Mohon tunggu...
Dimas Agus Hairani
Dimas Agus Hairani Mohon Tunggu... Administrasi - Man Jadda Wajada

S1 Manajemen Unesa | S2 Sains Manajemen Unair | Part of LPDP_RI PK 163

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Hidup Beragama dalam Keberagaman

14 September 2017   17:17 Diperbarui: 27 Februari 2018   01:17 1755
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Agama merupakan sebuah petunjuk kehidupan. Manusia sebagai pengelola bumi ini diberikan sebuah petunjuk atau user manual untuk menjalankan segala rona yang ada di dunia. Salah satunya adalah bermasyarakat, bersosial, hidup berdampingan dengan orang di sekitar. Agama tak sekedar menjadi petunjuk manusia mengenal siapa dirinya, siapa penciptanya, tapi juga mengajarkan bagaimana agar hidup manusia tak ia jalani sendiri saja. Dalam petunjuk itu Allah sebagai pencipta kehidupan ini menyampaikan dalam petunjuk yang Dia berikan kepada Manusia, Allah berfirman, "Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sungguh, yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Maha Teliti." (QS. Al-Hujurat 49: Ayat 13).

Sudah jelas dalam petunjukNya bahwa manusia hidup berdampingan atau disebut makhluk sosial. Lalu bagaimanakah kita hidup berdampingan dengan orang lain, apa saja yang perlu kita lakukan?.  Apabila dipikir lagi, manusia bisa hidup dan menjalani kehidupan adalah karena dia juga bekerja sama dengan mereka. Seorang manusia membutuhkan pakaian, maka dia membutuhkan orang yang menjual pakaian. Penjual pakaian membutuhkan benang, membutuhkan penjahit untuk membuat sebuah pakaian. Sehingga manusia perlu untuk terus bersosial dalam rangka menjadi pengelola bumi ini sebagaiamana petunjuk yang telah Tuhan sampaikan.

Agama Islam sendiri adalah agama yang Aslama, Yuslimu, Islaman. Agama yang menyelamatkan. Sehingga tujuan bermasyarakat itu adalah untuk menyelamatkan. Bukankah Nabi sudah mengatakan bahwa sebaik-baiknya manusia adalah yang memberikan kkebermanfaatan. Maka hal ini lah yang perlu menjadi perhatian bagi kita yang mengikuti petunjuk yaitu Agama Islam. Maka dengan adanya engkau dimasyarakat engkau menjadi orang yang menebar kebaikan.

Lalu bagaimanakah orang yang menebar kebaikan itu?. Dia tak hanya sekedar menyampaiakan ajaran agama tapi dia mampu membimbing hingga kita dan mereka mendapatkan hikmah. Terkadang kita lebih menakuti orang ketika mereka terlampau dari kebaikan ketimbang mengajak mereka mendekati kebenaran. Bukankah itu menjerumuskan? bukan menyelamatkan. Apabila tidak begitu, kita lebih memilih menjauhi mereka karena takut akan tergiring masuk ke dunia mereka yang kita anggap gelap nan tersesat. Padahal bukan ini yang dinamakan menyelamatkan.

Dalam bukunya, HAMKA menyampaikan ada tiga jenis hubungan yang dimiliki oleh manusia, yaitu: hubungan dengan Tuhan yaitu dengan iman dan cabang-cabangnya; perhubungan dengan sesama makhluk yaitu dengan dasar tolong menolong dan gotong-royong; serta perhubungan dengan diri sendiri sehingga mendidiknya menjadi pribadi yang sabar dan taqwa. Sehingga dalam hal ini, manusia beragama tidak hanya untuk dirinya, tapi dengan adanya dirinya yang belajar dan beragama dia mengajak orang lain mendaptkan hikmah.

Untuk apa engkau beragama, ketika engkau egois kebaikannya hanya untuk dirimu saja. Sementara itu engkau tega meninggalkan orang yang tak sesuai dengan apa yang engkau percaya. Engkau memalingkan muka dari mereka, tak engkau rangkul dan engkau ajak mereka duduk bersama untuk memikirkan kenapa mereka dilahirkan di dunia, apa tujuan mereka, dan apa yang di dapat setelah menjalani ini semua.

Maka belajarlah agama agar bisa saling menebar kebaikan dan indahnya mengikuti petunjukNya. Bukan kita memaksakan mereka dalam mengikuti kita, tapi menebar kebaikan pasti akan diterima dimana saja. Sebagaimana yang disampaikan oleh Hatta, perjuangkanlah agama Islam seperti menebarkan garam di makanan, ia tak terlihat tapi sangat menentukan rasa.

Jalaluddi Rumi menyampaikan, “Jangan kauberikan hikmah kepada orang yang tak layak menerima, kau akan membuat hikmah itu salah makna. Dan jangan kautahan hikmah dari orang-orang yang berhak menerima, kau akan membuat mereka salah arah.”

Maka engkau beragama adalah untuk menjalankan perintahNya, dan salah satu perintah itu adalah mengajak dalam kebaikan, saling menasehati akan kebenaran dan kesabaran.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun