Mohon tunggu...
dimas muhammad erlangga
dimas muhammad erlangga Mohon Tunggu... Aktivis GmnI

Baca Buku Dan Jalan Jalan Live In

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Ketika Si Miskin Dilarang Berjualan: Perspektif Marhaenisme atas Kebijakan Gas 3 Kg

4 Februari 2025   06:14 Diperbarui: 4 Februari 2025   06:14 239
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kebijakan pemerintah yang melarang pengecer menjual gas LPG 3 kg telah menimbulkan polemik di tengah masyarakat, terutama di kalangan rakyat kecil yang menggantungkan hidupnya dari usaha jual-beli gas bersubsidi ini. Larangan ini resmi diberlakukan pada 1 Februari 2025 dengan alasan untuk mengendalikan harga dan memastikan distribusi gas bersubsidi tetap sesuai sasaran. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, menyatakan bahwa langkah ini diambil karena ditemukan banyak penyimpangan dalam distribusi LPG 3 kg, seperti pengecer yang menjual dengan harga jauh di atas Harga Eceran Tertinggi (HET), sehingga merugikan masyarakat miskin.

Namun, kebijakan ini tidak lepas dari berbagai permasalahan baru yang muncul. Banyak warga mengeluhkan kesulitan mendapatkan LPG 3 kg akibat larangan pengecer berjualan. Di berbagai daerah, termasuk Jakarta dan Tangerang, masyarakat harus berkeliling dari satu tempat ke tempat lain hanya untuk mendapatkan gas bersubsidi. Bahkan, di beberapa daerah, pembelian LPG 3 kg kini mengharuskan pembeli menunjukkan fotokopi KTP dan kartu keluarga, yang menambah kesulitan bagi masyarakat kecil. Situasi ini berbanding terbalik dengan tujuan awal kebijakan, yaitu memastikan ketersediaan dan keterjangkauan gas bersubsidi bagi masyarakat yang membutuhkan.

Dari perspektif Marhaenisme, kebijakan ini patut dipertanyakan. Marhaenisme yang diperkenalkan oleh Bung Karno merupakan ideologi yang berpihak kepada rakyat kecil, khususnya kaum pekerja, petani, dan pedagang kecil. Prinsip dasar Marhaenisme adalah bahwa rakyat kecil harus memiliki kemandirian ekonomi dan tidak boleh ditekan oleh kebijakan yang justru mempersempit ruang gerak mereka. Larangan bagi pengecer kecil untuk menjual LPG 3 kg dapat dianggap sebagai bentuk pembatasan terhadap partisipasi ekonomi rakyat kecil.

Bung Karno dalam berbagai pidatonya selalu menekankan pentingnya kemandirian ekonomi rakyat kecil. Dalam pidatonya pada 17 Agustus 1964 yang berjudul Genta Suara Revolusi Indonesia, Bung Karno menegaskan bahwa revolusi Indonesia adalah revolusi yang berintikan kaum Marhaen, yang harus menjadi tuan di negerinya sendiri. Dalam konteks ini, kebijakan yang membatasi akses ekonomi rakyat kecil, seperti larangan pengecer menjual LPG 3 kg, dapat dianggap bertentangan dengan semangat tersebut.

Kebijakan ini juga berpotensi menimbulkan dampak negatif yang lebih luas. Selain merugikan pengecer kecil, kelangkaan LPG 3 kg yang mulai terjadi di beberapa daerah menunjukkan bahwa distribusi yang hanya dilakukan melalui agen resmi belum sepenuhnya efektif. Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) telah mendesak pemerintah untuk menjamin ketersediaan LPG 3 kg di pasaran agar tidak terjadi kelangkaan yang semakin merugikan masyarakat kecil. Selain itu, pembatasan distribusi ini juga bisa dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu untuk melakukan penimbunan atau permainan harga, yang justru akan semakin memperparah situasi.

Seharusnya, kebijakan yang diambil pemerintah tidak hanya berorientasi pada pengendalian distribusi, tetapi juga harus mempertimbangkan dampak sosial dan ekonomi bagi rakyat kecil. Pemerintah bisa menerapkan regulasi yang lebih ketat terhadap pengecer tanpa harus melarang mereka sepenuhnya. Misalnya, dengan mewajibkan pengecer kecil untuk mendaftarkan diri ke sistem distribusi resmi dan menerapkan mekanisme pengawasan harga yang lebih baik. Dengan cara ini, pengecer kecil tetap bisa berjualan, tetapi tetap dalam kontrol pemerintah agar tidak terjadi penyimpangan harga dan distribusi.

Selain itu, kebijakan ini juga memperlihatkan adanya ketimpangan dalam perlakuan terhadap rakyat kecil dan pengusaha besar. Sering kali, regulasi yang ketat justru lebih banyak menyasar usaha kecil dan menengah, sementara perusahaan-perusahaan besar tetap leluasa beroperasi. Padahal, dalam banyak kasus, permainan harga dan penyimpangan distribusi LPG 3 kg tidak hanya dilakukan oleh pengecer kecil, tetapi juga oleh pelaku usaha yang lebih besar. Jika pemerintah serius ingin memperbaiki distribusi gas bersubsidi, seharusnya mereka juga memperketat pengawasan terhadap seluruh rantai distribusi, termasuk agen-agen besar yang memiliki peran lebih dominan dalam pasokan LPG 3 kg.

Di sisi lain, jika pemerintah benar-benar ingin menyalurkan LPG 3 kg hanya kepada masyarakat miskin, maka perlu ada mekanisme yang lebih jelas dan transparan. Salah satu solusi yang bisa diterapkan adalah dengan menerapkan sistem distribusi berbasis data yang lebih akurat, misalnya menggunakan sistem kartu subsidi atau aplikasi digital yang memastikan bahwa gas bersubsidi hanya diterima oleh mereka yang benar-benar membutuhkan. Namun, penerapan sistem seperti ini harus dilakukan secara bertahap dan melibatkan berbagai pihak agar tidak menimbulkan dampak yang lebih besar bagi rakyat kecil.

Dalam konteks Marhaenisme, pemerintah seharusnya lebih berpihak kepada rakyat kecil dalam setiap kebijakan yang diambil. Sebagaimana yang disampaikan oleh Bung Karno, revolusi Indonesia adalah revolusi yang berintikan rakyat kecil, dan mereka harus menjadi tuan di negerinya sendiri. Oleh karena itu, kebijakan yang membatasi ruang ekonomi rakyat kecil perlu ditinjau kembali agar lebih sesuai dengan semangat tersebut.

Jika pemerintah ingin memastikan bahwa subsidi LPG 3 kg benar-benar sampai ke masyarakat yang membutuhkan tanpa merugikan rakyat kecil yang menjadi pengecer, maka solusi yang lebih adil harus ditemukan. Bukannya melarang pengecer kecil berjualan, tetapi justru mengatur mereka agar menjadi bagian dari sistem distribusi resmi dengan mekanisme yang lebih transparan dan terkontrol. Dengan demikian, pengecer kecil tetap bisa mendapatkan penghasilan, sementara pemerintah tetap dapat mengawasi distribusi gas bersubsidi agar tepat sasaran.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun