Mohon tunggu...
Dinar Rahmayanti
Dinar Rahmayanti Mohon Tunggu... Novelis - S1 Perbankan Syariah, STEI SEBI

Belajar mengikat ilmu dengan tulisan

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

The Miracle Part 2 Naila

15 November 2021   06:48 Diperbarui: 15 November 2021   06:51 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Part 2 *Naila*

Naila Rahmawati, gadis remaja 17 tahun yang tengah duduk dibangku kelas 3 di salahsatu sekolah SMA negeri dekat tempat tinggalnya. Naila hanya anak dari seorang ayah buruh jahit dan ibunya seorang petani. Hidup yang serba kekurangan tidak mematahkan semangatnya belajar. Setelah menyelesaikan sekolah menengah pertama di sekolah swasta, Naila mendapat kesempatan masuk sekolah negeri karena prestasinya. Ia bersyukur, dengan begitu biaya yang dikeluarkan tidak akan semahal sekolah swasta.

Ya, ayah Naila hanya berprofesi sebagai buruh jahit di tanah rantauan Jakarta. Oleh karena itu, ia dan ibunya hanya tinggal berdua saja dirumah. Penghasilan seorang buruh jahit yang tidak menentu memaksa ibunya Naila harus turut serta menopang ekonomi rumah tangga. Ibu Naila dipercaya oleh salah satu kerabat untuk mengurus 3 petak sawah, hasil panen dikemudian hari akan dibagi dua sesuai dengan kesepakatan dengan pemilik lahan. Dari hasil menggarap lahan tersebutlah yang menjadi asupan nasi Naila dan keluarganya setiap hari. Sedangkan kiriman uang dari sang ayah hanya cukup untuk keperluan bayar tagihan listik dan keperluan sekolah saja. Sementara lauk nasi yang Naila makan sering kali hasil dari sambilan sang ibu menanam sayuran di sawah.

Sebenarnya, Naila masih mempunyai seorang kakak laki-laki yang sudah bekerja di kota Bandung. Tetapi karena tamatan SMA, kakak Naila hanya bekerja sebagai pegawai hotel. Gaji pegawai hotel yang diperoleh hanya cukup untuk bekal makannya sebulan dan mengontrak sepetak kamar kos-kosan kecil. Hanya sesekali ia mengirim uang untuk ibunya dirumah. Namun ibunya Naila tetap bersyukur, karena anak laki-lakinya sudah bisa membiayai hidupnya sendiri dan tidak lagi membebani orangtua.

Sebagai anak perempuan yang sudah ditempa kerasnya hidup, Naila sadar tidak ada waktu bersantai baginya. Meskipun susah dan tidak mudah Naila berjanji pada dirinya sendiri untuk tidak pernah berhenti berusaha. Tentang hasil, ia percayakan sepenuhnya pada Allah SWT. Sebagai gadis remaja yang mulai tumbuh dewasa, tidak dipungkiri terkadang Naila merasa minder dengan teman-teman lain disekolah. Meskipun siswi yang pintar, ia menjadi pendiam dan tidak banyak berteman. Bukan tidak mau berteman Naila hanya takut mendekati siapapun. Ia hanya menyambut siapapun yang datang dengan sendirinya dan ingin berteman.

Kehidupan Naila sebagai murid kelas tiga SMA tentu tak mudah dihadapi, memperisapkan menuju ujian dan banyak biaya yang harus dikeluarkan. Beruntung, karena prestasinya ia mendapatkan beasiswa dari sekolah. Sehingga tidak perlu repot-repot membayar biaya bulanan yang dirasa cukup mahal untuknya dan keluarganya. Ya, Naila murid yang cerdas. Sejak masuk sekolah SMA kelas 1 ia selalu mendapatkan peringkat pertama disekolah. 

Padahal, Naila hanya murid dari sekolah swasta, berbeda dengan teman-teman lainnya yang berasal dari sekolah paforit dan terbaik. Karena hal ini pula akhirnya Naila dipercaya mewakili sekolahnya menjadi peseta lomba olimpiade tingkat Kabupaten. Meskipun gagal mebawa juara, namun kerja keras dan usaha Naila membuat pihak sekolah memberi beasiswa padanya. Naila bersyukur, dengan hal itu ia bisa sedikit meringankan beban orangtua.

Hidup dengan berbagai macam keterbatasan tak membuat Naila patah semangat dan pasrah. Meskipun tidak tau darimana, Naila menyimpan keinginan yang besar untuk melanjutkan sekolah ke jenjang perguruan tinggi. Ya, entah dari mana ia mendapatkan uang, Naila hanya terus memupuk mimpi itu dalam hatinya. Usaha yang dapat dilakukannya saat ini hanya sebatas belajar dengan giat dan sungguh-sungguh agar lulus dengan nilai terbaik. Naila berharap ia mendapat beasiswa kuliah melalui jalur Bidikmisi. (Program Beasiswa Pasca Sarjana dari Pemerintah).

Sebetulnya orangtua Naila sudah memberi jawaban, mereka dengan berat hati mengatakan pada Naila bahwa tidak akan sanggup membiayai kuliah. Namun jika Naila ingin berusaha sendiri, orangtuanya akan mendukung sepenuh hati dan mendoakan. Tentu saja, hati naila hancur mendengar hal itu. Hampir saja Naila kehilangan semangat dan mimpi-mimpinya. Tapi nyatanya, keinginan Naila menuntut ilmu agar dapat mengangkat harkat derajat dan martabat keluarganya tidak mudah dipatahkan begitu saja. Naila menitipkan semua mimpinya hanya pada Allah saja dan menyimpan lekat-lekat di hatinya.

Tidak ada satupun keluarga maupun kerabat Naila yang bersekolah hingga kuliah. Mereka hanya tamatan sekolah dasar dan SMP saja, kecuali ada satu dan dua orang yang selesai lulus hingga SMA. 

Ayah Naila hanya tamatan SMP dan bahkan ibunya hanya selesai sekolah dasar. Sedangkan kakak Naila berhasil menyelesaikan sekolah hingga SMA, itupun karena beasiswa sebagai siswa berprestasi. Ya, sama seperti Naila, sang kakak sempat pula berkeinginan kuliah. Namun mimpinya harus pupus karena desakan kebutuhan. Hal ini membuat Naila ketakutan, bahwa kakaknya saja yang pintar bisa gagal. Naila takut hal yang sama terulang pula padanya dikemudian hari.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun