Mohon tunggu...
Dinda Septiana
Dinda Septiana Mohon Tunggu... Administrasi - Mahasiswi

Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Pengevaluasian Pengawasan terhadap Penyimpangan Dana

12 Desember 2019   20:29 Diperbarui: 12 Desember 2019   20:33 6
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://beritagar.id

Adanya penambahan desa baru dengan seiringnya meningkatkan alokasi dana desa dari tahun ke tahun. Munculnya desa baru-baru ini Mentri keuangan Sri Mulyani tidak wajar, menyatakan bahwa di antara desa-desa baru tidak memiliki penduduk alias "Desa Hantu". Desa hantu ini mendapatkan guyuran dana desa dari pemerintahan.

Dengan penyaluran program dana desa yang disampaikan oleh Mentri Keuangan jika dilihat fakta program itu tersebut sudah berjalan dalam lima tahun terakhir, anggaran dana desa melonjak hingga tiga kali lipat di tahun 2015 sampai 2019. 

Dengan adanya keluhan yang disampaikan oleh Kemenkeu dan membuat kaget bagi para pejabat mentri  tentang adanya dana "Desa Hantu" yang tidak berpenghuni itu. Menurut saya dengan system yang tidak berjalan, fenomena desa tersebut semestinya sudah diketahui pada tahun-tahun yang lalu. Maka dari itu kementrian keuangan melakasanakan system program evaluasi dana desa dari tingkat pusat maupun tingkat daerah. Karena adanya transfer dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) makanya bermunculan desa-desa baru dan bahkan tidak ada penduduknya, perlu mendapatkan dana desa.

UU No 6 Tahun 2014 tentang desa mengamanat bahwa pendapatan desa selain bersumber dari pendapatan asli desa juga dari alokasi APBN, bagian dari hasil pajak daerah dan retribusi daerah kabupaten/kota dan Alokasi Dana Desa (ADD) yang merupakan bagian dari dana perimbangan yang diterima kabupaten/kota. Jika mengacu kepada UU tersebut  tentang desa setidaknya ada tiga instansi pemerintah yang bermain dalam munculnya desa-desa hantu ini. Dengan adanya desa baru baik melalui pemekaran, maupun pembentukan baru tidak terlepas dari peranan kepala daerahnya, bupati, maupun walikota, karena inilah kepala daerah yang akan mengusulkan dalam pemekaran satu desa.  Mulai dari penyusun formulasi dana desa yaitu Mentri Keuangan hingga Kementrian Desa ( Kemendes), Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (PDTT) sebagai formulasi evaluasi hingga Kementrian Dalam Negeri dalam program penyelenggaraan penanggung jawab pemerintahan desa.

Menurut Kemendes PDTT dan Kemendagri menyatakan dengan adanya desa yang tidak berpenghuni itu alias desa hantu menimbulkan pertanyaan. Dan sebagai pendistribusi dana desa maka pemerintah desa maupun pusat harus lebih meningkatkan dengan ada pengawasan. Dengan adanya oknum-oknum yang terdorong dan tergiur dengan besar dana desa yang digelontarkan oleh pemerintah pusat kepada desa dalam program pencepatan pembangunan desa. Dalam beberapa kasus bahwa dana desa banyak yang disalahgunakan meskipun pengguna dana desa tersebut pengawasan cukup ketat dengan melibatkan penegak hukum kejaksaan dan polri.

Akibat meningkatnya dana desa yang diterima oleh desa dan banyaknya desa-desa fiktif yang tidak berpenghuni bermunculan sehingga alokasi dana desa meningkat tajam. Badan Pusat Statistik (BPS) mengatakan bahwa jumlah desa yang ada di Indonesia memang terus meningkat dengan sepanjang kepemimpinan pemerintahan Presiden Jokowi Widodo dari tahun 2014-2018 mencapai 1.741 desa. Jika dibandingkan dengan kepemimpinan era Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dari tahun 2011-2014 mencapai 3.581 pertumbuhan desa baru.

Orang yang sangat rentan untuk melakukan korupsi atau tergiur besarnya dana desa biasanya orang-orang yang sangat dekat atau terlibat langsung dalam pengelolaan kegiatan yang melibatkan sejumlah dana yang cukup besar. Dari beberapa kasus korupsi DD/ADD yang terjadi di Indonesia khususnya terlihat bahwa yang berpotensi besar sebagai pelaku tindak korupsi adalah para kepala desa dan aparat desa karena mereka memilik akses langsung dalam pengelolaan dana. Sebagaimana disebutkan di Permendagri nomor 113 Tahun 2014 tentang pengelolaan keuangan desa pasal 3 disebutkan bahwa Kepala desa adalah pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan desa dan mewakili pemerintah desa dalam kepemilikan kekayaan milik desa yang dipisahkan.

Dengan adanya hal tersebut system evaluasi dana desa kedepannya harus dijalan dengan secara maksimal maupun tingkat pusat hingga tingkat daerah. Untuk itu melibatkan warga desa lebih pro-aktif dan diberikan kewenangan dalam pengawasan dan juga peningkatan penguatan lainnya diberikan kepada aparatur pemerintahan dan pengelolaan teknis yang terkait dengan keuangan desa. Termasuk penguatan sosialisasi dan melakukan evaluasi dan pengawasan peraturan desa. Dan memberikan sanksi atas penyimpangan yang dilakukan oleh Kepala Desa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

NAMA          : DINDA SEPTIANA
NPM             : 21801091121
JURUSAN    : ILMU ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS : ILMU ADMINISTRASI
KAMPUS.    : UNIVERSITAS ISLAM MALANG

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun