Saya mengetahui bahwa pada masa pandemi ini, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mengeluarkan Peraturan OJK (POJK) No. 11/POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional.Â
Dalam aturan tersebut, OJK memberikan perlakukan khusus kepada debitur yang mengalami kesulitan pembayaran utang ke bank karena wabah virus corona.
Dalam aturan itu, OJK meminta pihak perbankan untuk memberikan kelonggaran berupa 'libur' atau penundaan pembayaran cicilan.
Di tengah kondisi ekonomi yang cukup memprihatinkan yang disebabkan oleh adanya pandemi virus Covid-19, bank tempat saya mengambil KPR memberikan solusi kepada debitur yang terkena efek pelemahan ekonomi akibat pandemi Covid-19.Â
Solusi yang ditawarkan adalah restrukturisasi kredit KPR. Restrukturisasi kredit sendiri merupakan upaya dari bank untuk membantu debitur yang mengalami kesulitan memenuhi kewajiban pembayaran angsurang kreditnya akibat terimbas pandemi Covid-19.
Ketika mengetahui ada program restrukturisasi dari bank, saya pun bergegas menemui pihak bank untuk menanyakan program tersebut.
Ketika bertemu dengan pihak bank, mereka menjelaskan bahwa debitur KPR seperti saya dapat memperoleh keringanan penangguhan pembayaran kredit jika memang terdampak pandemi Covid-19.
Namun pihak bank mengatakan bahwa batas maksimal program ini adalah 1 (satu) tahun. Mereka juga akan mengkaji permohonan dari tiap nasabah dan tenor restrukturisasi (mungkin) bisa berbeda-beda diantara debitur.
Di tengah pembicaraan dengan pihak bank, mereka menawarkan alternatif lain untuk penyelesaian KPR saya, yaitu melunasi KPR tanpa dikenakan biaya pinalti dan memberikan keringanan berupa pemotongan sisa cicilan. Usul yang menarik, ujar saya dalam hati.Â
Tetapi permasalahannya di masa pandemi ini siapa yang mau membeli atau men-take over rumah? Di akhir pembicaraan, saya mengatakan akan mempertimbangkan solusi yang mereka tawarkan dan mengabarkan mereka segera.
Melunasi sisa cicilan KPR bank