Mohon tunggu...
Dina Widarti
Dina Widarti Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

mari membaca...

Selanjutnya

Tutup

Foodie Pilihan

Es Dawet Mbah Hari, Minuman Legendaris dari Tahun 1965 di Pasar Beringharjo

8 Desember 2021   19:06 Diperbarui: 8 Desember 2021   19:09 2811
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mbah Hari sedang menyiapkan semangkuk es dawet untuk pelanggan (dokpri)

Pasar Beringharjo merupakan pasar tertua di Kota Yogyakarta yang menjadi salah satu tempat yang wajib didatangi ketika anda berkunjung ke Yogyakarta. Pasar Beringharjo yang terletak di bagian selatan Jalan Maliboro ini menjual bermacam-macam dagangan, mulai dari pakaian, uang kuno, barang antik, berbagai macam rempah, sembako, dan kuliner yang beragam.

Es dawet Mbah Hari adalah salah satu kuliner yang melegenda di Kota Yogyakarta. Es dengan cita rasa otentik ini sudah ada di sayap utara los pertama Pasar Beringharjo dari tahun 1965.

Semangkuk es dawet Mbah Hari berisi cendol warni-warni, camcau, santan kelapa, juruh (gula jawa cair dengan irisan nangka) dan dihidangkan dengan tambahan es batu. Rasa manis yang bercampur dengan gurihnya santan kelapa yang gurih membuat siapa saja yang menikmati es dawet ini bernostalgia ke zaman dahulu.

Es dawet ini sangat segar dinikmati ketika siang hari dan sangat cocok dengan cuaca Kota Yogyakarta yang agak panas. Ketika anda lelah berjalan-jalan di Malioboro dan merasa lelah maka masuklah ke Pasar Beringharjo dan carilah es dawet ini, maka lelah anda akan hilang seketika setelah minum es dawet Mbah Hari.

Resep es dawet ini merupakan resep turun temurun di keluarga Mbah Hari, dan Mbah Hari merupakan turunan ketiga. "Simbah dari dulu ndak pernah nambahi apa apa dari resep es dawet yang sudah turun-temurun supaya rasanya sama seperti yang simbok (ibu) saya buat dulu," ucapnya.

Demi mempertahankan cita rasa yang khas, Mbah Hari membuat semua komponen es dawetnya menggunakan bahan alami dan dibuatnya sendiri tanpa bantuan mesin. Cendol warna-warni yang dibuat menggunakan tepung beras dan pewarna alami, serta camcau yang dibuat menggunakan daun camcau asli.

Mbah Hari mengatakan bahwa ia berjualan es dawet karena mengikuti jejak ibunya yang dahulu juga berjualan es dawet di Pasar Beringharjo juga. Hingga saat ini Mbah Hari sudah menjadi buyut dan masih bertahan menjajakan es dawet tradisional ini.

"Dulu simbah berjualan sejak masih sangat muda usia 20 tahunan, dulu belum banyak minuman macam-macam seperti sekarang," ucapnya. Namun siapa sangka dari banyaknya kuliner sejak jaman dulu hingga sekarang, dawet Mbah Hari masih tetap eksis dan banyak diminati karena konsistensi rasa es dawet ini yang bertahan selama 56 tahun.

Sejak pertama kali berjualan Mbah Hari tidak pernah sekalipun untuk berpindah tempat, karena banyak pelanggan yang sudah hafal dengan Mbah Hari. "Karena sudah punya pelanggan. Kalau pindah para pelanggan akan kesusahan mencari. Di sini saja karena ibu dari awal sudah di Pasar Beringharjo," tutur Mbah Hari.

Penikmat es dawet ini bukan hanya para penjual yang ada di Pasar Beringharjo, namun wisatawan domestik dan mancanegara juga banyak yang mencari es dawet Mbah Hari saat berada di Yogyakarta. Mbah Hari menjajakan es dawet pada pukul 10.00-15.00 WIB, berangkat dari tempat tinggalnya di Bantul menggunakan sepeda onthel untuk menuju ke Pasar Beringharjo.

Walaupun es dawet ini laris manis, namun untuk menikmati es dawet Mbah Hari cukup mengeluarkan uang sebesar Rp 5000 seporsinya. "Dulu mulai dari Rp 25, terus Rp 50, Rp 150, Rp 1000, Rp 2000, Rp 3000, dan yang terakhir adalah Rp 5000, hingga sekarang," ucapnya sambil menyajikan dawet untuk pelanggan.

Mbah Hari berjualan setiap hari jika tidak ada kendala, hanya libur ketika 10 menjelang lebaran. Ketika Mbah Hari libur pun banyak pembeli yang menanyakan keberadaan Mbah Hari kepada para pedagang yang ada di sekitar simbah berjualan.

Dulu waktu covid-19 belum menyerang Indonesia, Mbah Hari bisa menghabiskan kurang lebih 100 mangkuk setiap harinya. Namun pandemi covid-19 tiba-tiba menyerang Indonesia yang mengahruskan pemerintah menerapkan PPKM dan sebagainya mengakibatkan industri pariwisata lemah dan Mbah Hari hanya bisa menghabiskan kurang lebih 50 mangkuk untuk seharinya.

Mengingat Yogyakarta adalah kota pelajar yang juga kota yang paling banyak dikunjungi oleh wisatawan yang ingin berlibur dari berbagai macam kota. Dengan adanya pandemi covid-19 ini pariwisata di Yogyakarta sempat terhenti dan hampir mati karena tidak ada wisatawan yang datang ke Yogyakarta.

Hal tersebut tentunya sangat berdampak untuk Mbah Hari karena mengingat beliau yang berjualan di area wisata dan banyak pelanggannya yang merupakan wisatawan dari luar kota. Tetapi hal itu tidak menyurutkan semangat Mbah Hari untuk berjualan es dawet di masa pandemi seperti ini, karena ini merupakan resep turun temurun yang harus dijalankan terus menerus agar semakin banyak orang yang dapat merasakan betapa enaknya es dawet Mbah Hari.

"Saya akan tetap berjualan es dawet ini sampai nanti sudah tidak kuat lagi. Selama masih bisa saya akan terus membuatkan es dawet kepada  pembeli," ujarnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun