga media komunikasi yang kita pergunakan, (Mc Luhan, 1964 dalam Rakhmat, 2007:219 - 220). George Gomstock berpendapat bahwa televisi telah menjadi faktor yang tak terelakkan dan tak terpisahkan dalam membentuk diri kita dan akan seperti apa diri kita nanti (Vivian, 2008 : 224). Dengan semakin seringnya waktu yang digunakan menonton televisi maka akan semakin kuat pula pengaruh yang diberikan televisi terhadap mereka. Seperti yang dikatakan Elisabeth Noelle-Neumann dalam Theory Cummulative Effect menyimpulkan bahwa media tidak punya efek langsung yang kuat, tetapi efek itu akan terus menguat seiring dengan berjalannya waktu (Vivian, 2008 : 472).

Menurut Dwyer, televisi adalah media yang potensial sekali, tidak saja untuk menyampaikan informasi tetapi juga membentuk perilaku seseorang, baik ke arah positif maupun negatif, disengaja ataupun tidak. Sebagai media audio visual Televisi mampu merebut 94% saluran masuknya pesan-pesan atau informasi ke dalam jiwa manusia yaitu lewat mata dan telinga. Televisi mampu membuat orang pada umumnya mengingat 50% dari apa yang mereka lihat dan dengar di layar televisi walaupun hanya sekali ditayangkan. Atau, secara umum orang akan ingat 85% dari apa yang mereka lihat di televisi, setelah 3 jam kemudian dan 65% setelah 3 hari kemudian. Itulah sebabnya mengapa televisi sangat dibutuhkan dalam kehidupan sehari–hari sebagai media dan sarana informasi.

Betapa besar peran dan manfaat media massa dalam kehidupan kita sehari-hari. Peran ini harusnya dapat menumbuhkan semangat hidup dan bekerja dengan produktif anak bangsa ini. Sayang sekali, akhir-akhir ini, media massa yang hadir di tengah masyarakat Indonesia ini larut dalam perkara rating, oplah, yang ujung-ujungnya tak lebih dari urusan perut, duit. Norma dihantam, tata krama ditabrak, peduli amat opini, tayangan, berita, yang disajikan bisa mengubah pola hidup, gaya hidup dan prilaku masyarakat menjadi buruk. 

Waktu berkumpul keluarga di malam hari, di saat tubuh dan pikiran butuh istirahat, tv-tv swasta nasional menyuguhi tayangan-tayangan manusia jadi-jadian, segala jenis binatang diumbar, seolah-olah manusia yang berubah jadi binatang itu lebih hebat dan kuat, belum lagi film-film kekerasan, klenik, horor, mencari keberadaan makhluk ghaib, konflik pertemanan, keluarga, dialog, debat tak berkesudahan berjam-jam, berhari-hari setiap minggu merasuk ke dalam pemikiran masyarakat kita. Dicekokin mentah-mentah. Ditelan bulat-bulat. Pagi hari pemberitaan di koran dipenuhi konflik penegak hukum, pemerintah dan wakil rakyat, berita korupsi, narkoba, pembunuhan, begal. Tayangan televisinya penuh gosip, infotainment di saat ibu-ibu dan pembantu rumah tangga beraktivitas. Belum lagi bahasa tubuh pembaca berita/presenter dan busana yang dikenakan, jauh dari kesan pantas.

Sepanjang tulisan ini kata-kata yang tersajikan pun penuh dengan nuansa negatif. Sangat sangat jarang kita membaca, mendengar dan menonton berita prestasi-prestasi anak bangsa yang terukir indah di negeri ini. Kita rindu pemberitaan dan suguhan media yang positif. Kemenangan tim olah raga, peraturan perundangan yang memberikan kebahagiaan bagi masyarakat, keberhasilan suatu pemda dalam menangani pengangguran, mega proyek yang berhasil mengangkat harkat sebuah kampung yang tertinggal menjadi wilayah produktif, keberhasilan program PNPM dan KUR, dan sebagainya. Adapun tayangan mendidik, membangun, yang membuka wawasan, yang menginspirasi hidup positif seperti Kick Andy, Dr Oz Indonesia, Mario Teguh Golden Ways, TDW (Tung Desem Waringin) Show, Hitam Putih, On The Spot dan lainnya tidak cukup menyegarkan pikiran masyarakat dengan serbuan berita bernuansa negatif lainnya.

Latah Berkelanjutan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun