Mohon tunggu...
Dinda novelia
Dinda novelia Mohon Tunggu... Wiraswasta - Mahasiswa pendidikan sejarah dan sosiologi. because by writing I can capture my thoughts, and hope to benefit the reader

Be your self and happy Temukan saya di instagram @dinda.nvl

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Guru sebagai pembimbing, bukan penuntut

13 April 2019   20:46 Diperbarui: 13 April 2019   23:05 244
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Guru adalah seorang figur yang mulia dan dimuliakan banyak orang. Kehadiran guru di tengah-tengah kehidupan masyarakat sangat penting, tanpa adanya guru atau seseorang yang dapat ditiru dan diteladani oleh manusia untuk belajar dan berkembang, manusia tidak akan memiliki budaya, norma, dan agama.

Sebelumnya tanpa mengurangi rasa hormat saya, saya mohon maaf yang sebesar-besarnya jika ada hal yang kurang berkenan dan ada pihak yang merasa tersinggung dalam tulisan saya ini. Sebagai seseorang yang bercita-cita menjadi Seorang Guru, Saya hanya menyalurkan pendapat saya dan beberapa teman saya sebagai peserta didik yang merasa menjadi kelompok termarjinalkan (diskriminatif) oleh salah satu seorang guru di salah satu sekolah saya dulu.

Beberapa bulan lalu ketika saya masih semester 1, saya menempuh mata kuliah sosiologi pendidikan. Saya ingat ada satu materi yang menjelaskan tentang peranan Guru disekolah. Peran yang dimaksud antara lain:

  • Sebagai Planner (perencana)
  • Sebagai Organizer (pelaksana)
  • Sebagai Evaluator (penilai)
  • Sebagai Teacher Counsel (pembimbing)

Ketika Dosen saya sedang serius menjelaskan materi tersebut, saya sebagai mahasiswi Institut keguruan dan ilmu pendidikan yang basicnya menjadi seorang Guru kemudian saya terfokus dengan tugas Guru sebagai Teacher Counsel (pembimbing) dan teringat masa-masa sekolah saya. 

Dulu ketika saya masih duduk di bangku sekolah , saya memiliki Guru yang beda dari Guru-guru saya yang lainnya. Guru Penyayang, penyabar, kiler, otoriter dan Demokratis adalah type Guru yang bersifat umum dan seringkali kita jumpai di sekolah-sekolah. 

Beda dengan Guru saya yang satu ini. Awalnya saya berfikir mungkin hanya saya yang merasa menjadi kelompok diskriminatif dari Guru tersebut karena saya akui saya sedikit lambat dalam pelajaran yang diajarkan oleh Beliau. Tapi ternyata banyak sekali teman-teman saya dan adik-adik kelas saya bahkan kakak kelas saya juga yang merasa menjadi kelompok diskriminatif oleh Beliau baik di dalam kelas maupun diluar kelas.

 Sering kali kita mengeluh karena sikap dan perlakuan Beliau yang kurang mengenak.kan dalam kegiatan belajar mengajar maupun Ekstra kulikuler. Selain meng.anak emaskan kaum mayoritas dan mencampakan kaum minoritas, sering kali beliau bersikap dingin, acuh tak acuh, menganggap kami seolah-olah tidak ada, menyindir secara halus tanpa kita menyalahi sedikitpun, tiba-tiba marah, mencampuri urusan pribadi siswa sehingga sering menimbulkan konflik, membesar-besarkan masalah, menatap dengan tatapan yang tajam disertai lirikan yang tajam pula, yang membuat kami merasa tidak nyaman dan takut. Padahal jika di ingat kembali seharusnya guru harus mampu menciptakan suasan belajar yang nyaman bagi siswanya.

Kami di tuntut untuk bisa memahami materi apa yang disampaikan tanpa sedikitpun Beliau memahami bahwa kami kurang cocok dan tidak cukup mampu dengan metode Belajar Beliau, padahal jika mengingat tugas guru sebagai pembimbing seharusnya Guru dituntut harus mampu mengidentifikasi kesulitan-kesulitan belajar yang dialami oleh siswa serta memberikan Bimbingan agar siswa bisa keluar dari masalah-masalah kesulitan belajar yang dialami oleh siswa. 

Tidak jarang ketika proses belajar mengajar dimulai kami lebih memilih untuk membaca cerpen atau novel, bahkan banyak sekali teman-teman saya yang memberanikan diri membolos pada jam pelajaran Beliau karena ketika proses belajar mengajar berlangsung yang di prioritaskan oleh Beliau hanyalah siswa-siswi yang kemampuannya diatas rata-rata saja, dan siswa yang berkemampuan lambat atau dibawah rata-rata tidak dihiraukan. Jadi bisa anda bayangkan sendiri, yang pintar semakin pintar dan yang kurang pintar semakin tertinggal. 

Padahal kita sebagai seorang siswa juga mengingkan bimbingan dan perlakuan yang sama serta memperoleh hak yang sama sebagai seorang siswa. Banyak sekali adik-adik kelas saya yang merasa tidak nyaman jika berada di dalam maupun di luar kelas jika berjumpa atau bersama dengan beliau. 

Bahkan ada salah satu adik kelas saya yang mengaku ketika menjelang ujian ia dituntut mendapatkan nilai diatas rata-rata tanpa disertai dengan bimbingan dan pembelajaran yang intens.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun