Mohon tunggu...
Dionisius Riandika
Dionisius Riandika Mohon Tunggu... Guru - Seorang Educator, Hipnomotivator, Hipnoterapis, Trainer, Penulis

Lahir di Kota Ambarawa, Kabupaten Semarang

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

The Circle of Life

13 Desember 2022   13:30 Diperbarui: 13 Desember 2022   13:40 384
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Segala sesuatu di dunia ini mengalami lingkaran kehidupan. Dengan kata lain, hidup ini adalah sebuah perputaran. Perputaran yang berlangsung terus menerus.

Secara awam, kita menyebutnya dengan istilah siklus. Siklus adalah putaran waktu yang di dalamnya terdapat rangkaian kejadian yang berulang-ulang secara tetap dan teratur. Siklus juga merupakan daur.

Perputaran kehidupan ini membuktikan bahwa segala sesuatu ada batasnya. Tidak ada yang baka. Batas itulah yang memungkinkan terjadinya perputaran.

Realitas paling mudah kita lihat dan rasakan adalah perputaran hari. Sebut saja mulai pagi bergerak menuju siang. Siang bergerak menuju senja. Senja bergerak menuju malam. Malam adalah batas. Dengan demikian, malam akan bergerak menuju pagi. Demikian dan seterusnya.

Hal yang sama berlaku dengan perputaran jam. Dimulai dari pukul 01.00 bergerak menuju 02.00, dan seterusnya hingga menuju ke 24.00. Pukul 24.00 adalah limit. Selanjutnya, akan menuju ke pukul 01.00. Demikian dan seterusnya.

Hal lain yang kasat mata adalah perjalanan hari. Dimulai dari Minggu, Senin, Selasa, Rabu, Kamis, Jumat, hingga Sabtu. Sabtu adalah limitnya. Maka, Sabtu akan menuju Minggu. Demikian dan seterusnya.

Bagaimana dengan kalender. Dimulai tanggal 1 dan bergerak hingga tanggal 31. Tanggal 31 adalah batasnya. Selanjutnya, akan kembali menuju tanggal 1. Demikian dan seterusnya.

Bagaimana dengan air. Berlaku pula perputaran kehidupan. Air yang turun dari langit sebagai hujan jatuh ke bumi. Terus mengalir hingga menuju ke laut. Dari laut, air akan menguap dan menjadi awan. Awan kembali merupa hujan. Demikian dan seterusnya.

Sama halnya dengan biji tumbuhan. Jatuh ke tanah lalu membusuk. Kemudian tumbuh tunas hingga menjadi tanaman besar yang berbuah. Dalam buahnya terdapat biji yang pada satu masa akan kembali ke tanah. Setelah membusuk di dalam tanah, akan memunculkan tunas tanaman yang baru. Demikian dan seterusnya.

Begitu pula dengan siklus kehidupan manusia. Awalnya, tiada. Lalu, karena persetubuhan jadilah janin. Pada masanya, bayi terlahir. Bayi itu akan tumbuh hingga menjadi dewasa. Setelah dewasa, menuju tua. Setelah itu, manusia akan mati. Secara kasat mata berarti kembali menjadi tiada. Karenanya, muncul ungkapan dari tiada kembali menjadi tiada. Atau yang lebih populer dalam beberapa kepercayaan yaitu dari tanah kembali menjadi tanah. Dari debu kembali menjadi debu.

Dalam hidup ini, selalu ada batas atau limit yang membuat perputaran terjadi terus menerus. Manusia harus menyadari realita ini. Dengan menyadarinya, manusia niscaya memiliki keyakinan bahwa selalu ada kesempatan untuk memulai lagi dan memulai lagi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun