Mohon tunggu...
Dimas Bryanputra Christnawan
Dimas Bryanputra Christnawan Mohon Tunggu... Penulis - PWK UNEJ 2018

Perencanaan Wilayah dan Kota, Universitas Jember

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Implementasi dan Dampak Pengembangan Food Estate di Indonesia

28 April 2021   22:50 Diperbarui: 28 April 2021   23:30 1133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

Pada pertengahan tahun 2020, beberapa bulan setelah Indonesia terserang pandemi Covid-19, dimana pandemi ini menyebar hingga ke seluruh penjuru dunia, beberapa konsep hingga terobosan dalam segala hal yang berkaitan dengan penunjang kehidupan masyarakat mulai dikembangkan. Salah satunya konsepan dan tatanan dalam hal ketahanan pangan. Beberapa konsep dan program yang dicanangkan tersebut salah satunya yaitu pengembangan kawasan Agri Estate atau Food Estate. Hingga saat ini, pemerintah sedang gencar dalam melaksanakan pembangunan hingga pengembangan kedua program ketahanan pangan tersebut. Lantas, apa itu Agri Estate dan Food Estate ? Lalu, bagaimana kelanjutan dan perkembangan program tersebut ? Serta, adakah kaitannya dengan sistem tata ruang di Indonesia ?

        Secara definitif, Agri Estate merupakan salah satu program dalam hal pangan, dimana program tersebut berisikan sebuah kawasan yang fungsi hingga tata guna lahannya difungsikan sebagai kawasan pengembangan produksi pangan, dimana kawasan tersebut nantinya diintegrasikan ke beberapa kawasan lain, seperti kawasan perkebunan, pertanian, hingga ladang atau bahkan peternakan sekalipun. Pengembangan Agri Estate ini sudah menjadi salah satu langkah yang dilakukan oleh beberapa negara yang memiliki luasan wilayah yang terbatas. Karena dengan diterapkannya konsep atau program Agri Estate ini, diharapkan penggunaan fungsi lahan sebagai kawasan produksi hingga ketahanan pangan bisa diintegrasikan menjadi satu dan mampu "menghemat" fungsi dan tata guna lahan di wilayah tersebut. 

Selanjutnya, belakangan ini mulai dikenal istilah Food Estate. Secara arti, Food Estate merupakan penjabaran dari konsep Agri Estate. Food Estate sendiri merupakan konsep lanjutan, dimana konsep Food Estate ini lebih condong kepada proses menuju ketahanan pangan dari sebuah wilayah. Perbedaan antara Food Estate dengan Agri Estate, secara harfiah Food Estate lebih mengarah kepada hasil, sedangkan Agri Estate lebih mengarah kepada konsep atau proses menuju Food Estate tersebut.

        Implementasi atau pelaksanaan program Food Estate dan Agri Estate secara harfiah telah menjadi salah satu program yang mencakup dalam Program Strategis Nasional (PSN) Tahun 2020 -- 2024, dimana hal ini tercakup dalam RPJMN Indonesia pada era presiden Joko Widodo. Program ini menjadi salah satu program "dadakan" pemerintah, terutama pada saat Indonesia mengalami penurunan ketahanan pangan di 5 tahun terakhir. Ditambah lagi dengan kondisi dunia yang pada saat itu sedang gencar-gencarnya menghadapi masa pandemi corona atau Covid-19. Program ini dilaksanakan sebagai salah satu langkah preventif dari pemerintah terhadap kondisi pangan yang mengalami penurunan. 

Secara sistematis, program ini nantinya akan menjadi salah satu program yang kompleks, mengingat beberapa aspek sangat dibutuhkan, salah satunya yaitu aspek keruangan. Hingga saat ini, pelaksanaan program Agri Estate yang ada di Indonesia telah mencapai tahap pengkajian lokasi, dimana beberapa lokasi di wilayah kabupaten yang ada di Indonesia telah ditetapkan oleh pemerintah berdasarkan kajian yang telah dilakukan sebelumnya. Lokasi tersebut berada di wilayah Pulau Kalimantan, lebih tepatnya di Kabupaten Kapuas dan Kabupaten Pulau Pisang, serta di wilayah Pulau Sumatera, tepatnya di Kabupaten Humbang Hasundutan. Ketiga wilayah ini menjadi hasil kajian lokasi ditetapkannya pengembangan Food Estate sekaligus memiliki prioritas utama dalam pengembangan kawasannya menjadi kawasan Food Estate di Indonesia.

        Secara eksisting, selain sudah memasuki tahapan grounding dari kawasan Food Estate di ketiga wilayah tersebut, beberapa rencana pengembangan kawasan Food Estate ini sudah mulai dilaksanakan, salah satunya pengintegrasian dengan dokumen tata ruang yang berlaku di wilayah tersebut. Hal ini menjadi titik utama pembahasan dalam artikel ini. Secara kondisi, ketiga wilayah yang telah ditunjuk sebagai wilayah dengan pengembangan kawasan Food Estate di Indonesia ini memiliki karakteristik wilayah yang hampir sama, terutama dari segi fungsi dan tata guna lahan, dimana mayoritas tata guna lahan di sebagian besar area di ketiga kabupaten tersebut memiliki fungsi sebagai kawasan pertanian dan kehutanan. 

Meski demikian, pada bahasan sebelumnya, telah dijelaskan bahwa konsep Food Estate lebih mengarah kepada integrasi kawasan pangan, dimana hal ini berarti termasuk pengembangan terhadap kawasan pengolahan atau pabrik yang nantinya akan dikembangkan menjadi kawasan Food Estate, lengkap dengan pengolahan dan distribusi komoditas pangan tersebut. Hal ini memiliki arti bahwa selain pengembangan kawasan pertanian atau perkebunan, pengembangan kawasan juga nanti akan mengarah kepada pengembangan infrastruktur, terutama infrastruktur pembangunan fisik yang ada di wilayah tersebut. Yang menjadi titik permasalahannya adalah, apakah pengembangan kawasan Food Estate yang juga mencakup pengembangan infrastruktur ini bisa dicakup dengan dokumen tata ruang yang berlaku, atau sekiranya memiliki dampak yang postif bagi pengembangan ruang di ketiga kabupaten tersebut ? 

         Secara konsep, yang ditawarkan dari konsepan Food Estate ini lebih mengarah kepada perubahan fungsi guna lahan, terutama perubahan guna lahan menjadi kawasan pertanian atau perkebunan, sekaligus memiliki peranan terhadap arahan pembangunan infrastruktur yang ada di sekitar wilayah tersebut. Berdasarkan beberapa artikel yang menjadi rujukan, ketiga wilayah yang ditunjuk menjadi kawasan pengembangan Food Estate, masih belum memiliki dokumen penunjang tata ruang yang berkaitan dengan pengembangan kawasan pangan, atau lebih dikhususkan kepada pengembangan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B). Padahal, secara hierarkhi, dokumen tata ruang tersebut menjadi salah satu dasar pedoman dalam pengembangan sebuah kawasan yang memiliki fungsi khusus, dalam hal ini yaitu fungsi ketahanan pangan. Dengan adanya dokumen tata ruang, diharapkan pengembangan sebuah kawasan mampu terarah sesuai dengan "aturan" yang berlaku di sebuah wilayah. Selain itu, keterkaitan dengan aspek keruangan terhadap pengembangan kawasan Food Estate ini lebih mengarah kepada pengaturan tata dan fungsi ruang yang berlaku secara eksisting.

         Berdasarkan permasalahan tersebut, opini yang bisa saya paparkan didalam artikel ini lebih mengarah kepada dampak yang ditimbulkan nanti dalam pembangunan hingga pengembangan kawasan Food Estate di ketiga kabupaten di Indonesia tersebut. Disini bisa didapatkan dua dampak yang berkaitan dengan pembangunan dan pengembangan kawasan Food Estate di Indonesia. Dari segi dampak positif, pembangunan dan pengembangan kawasan Food Estate ini memang diarahkan sebagai program untuk menanggulangi penurunan ketahanan pangan di Indonesia yang terjadi saat ini. Selain itu, ditunjang dengan urgensi keadaan yang memang mengharuskan Indonesia sekiranya memiliki cadangan hingga ketahanan pangan yang mempunyai skala yang lebih besar. Kemudian, ditinjau dari segi keruangan, pengembangan kawasan Food Estate memiliki salah satu bonus fungsi lahan yang mampu dikembangkan lebih ke arah modern. Dari segi dampak negatifnya, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, secara eksisting ketiga wilayah yang ditetapkan sebagai kawasan pengembangan program Food Estate milik pemerintah, dirasa masih belum memiliki dasar atau pedoman dokumen yang kuat, terutama dari segi aspek keruangan. Selain itu, pengembangan kawasan Food Estate lebih mengarah kepada perubahan fungsi guna lahan yang ada saat ini. Hal ini terjadi di wilayah Kabupaten Pulau Pisang dan Pulau Kapuas, dimana mayoritas fungsi guna lahan yang ada di kedua kabupaten tersebut merupakan kawasan perkebunan kelapa sawit. Yang ditakutkan adalah, kurang selarasnya kegiatan pengembangan Food Estate terhadap kondisi dan karakteristik wilayah kabupaten tersebut karena secara umum pengembangan kawasan Food Estate lebih banyak mengarah ke pembangunan infrastruktur fisik.

         Dari pembahasan diatas, dapat disimpulkan bahwa, secara implementasi pengembangan kawasan Food Estate di wilayah Kabupaten Pulau Pisang, Kabupaten Kapuas, hingga Kabupaten Humbang Hasundutan sudah memiliki dasar yang cukup untuk dilaksanakan pembangunannya, dibuktikan dengan adanya pengkajian terkait pemilihan lokasi berdasarkan kondisi dan karakteristik wilayah yang ditetapkan sebelumnya. Meski demikian, secara aksi, masih terdapat beberapa dampak negatif yang berpotensi timbul akibat program pengembangan kawasan Food Estate ini. Salah satunya yaitu kurang kuat dan kurang tersedianya dokumen penunjang tata ruang untuk menunjang program tersebut agar terlaksana secara terarah dan lebih "berkelanjutan".

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun