Mohon tunggu...
Dimasmul Prajekan
Dimasmul Prajekan Mohon Tunggu... Guru - berbagi kebaikan untuk kehidupan

Anak desa mencari makna hidup

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sekolah Tanpa Pengawas?

28 Agustus 2021   08:45 Diperbarui: 28 Agustus 2021   08:59 535
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Sebuah adagium klasik seringkali menyapa kita di saat masuk sebuah kantor, bekerja tanpa diperintah, disiplin tanpa diawasi. Sepotong kalimat indah untuk menumbuhkan semangat kerja diantara para pegawai atau karyawan. Pesan moral yang demikian bermakna, dalam membangun ritus pekerjaan sehari -- hari.

Dalam budaya kerja, setiap orang dihinggapi rasa diawasi oleh orang -- orang yang diberi amanah untuk memantau pekerjaan kita. Dimana -- mana masih diperlukan perangkat kelembagaan pengawasan. Adanya Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK ), BPK, Inspektorat, Pengawas Pemilu, sebagai ikhtiar memantau lembaga yang berada dibawa tanggung jawabnya. Lembaga --lembaga seperti KPK kehadirannya untuk mereduksi kesalahan dalam menjalankan tugas sesuai standar operational prosedur.

Seringkali kita butuh diawasi untuk memompa adrinalin saat bekerja. Perlunya orang lain untuk menaikkan gairah dalam sebuah aktifitas, sebagai mentor sekaligus motivator. Begitu pentingnya budaya pengawasan, beberapa dekade silam pernah populer gerakan yang disebut waskat ( pengawasan melekat ). Hal ini sebagai upaya pemerinah saat itu untuk menekan penyalahgunaan jabatan yang dapat merugikan negara.

Bulan - bulan terakhir dunia pendidikan dihebohkan wacana penghapusan Pengawas Sekolah. Wacana itu datang dari Indra Charismiaji, salah seorang pengamat pendidikan. Ia beralasan, peran Pengawas Sekolah tak dibutuhkan lagi. Justru dengan adanya Pengawas Sekolah, pendidikan menjadi amburadul.

Inilah statemen yang sangat menampar para pelaku pendidikan, khususnya para Pengawas Sekolah. Peran Pengawas Sekolah dianggap menjadi hambatan, kalau perlu diamputasi dalam derap dinamika pendidikan Indonesia. Sebuah persoalan klasik yang menggugat eksistensi dan kualitas peran Pengawas Sekolah.

Jika kritik ini benar adanya, perlu direspon secara positif, siapapun tak perlu kebakaran jenggot. Bisa jadi yang wajib dipertanyakan adalah mekanisme pengadaan Pengawas Sekolah, Standar Operation Prosedur ( SOP ), sistem yang dikembangkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Perlunya pembenahan tentang tata kelola, reframing, dan revitalisasi peran Pengawas Sekolah agar yang menjadi harapan banyak orang menjadi kenyataan. Agar tudingan Pengawas Sekolah menjadi penyebab amburadulnya pendidikan, bisa terbantahkan.

Selama ini rekrutmern Pengawas Sekolah ditangani langsung oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, dan secara teknis dilaksanakan oleh LP2KS ( Lembaga Pembinaan Kepala Sekolah ) dan LPMP ( Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan ). Dua lembaga ini yang berada di garda terdepan dan paling bertanggung jawab dalam menjaga mutu lulusannya. Seleksi yang demikian rumit dan bertahap mulai dari seleksi administrasi, seleksi substansi, in service dan on service traning selama dua bulan, akan menghasilkan ouput yang bagus dari tahapan kegiatan tersebut.

Calon -- calon Pengawas sekolah melewati tahapan yang sangat ketat, dicelupkan pada kawah candradimuka yang sangat selektif. Tak sembarang orang mampu melewatinya. Bahkan banyak calon yang menjajal kemampuan sebagai calon Pengawas Sekolah, akhirnya memilih lempar handuk, karena melihat tanjakan terjal yang harus dilalui untuk mendapatkan sepotong sertifikat Calon Pengawas Sekolah. Dalam hal ini, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menginginkan proses penjaringan dan penyaringan berlangsung obyektif berkualitas.

Pada kenyataanya, rekrutmen Pengawas Sekolah, senantiasa diikuti oleh figur --figur terbaik  dengan latar belakang kepala sekolah yang cukup berprestasi. Jika mencuat adanya tudingan dengan adanya pengawas pendidikan malah amburadul, tentu perlu pembuktian yang akurat, butuh data yang valid, sehingga sebuah statemen tidak menggunakan pendekatan bumi hangus dan membabi buta. Diperlukan pemilahan dan pemilihan dalam mengkritisi sebuah persoalan.

Secara bersamaan para Pengamat beralasan wacana penghapusan Pengawas Sekolah disebabkan Indonesia masih kekurangan guru. Guru dan Kepala Sekolah yang berprestasi  biarlah menjadi guru tidak usah menjadi Pengawas Sekolah.  Loh ?Ada ambiguitas dalam hal ini. Pada satu sisi beralasan karena pendidikan amburadul, pada sisi lain dikarenakan adanya kekurangan guru.

 Pada saat ini pemerintah tengah mengembangkan formula bahwa Pengawas Sekolah tidak lagi dipersepsi sebagai polisi pendidikan. Format baru yang dikembangkan adalah kehadiran seorang Pengawas Sekolah lebih berorientasi kepada pembimbingan dan pembinaan, bukan menghukum dan memberi sanksi. Persepsi masa lalu yang memosisikan Pengawas Sekolah untuk mencari -- cari kesalahan dan kekurangan  guru telah berubah total. Agar persepsi Pengawas Sekolah tidak dianggap sebagai polisi pendidikan, mungkin diperlukan kosa kata yang lebih tepat dan kontektual.

Dalam praktiknya, Pengawas Sekolah lebih banyak menghadirkan pembinaan dan pembimbingan kepada para guru dan kepala sekolah khususnya ketika dalam supervisi menjumpai banyak hal yang segera didiskusikan. Dalam supervisi akademik, seorang Pengawas Sekolah bisa mendapatkan temuan dalam pembelajaran seorang guru. Atau ada sesuatu yang inspiratif dan inovatif, sehingga perlu dikembangkan kepada guru lain. Disinilah urgensi kehadiran Pengawas Sekolah sebagai Pembina dan tempat bertanya bagi para guru.

Lahirnya PP 57/2021, tentang Standar Nasional Pendidikan tidak secara tegas menjelaskan jabatan Pengawas Sekolah memberikan celah terjadinya diskusi dan perdebatan. Dalam pasal 30 tidak menjelaskan secara terang benderang tentang Pengawas Sekolah. Dalam pasal 30 ayat 3 bahwa pengawasan dalam pendidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dilaksanakan oleh : 1. Kepala Satuan Pendidikan  2. Pemimpin perguruan tinggi 3. Komite Sekolah/Madrasah 4.Pemerintah pusat,dan/atau Pemerintah Daerah.

Dalam pasal 30 ayat 3 tidak secara eksplisit menjelaskan tentang tugas kepengawasan yang ditangani oleh Pengawas Sekolah. Disinilah yang mnenjadi pemicu kegalauan para Pengawas Sekolah. Pengawas Sekolah merasa tak terakomudasi dalam pasal tersebut.

Kalau dicermaati lebih lanjut, bisa jadi peluang tugas kepengawasan kepada Pengawas Sekolah ada pada frase Pemerintah pusat,dan/atau pemerintah daerah. Bisa jadi Pengawas yang sudah ada sekaligus sebagai representasi dari pemerintah daerah, atau mendapat penugasan dari pemerintah daerah. Menurut Catur Nurrohman Oktavian, Ketua Departemen Penelitian dan Pengabdian PB PGRI, bahwa dalam pasal tersebut sudah inklud tugas kepengawasan yang dilakukan oleh Pengawas Sekolah. Disinilah para Pengawas Sekolah bisa menarik nafas panjang, sebab kegaduhan dihapusnya jabatan Pengawas tidak benar adanya.

Pengawas adalah Jabatan puncak karier seorang guru. Jika Pengawas dihapus, maka karier puncak seorang guru berhenti sampai Kepala Sekolah. Ada kesan pengebirian jati diri seorang guru. Padahal fakta di lapangan, banyak guru yang bisa melompati logika -- logika normal. Jika selama ini karier puncak seorang guru adalah Pengawas Sekolah, ternyata hingga detik ini sejarah mencatat banyak guru yang menjadi Kepala Desa,  Camat, Bupati, Kepala Dinas, dan Gubernur, hingga menjadi politisi.

Maka mendelete posisi Pengawas Sekolah sama dengan tidak memberi apresiasi yang cukup kepada para guru untuk berkarier. Tak bisa dipungkiri, seorang pengawas berprestasi, berangkat dari Kepala Sekolah berprestasi. Demikian pula Kepala Sekolah berprestasi terlahir dari guru -- guru berprestasi. Jika Pengawas Sekolah dihapus, beban berat Kepala Sekolah sedang menanti.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun