Mohon tunggu...
Jurnal Muda
Jurnal Muda Mohon Tunggu... Lainnya - Kumpulan catatan,beragam bentuknya

Sekedar mengambil,mengumpulkan,menyimpulkan

Selanjutnya

Tutup

Seni Pilihan

Idrus Riwayatmu Kini..

17 Agustus 2022   20:28 Diperbarui: 17 Agustus 2022   20:33 330
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Idrus

Saya bisa bayangkan bagaimana perasaan seorang pemuda pada tahun 1947 yang mendekam di penjara Bukit Duri. Pemuda ini dalam kesunyian membaca karya pengarang idolanya. Ia juga penulis walaupun belum punya nama seperti sekarang. Tapi pada saat bebas dan punya kesempatan bertemu idolanya, bersalaman dan saling menatap. Ia malah dapat sambutan yang menyakitkan. "O, ini yang namanya Pramoedya? Pram, kau itu bukan nulis, tapi berak!." 

Ya pemuda itu adalah Pramoedya Ananta Toer dan idolanya bernama Abdullah Idrus. Kali ini bukan Pram yang ingin saya ulas tapi idolanya, Abdullah Idrus.

Baca juga: Aku Mau

Abdullah Idrus adalah pelopor angkatan 45 bidang prosa, katanya HB Jassin. Walau namanya tidak se-tenar Chairil Anwar tapi karyannya memberi warna baru pada kesusastraan indonesia. Di buku HB Jassin berjudul: "Tifa Penyair Dan Daerahnya." Ada satu bab yang membahas tentang Idrus: Kesederhanaan baru hal (28). 

Ada dua karya idrus yang dikutip dalam bab itu berjudul Kota-Harmoni dan Djawa Baru. Dua karyanya menggambarkan sosok idrus yang apa adanya dan kritis. 

Di cerpen Kota-Harmoni Idrus menuliskan kejadian apa adanya. Ia tidak menggambarkan perasaan, yang ia gambarkan cuma kejadiannya saja. 

Cerpen Kota-Harmoni bercerita tentang suasana di trem yang saya asumsikan sudah tua. Tiba-tiba trem itu berhenti dan seorang perempuan jatuh ke pangkuan lelaki. Lelaki itu dengan santai memegang pinggul si perempuan untuk membantu perempuan itu berdiri tanpa memberikan tempat duduknya. Se-gamblang itu Idrus menggambarkan. Ia tidak menuliskan perasaan si lelaki dan si perempuan, atau orang-orang di sekitar, apalagi dirinya sendiri.  

Cerita kedua yang berjudul Djawa Baru bercerita tentang seorang utusan pemerintah yang berkeliling Jawa. Idrus menggambarkan kehidupan sedang susah, semua orang dimana-mana mengeluh. Tapi setiap utusan ini berkeliling tidak ada yang berani bicara, sehingga malamnya radio mengumumkan: "Bahwa sungguhpun rakjat hidup susah, mereka tak mengeluh, menanggungkan segala-galanja dengan sabar, tanda bakti jang keluar dari hati sutji. Dan pada penghabisannja di-katakan pula, bahwa pemerintah Nippon terharu sekali melihat ketulusan seluruh rakjat pulau Djawa."

Saya juga cari sumber di internet, tapi sedikit sekali artikel tentang tokoh ini. Jadi tulisan ini tolong jangan dianggap biografi, anggap saja kita lagi ngopi dan ada orang sinting bicara tentang tokoh sastra.

Setelah penjelajahan berbagai blog, saya temukan Tirto id. Ada kisah menarik yang saya dapat, lagi-lagi tentang Pram dan Idrus. Diambil dari buku Ajip Rosidi dalam Hidup Tanpa Ijazah (2008). 

Saat itu Idrus diundang untuk berceramah di Taman Ismail Marzuki. Dan dalam ceramahnya Idrus mengejek Pram yang menangis ketika ayahnya meninggal dalam roman Bukan Pasar Malam (1950).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun