Mohon tunggu...
Dio Eka Prayitno
Dio Eka Prayitno Mohon Tunggu... Pustakawan - Pustakawan di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia

Saya adalah seorang pustakawan yang telah menempuh pendidikan pada Program Diploma 3 Teknisi Perpustakaan di Universitas Airlangga tahun 2011 dan melanjutkan Strata 1 Ilmu Perpustakaan di Universitas Wijaya Kusuma Surabaya

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ghostwriter dalam Sebuah Perspektif

8 November 2022   09:29 Diperbarui: 8 November 2022   09:39 148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Berkembangnya sebuah peradaban manusia atau sebuah bangsa dapat dilihat dari peninggalan-peninggalannya baik berupa bangunan, barang atau benda dan juga prasasti atau kitab-kitab yang masih berwujud. Para pendahulu menyadari bahwa agar peradaban atau masa kejayaannya dapat diketahui oleh bangsa lain atau penerusnya kelak, maka hal yang harus dilakukan adalah dengan membuat karya yang dapat dilihat yaitu dengan sebuah catatan atau tulisan dalam berbagai media yang pada saat itu. 

Media tulis yang berkembang pada zaman itu bisa berupa daun, pelepah, batu, tulang dan kulit binatang. Dan hal tersebut terbukti pada saat ini, kita yang hidup pada zaman sekarang bisa mengetahui keberadaan sebuah bangsa atau kerajaan pada masa lampau melalui peninggalannya yang berupa tulisan-tulisan.

Karya tulis merupakan sebuah prasasti pengetahuan yang harus dilestarikan karena dengan menulis, seseorang akan diketahui eksistensinya serta karyanya dapat dikenang sepanjang masa. Seperti kita ketahui bersama, melalui karya tulis dari para pendahulu, kita bisa mengetahui tentang sejarah kerajaan di nusantara ini dan lain sebagainya. 

Melalui karya tulis, seseorang bisa menyampaikan pemikiran, ide gagasan atau pendapatnya kepada masyarakat luas. Tujuan dari karya tulis diciptakan sangat beragam seperti untuk menyalurkan hobi, menyampaikan aspirasi, memberikan solusi, atau untuk mendapatkan uang yang artinya bersifat komersial, bahkan yang lebih ekstrim lagi adalah memiliki tujuan propaganda. Karya tulis dapat dihasilkan secara individu atau kelompok tergantung dari tujuan tulisan tersebut dibuat. Karya tersebut bisa dimuat dalam berbagai media seperti media cetak maupun media elektronik berdasarkan jenis tulisan. Teknologi informasi yang semakin maju dewasa ini membuka peluang dan membuat tantangan baru bagi keilmuan.

Menulis sebagai hobi

Hobi merupakan sebuah kegemaran atau minat dari seseorang dalam menekuni atau melakukan suatu hal. Salah satu hobi yang umum di masyarakat adalah menulis. Menulis sebagai hobi ini bisa memiliki dampak yang positif apabila dikembangkan secara terus menerus. Novel sebagai contoh hasilnya, banyak penulis novel yang berawal dari sebuah hobi. Seperti yang kita ketahui novel yang berjudul "Ayat-Ayat Cinta" karya dari Habiburrahman El Shirazy, kemudian ada novel "Tenggelamnya Kapal van Der Wijck" karya Buya Hamka, novel "Negeri 5 Menara" karya Ahmad Fuadi. Dari hobi menulis yang berbuah novel mereka mendapatkan banyak keuntungan seperti uang dari hasil royalti, hak cipta atas karya tulisnya dan ketenaran sebagai penulis novel.

Menulis untuk menyampaikan aspirasi

Era teknologi informasi seperti saat ini, banyak sekali media penyaluran aspirasi atau ide gagasan yang bisa dilakukan. Seseorang atas nama pribadi atau kelompok bisa menyampaikannya melalui internet, tidak lagi terbatas pada media cetak seperti surat kabar ataupun majalah. Seseorang tersebut akan lebih bebas menyampaikannya, terutama melalui media sosial yang beredar di masyarakat seperti Twitter, Facebook, dan Instagram. Mengagumi atau membenci seseorang atau lembaga bisa dengan sangat mudah dilakukan dengan adanya media baru ini. Tentunya hal ini bisa seperti dua buah mata pisau yang memiliki dampak positif dan negatifnya. Dalam hal penyampaian aspirasi melalui media elektronik seperti sekarang, pemerintah memiliki Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik atau yang biasa kita kenal dengan Undang-Undang ITE.

Menulis sebagai syarat tujuan tertentu

Hal ini yang menarik, seseorang dipaksa untuk menulis dan menghasilkan karya yang sesuai dengan kaidah tertentu. Tentu saja hal ini akan menghasilkan sesuatu yang berbeda karena menulis bukan merupakan sebuah pekerjaan yang harus dipaksakan. Menulis dalam konteks ini tidak berarti hanya sekedar menulis tetapi menulis yang diwajibkan bagi seseorang untuk mendapatkan sesuatu yang diraihnya. Menurut Priambodo (2001) menulis adalah salah satu kemampuan dasar yang harus dimiliki setiap orang berpendidikan. 

Sebagai contoh seorang mahasiswa wajib membuat karya tulis ilmiah yang berupa Tugas Akhir untuk program Diploma 3 atau 4, Skripsi untuk program Sarjana, Tesis untuk program Magister dan Disertasi untuk program Doktor. Maka dari itu, menulis merupakan sebuah kewajiban yang harus dilakukan oleh mahasiswa tersebut untuk meraih gelar kesarjanaan atau jenjang pendidikannya. 

Terdapat contoh lain yang mewajibkan sebuah tulisan sebagai suatu kewajiban yang harus dilakukan yaitu Aparatur Sipil Negara (ASN) yang menduduki jabatan fungsional harus dapat memenuhi angka kredit tertentu. Salah satu kebutuhan angka kredit pada Jabatan Fungsional (JF) Pustakawan yang harus dilakukan adalah melakukan kegiatan pengembangan profesi dalam sub unsur pembuatan karya tulis / karya ilmiah di bidang kepustakawanan. Karya tulis yang dihasilkan bsa berdasarkan hasil penelitian, pengkajian maupun evaluasi yang berupa buku, majalah atau makalah yang diterbitkan secara nasional dalam media cetak maupun media online.

Ghostwriter atau bisa disebut juga dengan istilah penulis hantu merupakan bagian dari dampak kemajuan teknologi informasi dan komunikasi (TIK). Banyak orang dengan tujuan tertentu menggunakan jasa dari ghostwriter ini. Keberadaan ghostwriter ini secara umum illegal atau tidak sah secara hukum karena melanggar Undang-Undang Hak Cipta yaitu Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 yaitu tentang Hak Cipta. Hak Cipta yang dimaksud dalam pasal ini merupakan hak eksklusif yang terdiri atas hak moral dan hak ekonomi. Pasal 5 dalam Undang-Undang tersebut menyebutkan bahwa Hak moral tidak dapat dialihkan selama Pencipta masih hidup, tetapi pelaksanaan hak tersebut dapat dialihkan dengan wasiat atau sebab lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan setelah Pencipta meninggal dunia. Maka dari sini jelas bahwa perbuatan ghostwriting yang dilakukan oleh ghostwriter tidak dibenarkan adanya.

Ghostwriter ini tetap melakukan aksinya selama masih terdapat "pasar" yang melegalkan praktik tersebut, secara sadar atau tidak kegiatan mereka ini sudah melanggar Undang-Undang Hak Cipta yang telah dijabarkan di atas. Namun para ghostwriter ini memiliki alasan sendiri dalam melakukan praktiknya. Berbagai macam alasan dikemukakan untuk menutupi perbuatan yang kurang baik tersebut. 

Kendati demikian transaksi atas kegiatan tersebut tetap berlangsung. Tidak ada hukum yang pasti terhadap pelanggar Undang-Undang tersebut. Hal ini tentu saja membuka peluang bagi ghostwriter dalam melancarkan aksinya dan menawarkan jasanya kepada seseorang yang menulis dengan memiliki syarat tertentu. Achmad (2020) menyampaikan bahwa pelaku pengguna jasa ghostwriter tetap dapat menjaga hak moralnya sebagai penulis apabila dia berada di keadaan dimana dia bisa membuktikan posisi dirinya benar adalah penulis dan ghostwriter hanya sebatas membantunya dalam pengaplikasian penulisan dan editing saja.

Pejabat fungsional pustakawan diharapkan memiliki kreatifitas dan inovasi dalam menghasilkan karya tulis ilmiah karena hal ini bukan hanya sebatas pada pemenuhan kewajiban jabatan yang berupa angka kredit semata, melainkan ada tanggung jawab moral dalam menyampaikan dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan. Manakala pustakawan turut serta dalam arus ghostwriting maka bisa dipastikan bahwa kredibilitas pustakawan dipertanyakan dan profesionalitas pustakawan dipertaruhkan. Oleh karena itu, hak dan kewajiban pustakawan sebagai pengelola informasi memberikan edukasi kepada masyarakat dalam memberikan pengetahuan dan kemudahan akses terhadap informasi yang disediakan oleh perpustakaan. Sehingga harapannya ghostwriter ini tidak akan lagi ada ketika pustakawan sendiri mampu menghasilkan karya tulis ilmiah serta mengawal proses literasi yang berada di masyarakat sesuai dengan elemen yang dilayani.

Daftar Pustaka

Achmad, Atiekah; Roisah, Kholis. 2020. Status Hukum Ghostwriter dan Pemegang Hak Cipta dalam Plagiarisme Menurut Undang-Undang Hak Cipta. Jurnal Magister Hukum Udayana (Udayana Master Law Journal), Vol. 9 No. 2.

Indonesia. Republik. 2014. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta.

Priambodo, Bagus. 2021.Menulis untuk Belajar dan Berpikir. https://lpmpjatim.kemdikbud.go.id/jelita. diakses pada tanggal 10 Juni 2022.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun