Mohon tunggu...
Dinda Laily
Dinda Laily Mohon Tunggu... Diplomat - hehe

manusia biasa

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

HAM dalam RUU PKS

25 November 2020   21:10 Diperbarui: 25 November 2020   21:21 104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Kasus pelanggarahan Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia menjadi topik yang sering diperbincangkan oleh public dan masih belum bisa terpecahkan secara konkret dan adil. Kasus satu belum selesai muncul lagi kasus lainnya, dari tahun 1990-an sampai sekarang masih ada beberapa kasus pelanggaran HAM yang masih belum terselesaikan dan menumpuk dimana-mana mulai dari yang kecil sampai sulit dipecahkan.
RUU PKS yang tak kunjung di sahkan sampai sekarang membuat ke khawatiran tersendiri terutama bagi kaum perempuan. Kekerasan seksual menjadi isu yang mengkhawatirkan di kalangan masyarakat, berbagai kasus kekerasan seksual terhadap perempuan yang terjadi di Indonesia sangat memberikan dampak yang mengkhawatirkan bagi perempuan. 

Di Indonesia sendiri kasus kekerasan seksual ini mengalami situasi darurat perlindungan seksual, terutama bagi korban kekerasan seksual. Dalam Kajian Komnas Perempuan yang dihimpun dari laporan lembaga layanan menemukan dalam rentang waktu 10 tahun (2001-2011) rata-rata setiap harinya 35 perempuan menjadi korban kekerasan seksual, dari data yang dihimpun oleh Komnas Perempuan pada tahun 2016 berjumlah 259.150 kasus, jumlah meningkat pada tahun 2017 dengan jumlah kasus 348.446, dan pada tahun 2018 meningkat sangat tajam untuk jumlah kasus mencapai 406.178 atau naik sampai 14%.

Banyaknya kasus kekerasan seksual diperlukan peraturan khusus yang mengatur mengenai kekerasan seksual dan memandang perlu agar Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksusal (RUU PKS) harus segera disahkan. 

RUU Penghapusan Kekerasan Seksual merupakan suatu upaya pembaruan hukum dalam mengatasi berbagai persoalan terkait kekerasan sosial adanya RUU PKS ini akan menjadi pelindung terhadap korban aksi kekerasan seksual yang selama ini belum diatur dalam undang-undang yang ada. RUU KUHP belum cukup untuk melindungi hak-hak korban, RUU KUHP masih hanya sebatas mengatur tentang tindak pidana perbuatan pelaku kekerasan tanpa adanya upaya pencegahan.

Perjalanan untuk mengesahkan RUU ini dimulai pada tahun 2015, pasca Konas Perempuan mendorong DPR untuk memasukkan RUU PKS sebagai Prolegnas (Program Legislasi Nasional) kemudian pada tahun 2016 Komnas Perempuan menyerahkan naskah akademik RUU PKS dan Presiden Joko Widodo pada tahun 2018 mengadakan koordinasi berbagai kementerian untuk membahas RUU PKS. Hingga akhirnya pada tahun 2018 DPR menunjuk Komisi VIII yang akan membahasnya, namun ada beberapa pihak yang tidak setuju akan rancangan undang-undang ini karena dianggap bahwa isi dari draft tersebut dinilai pro dengan zina dan melegalkan seks bebas.

Sangat jelas bahwa didalam draft RUU PKS tidak hanya memberikan sanksi kepada pelaku yang melakukan pelecehan seksual fisik (berhubungan badan), tetapi juga perlakuan verbal yang berdampak buruk bagi kondisi psikis korban. Dampak buruk lainnya korban akan mengalami kesulitan berelasi dengan masyarakat sekitar, dampak akan semakin kuat jika muncul stigma dan pengucilan oleh masyarakat dan tokoh masyarakat disekitar korban. 

Dalam hal ini HAM dari kelompok rentan juga perlu dilindungi, kelompok rentan yang dimaksud adalah mereka yang lemah/rentan dan memiliki ketidak mampuan membela dirinya sendiri. Yang termasuk didalamnya dapat meliputi kaum perempuan, anak-anak, penyandang disabilitas, dan kelompok minoritas.

Yang menjadi masalah sampai sekarang banyak dari korban yang tidak mau membuka diri atau melaporkan atas kasus yang menempa dirinya dan mereka beranggapan bahwa yang terjadi adalah sebuah aib. Padalah jika RUU PKS ini segera disahkan perlindungan hak asasi akan dilindungi oleh Negara. 

Tetapi kenyataannya sampai sekarang RUU PKS ini belum di sahkan dan di depak dari prolegnas DPR RI 2020 karena alasannya pembahasannya terlalu sulit dan lain-lain. RUU PKS ini juga merupakan bentuk dari HAM jika tidak segera disahkan perlu di pertanyakan HAM yang ada di Indonesia ini. Karena didalam bukan hanya membahas tentang Hak perempuan saja tetapi laki-laki juga yang mengalami kekerasan seksual tetapi kekerasan seksual sering kali di alami oleh seorang perempuan. 

Setiap tahunnya selalu meningkat terakhir dari data komnas perempuan pada tahun 2018 lebih meningkat dari pada tahun 2017 untuk korbannya. Meskipun ada payung hukumnya tetapi itu belum sepenuhnya memenuhi atau belum benar-benar spesifik pembahasannya. 

Komitmen negra untuk memberikan perlindungan khusus pada perempuan semakin nyata pasca Reformasi dengan dibentunya UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia,terdapat pada pasal 45 sampai 51 berisi tentang hak peremuan dan dengan tegas menyatakan bahwa hak perempuan dalam undang-undang ini adalah Hak Asasi Manusia.

Oleh
Dinda Laily Lana Larisa
Husnayatul Munawaroh
Prodi Ilmu Politik FISIP UINSA

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun