Mohon tunggu...
Mochamad Syafei Mustafa
Mochamad Syafei Mustafa Mohon Tunggu... Administrasi - administrator

nothing is impossible

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Hari Antikorupsi, Kilas Balik Kondisi Birokrasi terhadap Kasus Korupsi E-KTP

11 Desember 2019   09:15 Diperbarui: 11 Desember 2019   09:29 205
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
diolah dan diedit pribadi

Penetapan awal setya novanto sebagai tersangka pada 17 juli 2017 tidak berlangsung lama pada 29 september 2017 status tersangka dibatalkan oleh hakim Cepi Iskandarkarena dianggap tidak sah, namun kpk tidak pantang menyerah untuk mengembangkan penyelidikan baru dan pada 10 november 2017 Setya Novanto kembali ditetapkan sebagai tersangka dan setya kembali menggugat status keabsahan tersangka atas dirinya untuk kedua kali (Nurita, 2017).

Pada proses persidangan setya novanto mangkir tiga kali dalam sidang hingga pada 15 november 2017 KPK menjemput paksa setya novanto di kediamannya namun setya tidak ada di kediamannya hingga berstatus DPO, pada 16 november 2017 setya berhasil ditemukan karena mengalami kecelakan tunggal di daerah permata hijau Jakarta barat dan dilarikan ke rs medika permata hijau. Keesokan harinya KPK resmi menahan setya novanto.

Proses penetapan dan penangkapan tersangka tindak pidana korupsi yang begitu berkelit dan rumit mengindikasikan penegakan hukum yang belum tegak seutuhnya, jika dibandingkan dengan penangkapan tersangka kasus tindak pidana kriminal lainnya tentu saja penangkapan tersangka kasus e-ktp.

ini dinilai sangat lambat dan jika dibandingkan dengan kerugian tindak kriminal lainnya yang sama sama merugikan, kasus tindak korupsi ini telah merugikan satu Negara. Namun mengapa penegakan hukumnya sangat lemah? Ini terjadi karena adanya indikasi kerjasama dan kongkalikong antar pejabat publik dan seluruh tersangka yang terlibat dari korupsi e-ktp, penegakan hukum harus dilakukan dan diawasi oleh orang orang yang bersih dan berkompeten agar sanksi hukum yang menjadi akibat dari tindakan merugikan Negara dapat memberikan efek jera sehingga minimya tindak kasus korupsi.

Hal yang juga harus dibenahi terkait penegakan hukum yaitu etika pejabat publik, etika sendiri berasal dari bahasa yunani yang berarti timbul dari kebiasaan secara umum etika merupakan hasil dari kebiasaan (netralnews.com, 2017). Kebiasaan korupsi pada pejabat publik muncul dari gaya hidup dan kebiasaan yang konsumtif dan hedonis, untuk menunjang gaya hidup dan kebiasaan yang mewah diperlukan dana yang tidak sedikit oleh karena itu dapat memicu tindak korupsi. Kondisi ini perlu dibenahi, seharusnya pejabat publik menanamkan sifat yang merakyat,hangat serta dekat dengan masyarakat dan memiliki budaya malu untuk berkorupsi, etika pejabat publik sangat dibutuhkan dalam tupoksinya sebagai pengayom masyarakat.

Kesimpulan

Kasus korupsi e-KTP yang dilakukan sejumlah pejabat politik disebabkan karena faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yaitu pejabat politik tidak memiliki etikadan moral yang baik dalam menjalankan kekuasaan dan kewenangannya, sehingga dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab sebagai pemegang kekuasaan dilakukannya sejumlah penyelewengan dan penyalahgunaan kekuasaan. Akibat yang ditimbulkan dari kasus korupsi e-KTP tersebut adalah berlakunya norma hukum yang mengakibatkan Setya Novanto sebagai aktor utama dijatuhkan hukuman pidana selama 15 tahun (kompas.com, 2018).

Selain faktor internal, faktor eksternal yang menjadi penyebab terjadinya kasus korupsi e-KTP yaitu lemahnya sistem penegakan hukum di Indonesia. Hukum di Indonesia dikenal dengan istilah tumpul keatas dan runcing kebawah. Hal tersebut memiliki makna bahwa hukum di Indonesia memihak kaum atau golongan atas. Akibat yang ditimbulkan dari kasus korupsi e-KTP tersebut menyebabkan kerugian terhadap Negara serta pertumbuhan perekonomian.

Indonesia harus menanggung kerugian sebesar kurang lebih Rp 2,3 Triliun akibat kasus korupsi e-KTP yang dilakukan oleh Setya Novanto selaku ketua DPR RI saat itu beserta pihak yang terlibat. Selain dibidang ekonomi, kasus korupsi juga memiliki dampak yang cukup besar terhadap kehidupan sosial, politik dan demokrasi masyarakat Indonesia.

Kasus korupsi e-KTP tersebut mengakibatkan hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah selaku pemegang kekuasaan. Seharusnya DPR RI menjalankan tugasnya dengan baik sebagai wakil rakyat di pemerintahan, namun korupsi yang dilakukan oleh mantan ketua DPR RI Setya Novanto menyebabkan masyarakat kehilangan kepercayaannya terhadap pemerintah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun