Masa Orde Baru diawali ketika Presiden Soekarno mengeluarkan Supersemar (Surat Perintah 11 Maret 1966) yang diberikan kepada Letnan Jenderal Soeharto yang berisi perintah kepada Soeharto untuk mengambil tindakan dalam rangka menjamin ketenangan, keamanan, dan menjaga stabilitas pemerintahan demi keutuhan bangsa dan negara.Â
Pemerintahan eksekutif Indonesia dibawah Jenderal Soeharto mengambil beberapa kebijakan untuk memulihkan kembali kondisi negara dengan membentuk Kabinet Ampera. Â Kabinet ini dibentuk untuk memenuhi tujuan dalam mengupayakan stabilitas dan rehabilitasi ekonomi Indonesia dalam dua tahun ke depan.Â
Soeharto melakukan reshuffle terhadap Kabinet Dwikora dan menggantikan Menteri Luar Negeri Soebandrio yang dikenal dekat dan sering kali menyetujui ideologi-ideologi yang dibuat oleh PKI yang merupakan organisasi terlarang pada saat itu.Â
Pada masa kekuasaannya Soeharto memiliki beberapa tujuan yaitu memperbaiki stabilitas politik dan keamanan negara serta membangun kembali perekonomian yang pada saat itu sedang berada pada kondisi kurang baik.Â
Soeharto menegaskan bahwa apabila agar dapat berperan aktif dalam dunia internasional, maka Indonesia harus memiliki ketahanan politik dan keamanan serta stabilitas ekonomi.
Pada mas Orde Baru sistem politik luar negeri Indonesia yaitu bebas-aktif yang dimana sistem tersebut telah diterapkan dari masa Orde Lama pemerintahan Presiden Soekarno.Â
Kebijakan-kebijakan politik luar negeri Indonesia pada masa Orde Baru yang dikeluarkan oleh Presiden Soeharto ber fokus pada mempengaruhi negara-negara Barat untuk memberikan bantuan ekonomi dan tidak menutup pintu bagi negara-negara komunis untuk memberikan bantuannya juga yang membuktikan bahwa kebijakan-kebijakan politik luar negeri Indonesia bersifat non-blok atau netral.
Pencapaian Indonesia yang pertama dalam politik luar negeri yaitu mengupayakan untuk menyelesaikan konfrontasi Indonesia dan Malaysia yang memanas ketika pada tahun 1965 Malaysia diangkat menjadi Anggota Tidak Tetap Dewan Keamanan PBB yang menyebabkan Indonesia keluar dari PBB.Â
Menteri Luar Negeri Indonesia pada saat itu yaitu Adam Malik memulai kebijakan untuk memperbaiki hubungan baik dengan negara-negara tetangga dengan melakukan pertemuan dan perundingan dengan delegasi dari Malaysia Tun Abdul Razak di Manangkasila, Bangkok, Thailand.Â
Perundingan tersebut menghasilkan beberapa pokok bahasan penting yaitu : (1) Malaysia menginginkan langkahlangkah damai, (2) Malaysia bersedia menerima Manila Agreement sebagai landasan penyelesaian, (3) Namun, Malaysia menolak perkataan referendum karena hal itu tidak disebutkan dalam Manila Agreement, (4) Malaysia bersedia menuruti keinginan Indonesia untuk memberikan kebebasan kepada rakyat Serawak dan Sabah untuk menentukan nasibnya sendiri melalui Pemilihan Umum yang akan diadakan tahun 1967.Â
Pada tanggal 1 Juni 1966, delegasi dari Indonesia dan Malaysia merumuskan pasal-pasal yang menjadi "exchange of notes" yang berisikan 3 hal yaitu kebebasan rakyat Sabah dan Serawak untuk menentukan nasibnya sendiri, penghentian tindakan permusuhan, dan mulai membuka kembali hubungan diplomasi.Â