Mohon tunggu...
Dion Pardede
Dion Pardede Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Akan terus dan selalu belajar.

Absurdites de l'existence. Roséanne Park 💍

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Rechtsidee dalam Konstitusi dan Pancasila sebagai Ideologi dan Staatsfundamentalnorm

21 Mei 2020   23:05 Diperbarui: 26 Mei 2020   04:05 1659
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Rechtsidee yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 tidak ubahnya kompas yang menjadi penunjuk jalan bagi perjalanan pembangunan hukum di Indonesia. Rechtsidee memastikan pembangunan hukum tertuju dan terarah demi kemaslahatan bersama seluruh rakyat Indonesia tanpa terkecuali. 

UUD 1945 sebagai konstitusi sendiri lahir melalui perdebatan antara kaum-kaum dengan perbedaan mulai dari suku, agama, pandangan politik, hingga ideologi perorangan yang kemudian menghasilkan kompromi-kompromi yang kemudian disusun dalam suatu Undang-undang Dasar sebagai pedoman dalam penyelenggaraan negara yang mengakomodir segala perbedaan dalam kehidupan bersama.

Dalam perjalanan mencapai cita hukum atau rechtsidee tersebut, kerap kali hukum terseok-seok entah itu disengaja atau tidak sengaja. Hal ini menjadi cerminan bahwa para pembuat hukum kurang memahami rechtsidee tersebut, sehingga mustahil untuk mencapai rechtsidee yang sebenar-benarnya. 

Atau mungkin pula penguasa (dalam hal ini pembuat hukum) memahami rechtsidee yang terkandung dalam cita-cita republik ini, namun terdapat kealpaan itikad baik untuk menghasilkan produk hukum yang menunjang tercapainya tujuan itu.

Dalam diskusi yang diselenggarakan Advokatkonstitusi dengan pembicara Rocky Gerung, disepakati (atau minimal saya sepakat), bahwa terdapat kecacatan dalam proses amandemen konstitusi kita, di mana Rocky Gerung menyatakan bahwa amandemen Undang-undang Dasar diamandemen tanpa ide yang mendasar, sehingga timbul pergeseran pemahaman akan rechtsidee yang terkandung di dalamnya. 

Konstitusi sebagai dasar negara dibahas tanpa adanya sinergitas yang ideal antara dunia akademis, sosial, lingkungan, hingga politik seperti yang dilakukan dalam pembahasan konstitusi di Amerika Serikat. 

Alhasil, dasar negara beserta rechtsidee di dalamnya menjadi rancu dan menimbulkan pertentangan diakibatkan adanya sektor-sektor yang tidak dilibatkan dalam pembahasan dan pembentukannya.

Hal lain yang menarik (lagi-lagi minimal buat saya), adalah kritik Rocky Gerung kepada kampus secara spesifik fakultas-fakultas hukum di Indonesia, di mana pemberian pemahaman filosofi hukum diselenggarakan seolah-olah hanya sebagai pelengkap di akhir-akhir masa kuliah. Padahal, yang lebih dibutuhkan dalam dinamika pembangunan hukum adalah pemahaman mendalam akan sisi filosofis dalam hukum, khususnya konstruksi konstitusi. 

Fakultas Hukum kian hari kian normatif, dan mencekoki mahasiswa dengan Undang-undang, sementara hukum sebagai ilmu pengetahuan terkesan dikesampingkan.

Salah satu kesalahan yang tidak kita sadari, dan boleh saja kita anggap sebagai akibat dari pendidikan yang hanya berorientasi Undang-undang di FH, adalah penempatan Pancasila sebagai Norma Dasar/Fundamental negara (Grundnorm menurut Kelsen, Staatsfundamentalnorm menurut Nawiasky). 

Di mana dalam jenjang norma guru dan murid ini, dikemukakan bahwa norma-norma membentuk sebuah hierarki di mana norma yang lebih rendah bersumber dari norma yang lebih tinggi, dan norma yang lebih tinggi bersumber dari norma yang lebih tinggi lagi, begitu seterusnya sampai kepada tingkatan abstrak. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun