Mohon tunggu...
Boby Lukman Piliang
Boby Lukman Piliang Mohon Tunggu... Politisi - Penulis, Penyair dan Pemimpi Kawakan

Penulis, Penyair dan Pemimpi Kawakan

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih

Kenapa Jokowi Marah-marah?

26 Maret 2019   14:30 Diperbarui: 26 Maret 2019   14:47 230
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Calon Presiden Petahana Joko Widodo baru saja berkampanye di hadapan pendukungnya di Jakarta dan Jogja. Ada yang berbeda dari penampilan Jokowi di kedua sesi tersebut. Ia menjadi lebih garang dari biasanya dan memakai kalimat yang bernada provokatif.

Sebenarnya apa yang dilakukan Jokowi dalam berpolitik adalah hal yang biasa. Bukankah saat ini sudah masa kampanye terbuka dan serangan politik apapun sepanjang tidak melanggar aturan tentulah diperbolehkan. Namun menjadi janggal ketika Jokowi yang selama ini dicitrakan sebagai seorang yang kalem tiba tiba berubah menjadi garang berbicara keras.

Sebelumnya, pada tahun 2018 silam, Jokowi yang menghadiri Konvensi Nasional Galang Kemajuan (GK) di Gedung Puri Begawan Kota Bogor, juga sudah pernah berbicara keras dihadapan pendukungnya. Reaksi publik pada waktu itu sangat beragam. Namun banyak dalam pesan yang dikirim dan memberikan penilaian bahwa Jokowi tampak panik menghadapi kontestasi pilpres 2019.

Video dan link berita terkait pidato Jokowi baik saat di Jakarta maupun Jogja menjadi viral di ruang media sosial. Publik bahkan dengan mudah mengakses video tersebut dan memberikan komentar. Tentu komentar yang diberikan beragam. Ada yang pro dan memuja Jokowi namun sangat banyak rasanya yang menyesalkan dan bahkan mencerca sang petahana karena dianggap tidak patut menyampaikan kalimat tersebut. Jokowi bahkan dicap sebagai provokator karena memprovokasi pendukungnya dengan isu isu kampanye yang tidak pas.

Publik juga tentu dengan mudah dan terbuka melihat kondisi sosial dan kondisi psikologis masyarakat melalui media sosial. Kita ingat pada beberapa waktu lalu, saat Kampanye ganti presiden 2019 begitu masif dan semakin membesar, Jokowi terlihat sudah kebingungan dan dilanda kepanikan. Ia seperti tidak menyangka kampanye itu menggelinding cepat bagai bola salju. Apalagi pada saat itu, beberapa lembaga survei menempatkan elektabilitas Jokowi tidak aman, tidak stabil bahkan trend mya menurun.

Kali ini, beberapa pengamat menilai Jokowi tengah mengalami kepanikan. Hal itu terlihat dari gestur Jokowi dan pidatonya yang meledak ledak bahkan terkesan marah-marah. Dan kepanikan itu semakin terkonfirmasi dengan penggunaan diksi diksi yang tidak pernah selama ini keluatr dari mulut Jokowi saat berpidato.

Penggunaan kata "Lawan" menunjukkan Jokowi mengalami ketegangan dan kemarahan. Ia bisa jadi marah kepada pihak yang ia sebut selama ini menyerangnya, namun jelas secara psikologis Jokowi terlihat tengah berada dalam tekanana. Ia bisa saja berdalih tidak terpengaruh dengan hasil survey yang menempatkan elektabilitasnya masih dibawah harapan, namun apapun gesturenya sangat menujukkan hal itu.

Saya menduga kepanikan Jokowi ini disebabkan belum solidnya Tim Kampanye Nasional dalam mengelola isu dan menahan laju serangan Tim penantang. Kasat mata, bahwa saat ini ranah kampanye di media sosial sudah dikuasai oleh aktifis Medsos dari kubu Prabowo - Sandi. Hal yang sama juga terlihat dari animo masyarakat di lapangan yang menunggu dan memilih datang ke lokasi kampanye pasangan Prabowo - Sandiaga.

Penurunan elektabilitas dan trend keterpilihan pasangan calon presiden dan wakil presiden Joko Widodo-Ma'ruf Amin memang sudah terjadi sejak masa enam bulan terakhir. Hal sebaliknya justru terjadi pada trend dukungan terhadap Prabowo-Sandi yang terus meningkat. Jokowi dimata masyarakat gagal dalam memenuhi janji-janji politiknya, Jokowi juga dinilai dan dipandang gagal dalam membuktikan statemennya sendiri.

Elektabilitas Jokowi-Ma'ruf yang terus menurun versi survei Litbang Kompas dinilai terjadi karena perpindahan pemilih yang disebabkan mereka tak puas atas isu kesejahteraan seperti lapangan kerja, daya beli. Faktor lain adalah perubahan citra Prabowo dan sosok Sandiaga Uno.

Jika merujuk pada sisa waktu menjelang hari "H" pencoblosan, maka sulit bagi Jokowi untuk membalikkan keadaan. Rakyat yang sudah dikecewakan oleh pemerintah butuh sesuatu yang baru dan memberi harapan. Dengan semakin banyaknya rakyat yang kecewa terhadap Jokowi, maka pergantian kepemimpinan nasional adalah jawaban dari semua persoalan itu. Dengan adanya pergantian kepemimpinan nasional maka kekecewaan rakyat terhadap pengelolaan negara selama ini bisa terobati.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun