Mohon tunggu...
Dina Finiel Habeahan
Dina Finiel Habeahan Mohon Tunggu... Guru - be do the best
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

BE A BROTHER FOR ALL

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Pudan itu Panggilan Sayang dari Ayah

25 Oktober 2020   14:49 Diperbarui: 25 Oktober 2020   14:55 386
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Adalah suatu kebanggaan bagi saya terlahir sebagai anak bungsu. Sejak kecil saya cukup mendapatkan perhatian lebih dari kedua orang tuaku juga dari saudara-saudari ku. Ayah selalu memanggilku dengan sebutan manja yaitu "pudan" hingga saat ini. Kesannya memang saya terlihat sebagai pribadi yang manja dan tidak mandiri. Tidak mandiri tapi bisa jadi seorang biarawati. Kok bisa ya ? Ya , bisa dong ! Kan sudah dewasa .

Saya teringat satu pengalaman ketika saya masih sekolah. Setiap pagi sebelum berangkat sekolah ayah akan selalu memintaku untuk membuatkan segelas kopi untuknya. Pada waktu itu saya belum persis tau cara membuat kopi yang sesuai dengan seleranya yang penting ada gula dan kopi cukup. Kadang airnya juga tidak panas karena saya tuang dari teko. Tapi ayah selalu bilang bahwa kopi yang saya buat itu enak. Setelah itu ayah akan memberi tambahan uang jajan yang kuterima dari ibu.

Kakak abang saya sudah tau bahwa ibu akan selalu memberi uang jajan dan menjadi plus nya ayah akan menambahinya. Dengan itu kakak saya sering jahilin saya. Dia sering membuatku menangis dan meninggalkan aku dijalan. Sementara abang saya itu setia menemani dan selalu membantuku dalam mengerjakan tugasku. Tapi di balik itu pasti dia minta sebagian uang jajan saya.

Seiring berjalannya waktu,saya tumbuh dan berkembang hingga dewasa saat ini sampai saya memilih menjadi seorang suster. Sebutan "pudan" itu masih sering saya dengar. Ketika saya berlibur,ketika bertelepon ayah selalu menggunakan sebutan itu untuk memanggil saya. Bahkan sejak saya masuk biara perhatian dan dukungan  dari ayah cukup saya rasakan. Peran ayah dalam hidupku sangat menonjol. Karena untuk curhat pun saya lebih memilih ke ayah. Atau jika ada permintaan atau sesuatu kebutuhan yang saya butuhkan saya selalu minta ke ayah. 

Ayah tak pernah menolak permintaan saya. Dan inilah memang yang sering menjadi tantangan saya saat ini. Saya selalu berpikir bahwa setiap orang yang saya hadapi itu sama baiknya dengan ayah saya  apa yang saya minta selalu diberi. Dan ketika permintaan saya itu ditolak serasa dunika hancur. Hehehehe.

Ayahku sampai saat ini masih menyisihkan uangnya untuk uang jajanku. Kadang kalau bertelepon ayah selalu menanyakan uang saku saya. "Pudan masih ada nya uangmu, masih adanya tabunganmu ? Ayah baru panen ada sedikit ayah sisihkan untukmu,kasi tau saja kapan perlunya ya." Kalimat ini sering dilontarkan ayah ketika kami berkomunikasi.

Saya sudah memberi penjelasan kepada ayah saya bahwa dibiara itu khususnya dikongregasi saya tidak ada namanya uang saku apalagi tabungan. Kami semua baik tua dan muda tidak memiliki yang namanya uang saku. Jadi setiap kebutuhan itu diminta kepada ibu komunitas dimana saya berada. Tapi rasanya ayah kurang berterima dengan apa yang saya katakan. Sehingga dia masih tetap memberi uang saku kepadaku tiap bulan.

Suatu waktu saya bertelepon dengan ayah yang kebetulan didengar oleh teman-teman sekomunitasku. Halo pudan apa kabar ? Begitulah panggilan sayang yang diucapkan ayah ketika memulai percakapan kami itu. Spontan teman-teman saya tertawa. Seorang teman berkata begini " ellehhh,Gauden kamu sudah besar sudah mau kaul kekal masih dipanggil pudan " Ketika mendengar celoteh itu saya sedih. Lalu untuk meutupi rasa sedih itu saya katakan kepada ayah saya " Pa,jangan panggil aku pudan ya ! Akukan sudah besar, aku malu diejek sama teman-temanku " Lalu spontan ayah saya berkata "owh,baik pudan" Hmm...kata itu diulang lagi. Saya sangat paham dengan ayah saya meskipun saya punya nama tapi ketika melihat saya dan memanggil saya kata "pudan" itu otomatis keluar.

Apa yang menjadi refleksi dari pengalaman itu ? Sebutan "pudan" yang diberikan ayah kepada saya menjadikan diriku sebagai pribadi yang manja. Menjadi manja karena selalu lebih istimewa dari dari saudara/i saya yang lain. Manja itu hingga saat ini terbawa. Dan itulah yang menjadi perjuangan saya saat ini. Manja bukan berarti saya tidak mandiri. Manjanya nampak jelas ketika saya mengalami yang namanya mentok atau tidak menemukan solusi. Saya mudah ngambek dan kadang merengek. Duh...cengeng ni orang nya.

Pernah ada satu teman,hanya gara-gara satu emot berulang kali mengucapkan kata manja itu kepada saya. Padahal selama saya di biara belum pernah ada orang yang mengatakan bahwa saya adalah orang yang manja. Kebetulan saja ada pembahasan via whatsaap dengannya, dia langsung katakan kalimat itu "jangan manja" setelah itu dia mengakhiri pembicaraan kami dengan kalimat yang hampir sama " apakah harus manja?" Kata-kata itu sebenarnya membuatku sedih,tapi akhirnya saya menyadari bahwa ada energi negatif yang terkandung dalam kata manja itu. Oleh karena itu saya harus berubah supaya mendapatkan energi yang positif.

Kalimat itu menjadi refleksi yang dalam dan saya berharap bahwa perkataan itu dapat mengubah kepribadianku. Sebagai seorang suster yang notabene disebut sebagai pelayan sangatlah tidak mungkin untuk menjadi manja. Manja lawan katanya dewasa atau mandiri. Saya sudah dewasa nih ceritanya,hehehe. Dewasa dalam artian tidak tergantung pada orang lain mampu berdiri sendiri tanpa ditopang oleh orang lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun