Mohon tunggu...
DINDA FAZRIYANTI SURYA RAHMAH
DINDA FAZRIYANTI SURYA RAHMAH Mohon Tunggu... Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Mulawarman

Seorang mahasiswa yang memiliki ketertarikan di bidang Hukum, Politik, dan sejenisnya.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Metode Penyelesaian Sengketa Internasional Secara Damai Dalam Kasus Rusia-Ukraina

6 Mei 2025   16:30 Diperbarui: 7 Mei 2025   10:53 112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sejarah panjang konflik antara Rusia dan Ukraina dimulai sejak Ukraina mendeklarasikan kemerdekaan dari Uni Soviet pada tahun 1991, dimana saat itu ketegangan politik mulai muncul di wilayah Luhansk dan Donetsk, yang dipicu oleh perbedaan pandangan politik. Pada tahun 1992, hubungan antara Ukraina dan NATO mulai terjalin, meskipun Ukraina belum menjadi anggota resmi. Di awal tahun 2000-an, dinamika politik yang intens seperti Revolusi Oranye pada tahun 2004 terjadi, akibat dugaan kecurangan pemilu. Pada tahun 2010, Viktor Yanukovich terpilih menjadi presiden. Ia memperkuat hubungan dengan Rusia, termasuk kesepakatan gas dan pangkalan militer. Pada 2013, ia memutuskan untuk menerima bantuan ekonomi dari Rusia pinjaman sebesar 15 miliar dolar AS dan diskon gas 30% daripada menandatangani perjanjian perdagangan bebas dengan Uni Eropa. Hal ini menimbulkan protes besar-besaran dari masyarakat, terutama dari Ukraina Barat yang pro-Uni Eropa, yang membuat Yanukovich mengundurkan diri. Pemerintahan sementara yang dipimpin Olexander Turchynov dan kemudian Petro Poroshenko pada 2015, membawa Ukraina semakin dekat dengan Barat, yang dianggap Rusia sebagai ancaman terhadap keamanannya. Rusia merespons dengan menganeksasi Krimea pada 2014 dan mendukung kelompok separatis di Donbas. Ketegangan terus meningkat hingga mencapai puncaknya saat Rusia melancarkan invasi penuh ke Ukraina pada 24 Februari 2022. Upaya damai terus diupayakan.

Empat kali percobaan perundingan telah dilakukan, tiga kali diadakan di Belarus, dan satu kali di Turki. Dari keempat pertemuan itu, tidak ada sama sekali jalan keluar, walaupun pada pertemuan kedua di Belarus, kedua belah pihak sepakat untuk menyediakan koridor kemanusiaan bagi warga sipil yang ingin keluar dari wilayah perang. Pembukaan koridor kemanusiaan ini juga bertujuan untuk pengiriman bantuan kemanusiaan. Namun, Rusia hanya menawarkan koridor kemanusiaan ke arah Belarus di utara (yang pro-Rusia) dan ke arah timur (Rusia).

Upaya penyelesaian sengketa secara damai dalam konflik Rusia-Ukraina adalah sebuah tantangan besar dalam dinamika hukum internasional dan geopolitik modern. Berbagai mekanisme diplomatik telah diupayakan, baik melalui negosiasi langsung antara pihak-pihak yang bertikai, maupun melalui mediasi yang melibatkan negara ketiga serta organisasi internasional. Negosiasi yang berlangsung di Belarusia dan Turki, serta keterlibatan negara-negara seperti Swiss, menunjukkan adanya komitmen regional terhadap proses damai. Koridor kemanusiaan, gencatan senjata lokal, serta pertukaran tawanan juga menjadi hasil dari proses negosiasi yang berlangsung secara terbatas namun strategis. Namun, terdapat faktor-faktor penghambat yang bersifat struktur dan politis dalam efektivitas penyelesaian sengketa secara damai dalam konflik ini. Salah satunya adalah posisi Rusia sebagai anggota tetap Dewan Keamanan PBB yang memiliki hak veto, yang mana hak ini memberi Rusia kemampuan untuk menghalangi setiap resolusi yang dianggap merugikan kepentingannya, termasuk langkah-langkah yang dapat memperkuat intervensi PBB dalam konflik. Sebagai contoh, berbagai upaya untuk mengeluarkan resolusi Dewan Keamanan yang secara tegas mengecam agresi Rusia atau memberikan mandat lebih kuat bagi badan-badan PBB untuk bertindak di Ukraina, sering kali kandas akibat veto Moskow. Hal ini memperlihatkan keterbatasan sistem multilateral dalam menghadapi konflik besar yang melibatkan negara adidaya. Akibat dari penggunaan hak veto tersebut, PBB sebagai lembaga internasional utama dalam menjaga perdamaian dunia sering kali hanya mampu berperan sebagai fasilitator teknis dan mediator diplomatik, bukan sebagai aktor yang dapat memaksa terjadinya penyelesaian damai. Ini secara langsung berdampak pada efektivitas metode penyelesaian damai yang bergantung pada legitimasi dan kekuatan lembaga internasional dalam menengahi konflik.

Di tengah keterbatasan PBB, peran aktor lain seperti Turki, Vatikan, serta organisasi regional menjadi sangat penting untuk menjaga jalur diplomasi tetap terbuka. Meskipun menghadapi banyak hambatan, pendekatan damai tetap memiliki nilai strategis. Dalam situasi konflik bersenjata yang berkepanjangan dan mengakibatkan jutaan pengungsi, kehancuran infrastruktur, serta korban sipil yang terus meningkat, solusi militer terbukti hanya memperpanjang penderitaan dan memperdalam jurang permusuhan. Sebaliknya, negosiasi dan mediasi, meskipun seringkali lamban dan penuh ketegangan, memberikan ruang untuk kompromi dan penyusunan masa depan pascakonflik yang lebih berkelanjutan. Efektivitas upaya penyelesaian damai dalam konflik Rusia-Ukraina tidak dapat dilihat dari seberapa cepat konflik berakhir, tetapi dari seberapa besar dampaknya dalam menciptakan ruang de-eskalasi, perlindungan sipil, dan peluang penyusunan perdamaian jangka panjang. Selama jalur diplomatik masih dijaga dan didorong, upaya damai tetap menjadi satu-satunya alternatif rasional yang menghormati hukum internasional dan martabat kemanusiaan.

Konflik ini mempengaruh stabilitas ekonomi, keamanan, dan politik dunia. Sebagai bagian dari masyarakat dunia, penting untuk memahami konflik ini agar bisa menilai kebijakan pemerintah dan dampaknya bagi Indonesia. Selain itu, prinsip menghormati kedaulataan negara dan HAM adalah nilai universal yang perlu dijunjung tinggi. Diskusi tentang perang ini juga mengingatkan kita pada pentingnya penyelesaiaan konflik secara damai demi perdamaian global.

Dinda Fazriyanti Surya Rahmah-Kutai Barat 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun