Beberapa tahun terakhir, dunia mulai menoleh pada sesuatu yang selama ini mungkin dianggap terlalu "lokal" untuk dijual secara global: cerita film lokal yang sangat menonjolkan budaya kearifan lokalnya.
Fenomena tersebut juga terjadi di Indonesia yang mulai bermunculan Film lokal dengan nuansa budaya, bahasa daerah, hingga adat istiadat, sehingga kini hal itu bukan hanya dijadikan pajangan untuk festival semata.
 Ia mulai diakui sebagai aset penting sebuah bangsa, baik dari sisi ekonomi kreatif, diplomasi budaya, maupun identitas nasional.
Ketika Dunia Mulai Serius Melirik Cerita-cerita Lokal
Banyak negara mulai menyusun kebijakan yang mendorong produksi film pendek dan panjang berbasis lokalitas.Â
India, misalnya, lewat National Film Development Corporation (NFDC), gencar mendanai film-film indie yang mengangkat kisah-kisah dari desa-desa di Kerala, Manipur, atau Ladakh.Â
Jepang melalui Agency for Cultural Affairs rutin membuka skema pendanaan khusus untuk film yang memperkuat budaya dan nilai tradisional mereka.Â
Di Korea Selatan, Korea Creative Content Agency (KOCCA) mendorong penulis dan pembuat film menggali warisan budaya Korea untuk dikembangkan menjadi film maupun serial.
Apa yang bisa kita pelajari? Bahwa kearifan lokal bukan sekadar pelengkap, tapi sumber daya kreatif yang otentik, unik, dan punya daya saing di tengah gempuran budaya global.
Lalu, Bagaimana dengan Kita?
Indonesia sebenarnya tak pernah kehabisan cerita. Dari Sabang sampai Merauke dan dari Miangas hingga Pulau Rote, kita punya ribuan legenda, ritual adat, kisah urban, sampai tradisi unik yang bisa menjadi bahan baku film lokal.Â