Mohon tunggu...
dinda pranata
dinda pranata Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Blogger, Book Enthusias, Translator Bahasa Jepang

Ibu Rumah Tangga yang suka nulis. Punya motto "yang penting coba dulu". Baca buku bukan cuma buat gaya-gayaan tapi gaya hidup. Find me at www.senjahari.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Toxic Positivity, karena Hidup Tak Selalu Positif, Harus Bagaimana?

1 September 2021   09:33 Diperbarui: 1 September 2021   10:50 253
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"gitu aja ngeluh!"

"Kamu mestinya bersyukur, ada orang lain yang lebih menderita."

"Ah, aku dulu lebih menderita. Kamu lebih beruntung, jadi positif aja!"

Coba hitung, berapa kali kita merespon hal ini pada teman yang curhat tentang masalahnya.  Jangan-jangan terlampau sering sampai tidak bisa menghitung. 

Berapa kali pula kita mendapatkan respon demikian saat curhat pada teman. Lalu apakah yang kita rasakan? Merasa termotivasi atau justru hati menjadi ciut? Coba renungkan hal ini. Dan mari sama-sama membedah respon yang baik.

Hidup Tidak Selalu Tentang Positif, Merasa Negatif Pun Tak Apa.

ilustrasi toxic positivity by canva.com

Sepanjang kehidupan kita, pernahkah kita merasa selalu negatif atau selalu merasa positif? Hampir tidak pernah bukan. Sebuah siklus kehidupan pasti mengalami pasang surutnya sendiri. 

Dalam beberapa tahun seseorang bisa mengalami 'cobaan' yang membuatnya harus bekerja keras, lalu dalam beberapa tahun kemudian ia mengalami 'peningkatan' kehidupan. Jika suatu ketika kita mengalami hal positif di sela-selanya pasti ada masa yang negatif. 

Ada satu yang lucu disini, terkadang orang yang mendapatkan hal negatif buru-buru ingin segera positif. Orang yang positif ingin selalu merasa positif. Apakah kita terlalu banyak memandang hidup seperti drama? Ataukah kita ingin mengingkari keadaan bahwa hal negatif yang sebenarnya lumrah? 

Toxic Positivity, Saat Positif Menjadi Racun Kehidupan.

Berdasarkan laman alodokter, toxic positivity merupakan kondisi ketika seseorang menuntut dirinya sendiri atau orang lain untuk selalu berpikir dan bersikap positif serta menolak emosi negatif. Bukannya menolak emosi negatif itu baik? Kita jadi lebih posif kan.

Menolak sesuatu itu bukan kondisi yang baik dimanapun. Contohnya ketika cinta kita ditolak gebetan, apa yang kamu atau kita rasakan? Terluka bukan. Sama halnya dengan perasaan negatif, jika ia ditolak maka ia bisa 'terluka'. 

Bagaimana bisa melihat perasaan negatif terluka? kita bisa melihatnya dari trauma, luka batin an lain sebagainya. Lalu bagaimana mengatasinya?

Bersikap Realistis, Jangan Jadi Drama King Atau Queen. 

Realistislah memandang kehidupan. Bukahkah dualisme memang ada dalam kehidupan. Orang yang sekaya rafatar, nagita atau raffi ahmad sekalipun menghadapi tatangan kehidupannya sendiri dan mengalami pasang surut kehidupan. Jadi kita yang orang biasa apa mungkin tidak mengalaminya? Mustahil bukan. 

Kenyataan dan imaji yang kita lihat di media sosial sangat bertolak belakang dan tujuan mereka memposting kehidupan yang selalu positif belum tentu sama dengan struggle yang mereka hadapi. Cara menghindari resiko toxic positivity dengan menulis diary, journaling, menggambar, atau melakukan apapun yang kalian suka sambil merasakan emosi negatif itu atau sambil berkata "iya nih aku lagi suka, sedih, marah, jengkel, atau lainnya." katakan dengan jelas apa emosi yang kita rasakan. Tujuannya agar emosi itu memiliki media penyaluran yang baik sekaligus memberi nama pada rasa yang dirasakan. 

Kalau tidak bisa nulis atau jurnal? kita bisa cerita. Tapi ya kalau bercerita pastikan orang yang kita ajak cerita mampu merespon dengan baik dan tidak 'ember'. Jika kita yang menjadi orang toxic positivity, maka saat ada teman yang numpang curhat jangan buru-buru kasih saran. Hal terbaik adalah diam dan dengarkan keluhannya sampai habis. Menjadi pendengar yang baik bisa membuat kita belajar untuk berempati terhadap sesama.

Kalau mau aman dan sedikit mengeluarkan uang untuk curhat dan terhindar dari orang toxic, ya bisa pergi ke psikolog atau orang yang profesional di bidangnya. Tapi kalau mau yang gratisan ya melakukan self healing.

Emang bisa berpengaruh? Tapi kan tidak mudah? Ya kalau yang ini jawabannya pasti tidak mudah. Anak kecil yang baru belajar jalan harus jatuh bangun, anak sekolah yang mau pintar juga mesti belajar kan. 

Jadi, setiap hal yang terjadi mau mudah atau tidak pasti melibatkan waktu dan proses. Cintailah proses dan waktu itu, dan kita baru bisa menyadari ternyata realita itu seperti apa.

Mari menjadi pribadi yang realistis dalam memandang kehidupan baik pahit atau manis. Be Real You!


HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun