Mohon tunggu...
Dini Erian
Dini Erian Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Selanjutnya

Tutup

Money

Melukar Kekusutan Pangan Kita

24 September 2018   13:43 Diperbarui: 25 September 2018   13:25 498
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mayoritas warganet belum paham betul duduk perkara keributan para pejabat negara ihwal sektor pangan. Mereka cenderung puas menilai persoalan sebatas lapisan terluar, seolah enggan menelaah lebih jauh hingga ke pokok. Padahal sudah banyak analisa mendalam dikemukakan, yang menyampaikan pun bukan satu dua pengamat saja.

Salah satunya Yeka Fatika, Pimpinan Pusat Kajian Pangan dan Advokasi. Senada dengan Guru Besar IPB Dwi Andreas, Yeka berpendapat data produksi beras Kementerian Pertanian membuat masyarakat salah sangka. Klaim surplus jutaan ton mengalihkan atensi masyarakat dari masalah sektor pertanian yang nyata di depan mata.

"Pemerintah baru memutuskan impor beras 2 juta ton saja sudah dibully, padahal dari kajian internal kami harusnya impor 3 juta ton untuk antisipasi 2019. Mengapa dibully? Karena ada legitimasti surplus dari pihak yang berwenang.

BPS juga berhenti merilis data produksi resmi sejak 2015, sementara Kementan selalu mengemukakan bahwa Indonesia surplus sekian juta ton, itu saja harusnya KPK sudah masuk. Silakan cek program apa pun, pasti ada masalahnya," ujar Yeka.

Apa sebab tim ahli statistik---yang mahir menghitung data dan punya sumber daya yang mumpuni untuk survey nasional---tak merilis data produksi pertanian yang harusnya diterbitkan tiap tahun?

Dari situ mestinya dapat kita terka, jangan-jangan ada masalah pada data produksi beras Kementan? Jangan-jangan klaim surplus yang dikemukakan kelewat berlebihan? Sebab Kepala BPS Kecuk Suhariyanto sendiri pernah menyatakannya. Bahkan, overestimate data Kementan ini pernah dikemukakan juga oleh Suryamin, yang pernah menjabat sebagai kepala BPS pada 2015.

Barangkali, inilah yang membuat BPS emoh merilis data produksi pertanian. Lembaga itu tak ingin menyebarluaskan data yang tak sahih.

(https://www.merdeka.com/uang/bps-data-luas-lahan-pangan-kementan-lebih-tinggi-dari-kenyataan.html)

(https://katadata.co.id/berita/2018/02/05/estimasi-kementan-dinilai-berlebihan-bps-cek-ulang-produksi-beras)

Menurut Yeka, angka surplus yang selalu digaungkan Kementan hanyalah estimasi belaka berdasarkan luas lahan panen dan perkiraan produktivitas per area. Ini masuk akal, mengingat klaim surplus tak pernah sejalan dengan perkembangan harga beras. Apalagi pada kuartal pertama 2018. Jika benar surplus jutaan ton, ke mana beras-beras itu pergi? Mengapa laju lonjakan harga beras medium sulit sekali dijinakkan? Padahal Operasi Pasar telah digelar gila-gilaan.

"BPS pernah melakukan kajian pada penggilingan padi dan Badan Ketahanan Pangan juga melakukan kajian soal stok. Masing-masing sudah dua kali mengkaji. Semuanya mengindikasikan overestimate kisaran 12,5-28,3%. Kementan overdosis mengekspor surplus produksi padi dan beras. Itu baru dari sisi pendataan, ya, " sambung Yeka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun