Mohon tunggu...
Dani Iskandar
Dani Iskandar Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis itu berbagi pengalaman dan menginspirasi http://menulismenulislah.blogspot.co.id

Menulis itu berbagi pengalaman dan menginspirasi http://menulismenulislah.blogspot.co.id

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Berkah yang Hilang

11 November 2017   14:43 Diperbarui: 11 November 2017   15:20 389
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Salut melihat gigihnya keluarga itu mencari uang. Keluarga besar dengan 3 anak lajang, 2 gadis dan 2 bocah lelaki ini bekerja semua. Sang Bapak menjadi pengajar keterampilan di Lapas, Sang Ibu berjualan nasi dan ketan duren. 1 anak lajangnya honorer di sebuah Hotel berbintang, yang 1 berdagang es tebu dan yang 1 baru beberapa bulan dibui karena tertangkap mengedarkan Narkoba. Ini menjadi masalah baru bagi keluarga ini. Keluarga ini mempekerjakan keempat anaknya yang masih sekolah di warung nasinya. Yang gadis keduanya pelajar SMA dan yang bocah bersekolah di SD dan SMP kelas 1. 

Setiap pulang sekolah anak2 langsung membantu ibunya. Kerasnya kehidupan membuat semua anaknya mengenal duit sejak kecil. Sejak kecil sudah diajak bekerja, bekerja dan bekerja. Mereka berjualan hingga pukul 2-3 pagi, yaa.. hingga larut malam. Melihat uletnya mencari uang, kita salut dengan keluarga ini, tapi mempekerjakan anak hingga larut malam kemudian keesokan harinya harus bersekolah, kita jadi terenyuh, ada yang salah dengan keluarga ini. Pernah suatu kali kami mendengar omelan ibunya ketika anaknya telat datang saat dipanggil. Ternyata anaknya tertidur. Ibunya berkata, "Tidur itu 2 jam sehari sudah cukup!!" what!! sungguh tragis, PRT saja dengan majikan kejam istirahatnya mungkin 4-6 jam, lha ini anak sekolah hanya tidur 2 jam, gila

Ini lah yang seringkali kita lupakan dalam hidup ini, uang uang uang yang kita kejar selalu. Kita lupa sama yang memberi Uang, rejeki, kesehatan dan kehidupan ini yaitu Tuhan. Bahkan sering kami temui, anak-anak mereka tidak sholat Jumat, padahal ini hanya seminggu sekali dan mereka sekolah berkerudung sehari-harinya, sekolah diajarin pendidikan agama, mereka hafal semua doa dan dzikir, karena sering terdengar hafalan bacaan-bacaannya. Begitulah mereka, pagi siang hingga pagi lagi hidupnya hanya mencari uang. 

Tetapi kaya kah mereka? Sudah jungkir balik begitu pun, mereka hanya mengontrak rumah yang tak bisa lebih dari 5 juta setahun. Ketika pemilik rumah menaikkan sewanya dari 4,5 juta menjadi 5 juta, mereka sibuk menghamba, mereka jumpalitan cari kontrakan murah, dan seringkali petugas PLN datang hendak mencabut listrik karena menunggak hingga 2-3 bulan. Kemanakah duit yang mereka dapat??

Banyak juga potret keluarga besar lainnya yang bekerja normal, beribadah, tapi kehidupan dan usahanya jauh lebih bahagia dan punya tabungan dibandingkan cerita tadi.

Persaingan Keras

Daya beli yang diributkan saat ini menunjukkan penurunan yang berarti, beberapa departemen store menutup gerainya karena tak mampu bersaing. Ada indikasi konsumen beralih ke pasar online. Apapun alasannya hingga daya beli turun, penjualan merosot, pedagang gulung tikar semua akibat dari persaingan yang keras dan sifat keserakahan kita yang semakin menjadi-jadi.

Wapres Jusuf Kalla saat mendampingi SBY pernah menanggapi persaingan usaha ini dengan mengatakan, "bukan penjualan atau daya belinya yang turun, tapi pemainnya yang kebanyakan". Beliau melanjutkan, coba lihat, dahulu hanya ada warung dan pasar, kemudian muncul indomaret, sekarang di satu jalan saja indomaret saja bisa bersebelahan, berhadap-hadapan dengan alfamaret. Ini fenomena yang terjadi. Ya, positifnya makin kesini hidup makin sering berbagi, artinya yang berdagang semakin banyak, rejeki jadinya bisa didapatkan oleh banyak pihak. Sama halnya dengan keberadaan transportasi online, yang tidak punya kendaraan bisa merasakan naik motor, mobil pribadi yang selama ini tidak pernah dimiliki.

Tetapi kalau ini dibiarkan tanpa regulasi, akhirnya keadaan menjadi seperti sekarang ini, yang tidak kuat bersaing, ya menepi. Yang mampu bertahan lah yang bisa melanjutkan usahanya.

Kurang Berbagi

Melihat usaha-usaha yang ada saat ini, konsumen dijejalin dengan beragam jenis produk. Tentu saja hal ini sangat menguntungkan konsumen. Tetapi bila dibandingkan dengan keadaan di tahun-tahun 1980an, 1990an, pengusaha-pengusaha saat ini jauh sangat serakah dibandingkan pendahulunya. Pasti pada inget dong, beli sabun mandi Lux ada duitnya, beli kopi kapal api ada duitnya, 100 pengirim pertama tutup botol Teh Sosro dapat kaos, topi dan sebagainya. Belum lagi RCTI dengan acara Jari-jarinya berbagi duit untuk pemirsa yang berhasil menjawab pertanyaan almarhum Mas Pepeng. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun