"Hahahaha!!! Chiko, kau kemana saja, bodoh! Sini, kemarikan kepalamu!"
"Aw! Pelan-pelan, dong. Kau merusak tatanan rambutku. Kalau aku jadi tidak tampan lagi, bagaimana? Kau mau tanggung jawab, huh?"
"Hahahaha! Kau menyebalkan,"
Chiko. Hanya itu yang Arga tau dari anak itu. Arga sama sekali tidak mengenalnya. Malahan, ia tidak mau mencoba mengenalnya. Bocah itu terlihat menyebalkan di mata Arga. Sangat menyebalkan. Berisik, tidak bisa diam, sok tampan, sok pintar. Ya... mungkin dia memang pintar. Entahlah, Arga tidak terlalu peduli. Tapi yang paling ia pedulikan adalah konsentrasinya yang buyar karena anak itu.Â
Demi Tuhan, Arga mendaftar di tempat les ini untuk belajar supaya ia bisa mengerjakan ujian akhir dengan baik dan memasuki SMA yang ia impikan. Tapi yang ia dapat dari kurang lebih 2 minggu belajar di tempat les ini malah kericuhan yang menyebalkan. Ia mengerti, Chiko sudah lebih dulu belajar di tempat les ini, dan pastinya sudah sangat familiar dengan tempat ini.Â
Tapi tetap saja, tempat les ini bukan milik keluarga nya. Ia tidak boleh berisik semaunya. Anak-anak lain termasuk Arga memilih tempat les ini untuk mendapatkan ilmu tambahan, bukan untuk mendengarkan celotehannya dan teman-temannya yang tidak penting.
Selama kurang lebih 2 minggu belajar di sini, yang dapat Arga lakukan terhadap bocah bernama Chiko itu hanyalah memperhatikannya. Ia berharap, tatapan yang ia tujukan kepada Chiko sedikitnya bisa membungkam mulut anak itu.Â
Terdengar aneh memang, tapi Arga benar-benar mengharapkan itu. Atau setidaknya, ia berharap Chiko bisa merasa terganggu dengan tatapan yang ia berikan dan menyadari bahwa perlakuannya secara tidak sengaja membuat Arga kesal.Â
Tapi bodohnya Arga mengharapkan itu, karena anak yang bernama Chiko sangat masa bodoh dan tidak mau peduli. Bahkan, mungkin Chiko juga tidak pernah menyadari tatapan menusuk yang selalu ditunjukkan Arga kepadanya. Atau mungkin, ia sebenarnya menyadari itu? Entahlah.
"Berhenti memperhatikannya. Kau terlihat menyeramkan. Ia menyadari tatapanmu,"
Arga tersentak. Ia menoleh ke teman satu sekolahnya yang duduk disebelahnya. Lalu ia menoleh kembali ke arah Chiko, dan seperti yang dikatakan temannya, anak yang dari tadi ia perhatikan itu sedang melihat balik kearahnya dengan tatapan bingung. Arga memutuskan kontak matanya terlebih dahulu dan kembali fokus dengan buku di mejanya yang menunggu untuk di baca.Â