Mohon tunggu...
Dionisius Riandika
Dionisius Riandika Mohon Tunggu... Guru - Seorang Educator, Hipnomotivator, Hipnoterapis, Trainer, Penulis

Lahir di Kota Ambarawa, Kabupaten Semarang

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Menemukan Kebahagiaan

4 Maret 2021   23:15 Diperbarui: 4 Maret 2021   23:41 115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Kebanyakan orang di dunia ini menghabiskan sebagian besar hidup untuk mencari kebahagiaan diri. Umumnya, kebahagiaan dianggap sebagai sesuatu yang berada di luar diri manusia. Maka, kebahagiaan diyakini sebagai sesuatu yang harus dicari.

Padahal, sejak semula, kebahagiaan telah berada di dalam diri manusia. Manusia adalah makhluk yang diciptakan secitra dengan Sang Maha Pencipta. Sang Maha Pencipta adalah sumber kebahagiaan. Otomatis, manusia diciptakan dalam dan dengan kebahagiaan. Dengan kata lain, kebahagiaan bukan berada di luar, melainkan menyatu di dalam diri.

Persoalannya, banyak manusia yang tidak merasa bahagia. Tentu, ini terjadi bukan karena kebahagiaan dalam dirinya telah hilang. Bukan pula berarti bahwa dirinya tidak punya kebahagiaan.

Masalah yang sesungguhnya terjadi adalah manusia telah menutupi kebahagiaan yang terdapat di dalam dirinya tersebut. Manusia menutupinya dengan rupa-rupa kelekatan duniawi. 

Kelekatan tersebut antara lain kelekatan terhadap uang. Ketika manusia melekat dengan uang, ia akan mengganggap uang sebagai sumber kebahagiaan. Di saat tidak memiliki uang, ia merasa tidak memiliki kebahagiaan. 

Bentuk kelekatan lain adalah kelekatan dengan berbagai benda. Terlalu melekat dengan ponsel, kendaraan, perhiasaan, kekayaan, bahkan benda yang dianggap keramat. Kelekatan terhadap hal-hal semacam itu justru menutupi kebahagiaan sejati yang berada di dalam diri.

Kelekatan terhadap manusia pun mampu menutupi kebahagiaan. Ketika manusia memiliki kelekatan terhadap manusia lain, misalnya pasangan, anak, sahabat, atau sosok idola, maka di saat mereka satu persatu pergi, seseorang akan merasa kehilangan kebahagiaan.

Dengan sedikit uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa sesungguhnya kebanyakan manusia justru telah "menutupi" kebahagiaan yang sejatinya ada di dalam dirinya. Maka, satu-satunya cara untuk menemukan kembali kebahagiaan sejati adalah dengan melepaskan diri dari berbagai kelekatan.

Lepaskanlah satu persatu kelekatan yang ada dalam diri kita. Di saat semua kelekatan itu lepas, di saat itu pula kebahagiaan nampak. Jadi, kebahagiaan tidak untuk dicari, melainkan untuk ditemukan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun