Mohon tunggu...
Dina Mardiana
Dina Mardiana Mohon Tunggu... Penulis - Penulis dan penerjemah, saat ini tinggal di Prancis untuk bekerja

Suka menulis dan nonton film, main piano dan biola

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Bappenas Dulu dan Kini, serta Tantangan Sektor Industri

2 September 2016   11:17 Diperbarui: 6 September 2016   05:52 485
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bappenas menjadi tempat berkumpulnya para insinyur dan berbagai pemangku kepentingan yang berkaitan dengan ekonomi untuk merumuskan program-program dan proyek-proyek pembangunan negara. (foto sumber: satuharapan.com)

Bappenas Masa Orde Baru

Dulu, selama masa Orde Baru, saya mengenal Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, atau disebut juga Bappenas, sebagai salah satu lembaga negara yang dipandang 'wah' oleh orang-orang.  Ini disebabkan semua proyek pembangunan yang berkaitan dengan proyek pemerintah, seperti pembangunan jalan raya, jembatan layang, pendirian gedung-gedung pelayanan masyarakat: kantor pos, rumah sakit pemerintah, dirapatkannya di sana. Apalagi sekitar tahun 1980 hingga 1990 awal ketika Indonesia sedang pesat-pesatnya membangun berbagai infrastuktur demi mengejar target Rencana Pembangunan Lima Tahun (disingkat Repelita, kini diganti istilahnya menjadi Nawacita). Para insinyur berkumpul dengan berbagai pemangku kepentingan di Bappenas yang terkait untuk merumuskan berbagai proyek besar.

Terlebih lagi, Kepala Bappenas yang menjabat dua periode berturut-turut saat Indonesia sedang giat-giatnya membangun (1973-1978, 1978-1983), ProfesorWidjojo Nitisastro adalah juga seorang ahli ekonomi handal lulusan University of Berkeley, California, Amerika Serikat. Profesor yang juga pernah menjabat sebagai Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia ini  disebut-sebut sebagai 'arsitek'-nya perekonomian Orde Baru yang mampu membawa perubahan ekonomi Indonesia setelah sempat terhempas akibat inflasi parah hingga 650% menjelang peristiwa Gestapu. Pada masa itu, para ekonom lulusan Berkeley yang berkiblat pada aliran liberalisme-kapitalisme Amerika Serikat, disebut 'mafia Berkeley', dipercaya akan mampu menyembuhkan perekonomian Indonesia yang cenderung sosialis-komunis pada saat itu, dan menyebabkan keadaannya morat-marit karena nilai mata uang Rupiah tidak ada harganya di pasar dunia. Pendapatan perkapita penduduk Indonesia pun mencapai tidak lebih dari 800 Dolar Amerika Serikat. Di sini, peran Bappenas adalah memulihkan perekonomian negara secara total sehingga memegang kekuasaan penuh secara terpusat.

Profesor Widjojo Nitisastro, guru besar ekonomi Universitas Indonesia yang pernah menjabat sebagai Kepala Bappenas selama dua periode berturut-turut, 1973-1983. (foto sumber: commons.wikimedia.org)
Profesor Widjojo Nitisastro, guru besar ekonomi Universitas Indonesia yang pernah menjabat sebagai Kepala Bappenas selama dua periode berturut-turut, 1973-1983. (foto sumber: commons.wikimedia.org)
Bappenas Kini

Kini, zaman berganti. Meskipun Indonesia sempat kembali mengalami krisis ekonomi pada tahun 1998, sistem perekonomian di era reformasi justru memusatkan perhatian pada perkembangan ekonomi di daerah-daerah agar selaras dengan kemajuan perekonomian di ibukota. Selain itu, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (disingkat Bappeda) mempunyai kewenangan langsung di bawah gubernur masing-masing provinsi, sehingga Bappenas tidak dapat memaksakan perencanaan pembangunan sendiri.

Rencana Kerja Jangka Panjang (RKP) dan Jangka Menengah (RPJM) yang disusun Bappenas dengan misi utama mendukung program pertumbuhan ekonomi berkualitas. (foto sumber: dokumen Kompasiana & Bappenas).
Rencana Kerja Jangka Panjang (RKP) dan Jangka Menengah (RPJM) yang disusun Bappenas dengan misi utama mendukung program pertumbuhan ekonomi berkualitas. (foto sumber: dokumen Kompasiana & Bappenas).
Walaupun begitu, kegiatan perekonomian dalam era reformasi tetap mengacu pada kerangka GBHN sebagai pedoman untuk memperbaiki ekonomi negara yang sempat kembali terpuruk pada tahun 1998. Perlu diketahui sejak krisis ekonomi 1998, penduduk Indonesia sempat memasuki level low income per kapita seperti masa 30 tahun sebelumnya. Sektor migas yang selama masa Orde Baru sempat booming pun tidak lama bertahan. Kondisi Indonesia saat ini malahan berhadapan langsung dengan ekonomi berbasis pasar, sehingga dibuatlah Rencana Kerja Jangka Panjang(RKP) untuk periode waktu 20 tahun. Dimulai dari tahun 2005 hingga 2025, RKP dibuat sebagai strategi pertumbuhan ekonomi yang dicanangkan Bappenas dengan tujuan menyokong program pertumbuhan ekonomi berkualitas agar dapat mensejahterakan rakyat Indonesia dan mengurangi ketertinggalan dengan bangsa lain yang sudah lebih maju perekonomiannya, terutama seperti Amerika Serikat dan Korea Selatan.

Sepak Terjang Pak Bambang dalam Perekonomian Pembangunan

Untuk itu, dalam menjalankan program dan kebijakannya, Bappenas di bawah kepemimpinan yang baru, yaitu Bapak Bambang Permadi Soemitro Brodjonegoro, juga merangkul Kementerian Perekonomian yang sebelumnya dijabat oleh beliau sendiri.  Berbicara tentang Bapak Bambang yang menjabat sebagai Menteri dan Kepala Bappenas sejak dilantik tanggal 27 Juli 2016 oleh Presiden Jokowi, menggantikan Bapak Sofyan Djalil, maka akan berbicara juga tentang sepak terjangnya di dunia ekonomi pembangunan.


Pak Bambang adalah alumnus Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia tahun 1990, lalu meneruskan studi Master dan Doktoral bidang Urban Planning serta Regional Science hingga tahun 1997 di University of Illinois, Urbana Champaign, Amerika Serikat. Pernah menjabat sebagai Direktur Jenderal untuk bidang Islamic Research and Training Institute di Islamic Development Bank (IDB), Pak Bambang sempat ditunjuk oleh Menteri Keuangan Agus Martowardojo untuk menduduki posisi Kepala Badan Kebijakan Fiskal tahun 2011, lalu menjadi Wakil Menteri Keuangan pada masa pemerintahan Presiden SBY. Bahkan, beliau juga pernah dianugerahi Bintang Mahaputra Utama oleh Presiden SBY pada tahun 2014 atas prestasinya dalam memajukan kesejahteraan rakyat.

Selama memegang jabatan Menteri Keuangan di era pemerintahan Jokowi yang baru dijalaninya kurang dari satu tahun, Pak Bambang pernah meraih penghargaan oleh Finance Asia sebagai Finance Minister of The Year pada tahun 2015. Penghargaan ini diraih Pak Bambang karena dianggap berhasil menurunkan rasio hutang dalam negeri berkat kebijakannya memangkas subsidi bahan bakar minyak. Finance Asia merupakan institusi penerbitan di Asia Tenggara yang membahas keuangan dan pasar modal Asia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun