Mohon tunggu...
Boby Lukman Piliang
Boby Lukman Piliang Mohon Tunggu... Politisi - Penulis, Penyair dan Pemimpi Kawakan

Penulis, Penyair dan Pemimpi Kawakan

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Kritik atas Utang Pemerintah yang Kian Membengkak

25 Juni 2019   16:33 Diperbarui: 25 Juni 2019   16:50 159
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Finansial. Sumber ilustrasi: PEXELS/Stevepb

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) baru baru ini mengumumkan mereka telah mencatatkan bahwa rasio utang pemerintah terhadap Pajak Domestik Bruto (PDB) adalah 29,72 persen. Sebagaimana dijelaskan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati kepada wartawan, posisi utang yang tercatat hingga akhir Mei 2019 mencapai Rp 4.571,89 triliun, sedangkan asumsi PDB pada periode yang sama mencapai Rp 15.381,39 triliun.

Utang luar negeri itu sendiri dirincu oleh Menkeu berasal dari Surat Berharga Negara (SBN), pinjaman dalam dan luar negeri. Menkeu juga mengumumkan bahwa jumlah dan nilai utang itu mengalami peningkatan dari April 2019 yang sebesar Rp 4.528 triliun.

Saya mengutip dari situs berita kompas.com, Menkeu menjelaskan bahwa keadaan ini masih terjaga aman karena posisi utang per Mei 2019 masih di bawah 30 persen dari PDB.

Saya tentu tidak dalam kapasitas untuk membahas atau memberikan penilaian bahwa situasi ini baik atau buruk. Sebab saya bukan ahli keuangan dan tidak pernah pula bersinggungan dengan masalah keuangan selama ini. Namun dalam kacamata sebagai rakyat biasa tentu peninkatan utang pemerintah ini membuat saya menjadi khawatir apalagi ditengah melemahnya perekonomian saat ini.

Pada masa masa awal menjabat sebagai Presiden pada akhir tahun 2014 silam, Presiden Jokowi sempat mengatakan bahwa pemerimntahan yang dipimpinnya telah mewarisi utang luar negeri yang tidak sedikit sisa dari pemerintahan sebelumnya. berita mengenai utang itu sempat meramaikan pemberitaan media massa dan menjadi isu politik yang sempat meretakkan hubungan antara Presiden SBY dengan Jokowi. Namun hal itu dapat kemudian diselesaikan dan menjadi kesepahaman bersama yang ditutup.

Harus diakui bahwa banyak negara berkembang saat ini tengah gancar melakukan pembangunan nasional. Indonesia termasuk salah satu negara yang tengah sibuk membangun berbagai infrastruktur pentingnya. Namun sebagaimana nasib negara berkembang, pembangunan itu selalu terhambat dengan masalah pendanaan sehingga kemudian pemerintahannya mengakali dengan menggali lubang utang guna menutupi kekurangan dana pembangunan nasional tersebut.

Jika mengacu pada UU nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, utang adalah jumlah uang yang wajib dibayar pemerintah pusat dan/atau kewajiban pemerintah pusat yang dapat dinilai dengan uang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, perjanjian, atau berdasarkan sebab lain yang sah. Dimana apapun nomenklatur utang tersebut, haruslah dibayar.

Kembali ke soal utang luar negeri yang kian membengkak tahun ke tahun pemerintah seharusnya bisa mengakali dengan menutupi biaya pembangunan dengan melibatkan pihak swasta nasional yang memiliki capital kuat. Sikap pemerintah yang menumpuk utang luar negeri tentu saja dapat memberi dampak negatif bagi perekonomian Indonesia dan keamanan fiskal dimasa depan. Utang memang mampu menutupi defisit keuangan guna membiyai pembangunan, namun jika ditimbang lebih jernih, justru dampak yang paling menyeramkan lebih banyak.

Penumpukan dan pemambahan utang luar negeri yang terus menerus dilakukan tidak dapat tidak akan berdampak pada inflasi atau ketidakstabilan nilai tukar mata uang. Hal ini jelas akan mengakibatkan terganggunya keamanan fiskal sebuah negara. Disamping itu jika tidak mampu dilunasi, maka utang akan menyebabkan ketergantungan dan akan menjadi boomerang pemerintahan selanjutnya.

Memang UU APBN memberi batasan bahwa utang tidak boleh melebihi atau lebih tinggi dari PDB sebesar 30 persen. Namun, apakah pemerintah sudah menghitung secara cermat kemampuan bayar mereka ditengah melemahnya daya beli masyarakat dan ketidakmampuan sumberdaya dalam melunasi utang tersebut.

Kiranya pemerintah harus berhitung lagi dengan cermat sebelum mengajukan utang luar negeri dan benar benar memperhatikan strategi serat proporsinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun